𝐠𝐮𝐫𝐮 𝐛𝐚𝐫𝐮 -2

159 28 6
                                    

"Motifnya rumit ya pak"

Bu Suci, Bu Wati, dan Heeseung duduk semeja. Mereka bertiga membahas kejanggalan yang terjadi pada Kartika. Ditengah hening makan itu, Heeseung hanya mengutak atik pulpen berpegas miliknya, sedangkan Bu Wati tengah asyik menyeruput mie instant cup rasa soto.

"Pelakunya juga punya celah sempurna" Bu Suci melihat berulang ulang sketsa tampak yang dituturkan Widya, yang menurutnya paling mirip dengan kesaksian korban.

"Ada...."

"Menemukan sesuatu pak?"

Heeseung mengambil sepasang sarung tangan, lalu meraih pouch berisi pisau dengan noda darah di pucuknya

"Pasti ada sesuatu. Tolong ambilkan tray alumunium dan kain steril di bawah, Bu Suci"

......

"Finger print nya sedikit aneh pak" hanya ada 4 tapak jari di genggaman pisau, antara pelaku hanya mempunyai 4 jari, atau entahlah

"Hanya ada satu orang, siswa, yang punya 4 jari"

"Tapi pak Mahes, bukankan terlalu dini menyimpulkan sesuatu pak?" Bu Wati melihat seksama

Jam berdetak, tangan rampingnya berada di angka 11 dan 3, cukup larut bahkan oleh seorang guru. Hanya ada mereka bertiga, Bu Lastri, dan satpam disana

"Masih belum pulang pak Mahes ? Bu Suci, ini siomay nya, sama sandwich rotinya pak"

Sepiring penuh siomay panas, dan roti isi telur tersaji, mendampingi mie cup milik Bu Wati.

Entah, angin malam yang bertiup hari ini membawa aura kesedihan, membuat pipi Heeseung basah, memandang keluar koridor. Menyaksikan bulan purnama April, kopinya sisa ampas!

"Berkaca kaca gitu kenapa pak? Kelilipan?"

Bu Suci membawa teh, berdampingan

"Ngga, keinget istri. Belakangan saya berangkat pulang selalu pagi"

"Sabar ya pak, Allah SWT pasti ada rencana baik"

"Saya harus tegar mbak, demi saya, istri, nanti juga harus berjuang juga. Sunoo capek harus kuret"

Anaknya meninggal, diusia 8 Minggu. Tak ada pergerakan atau detak jantung setelah USG terakhir. Ia sudah memprediksi, Sunoo mengandung terlalu cepat, kini ia dalam kontrasepsi.

"Saya jadi heran. Mengapa Widya yang lapor, bukan Kartika?" Bu Wati juga bergabung, wajah basahnya dingin, terkena tiupan udara malam.

"Apa..." Ia menahan bicaranya sedikit

"Apa gimana pak?"

"Gapapa Bu, mungkin pikiran saya agak ngawur. Kita cukupkan hari ini, lusa kita lanjut"

Dirinya terlalu letih, angin itu masuk, menyerang tulang rapuh pria paruh baya berusia nyaris kepala 3 itu. Segera ia menghabiskan rotinya, kembali ke kediaman mungilnya

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Masih belum ada titik terang, sayang?" Sunoo masih terbangun, membawa segelas air dingin

"Begitulah"

Air itu ia tenggak separuh, lalu ia siramkam sisanya ke lantai, dan rambutnya

"Aneh kamu mah, basah lagi kan bajunya"

"Sayang"

Heeseung meraih tangannya, mencegahnya kemana mana

"Apaaa"

Saat Saya Purna || HeeNoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang