MBC 7

121 13 0
                                    

Hari ini Al kembali bersekolah setelah kemarin pulang dari rumah sakit. Lukanya ditutup oleh rambut panjangnya agar tidak ada yang menatapnya.

Berjalan menuruni anak tangga sambil membalas telepon dari salah satu temannya.

"Gue nebeng. Mobil gue masih belum jadi," ucap Al mengingat mobilnya masih di bengkel untuk diperbarui.

"Oke gue tunggu," Al mematikan telepon lalu duduk disamping Anjali.

"Udah lama banget kamu ngak pakek baju berantakan? Biasanya rapinya melebihi papa berangkat kantor," ujar Calista menatap anak laki-lakinya.

Rambut sengaja diacak acak dan baju dikeluarkan. Tapi sejujurnya Al lebih cocok begini, walaupun Al memiliki wajah cantik. "Pengen aja, lagipula ini juga ciri khas aku," sahut Al menerima roti selai coklat.

Tin Tin

"Ma aku berangkat sekolah dulu," pamit Al menyalimi kedua orang tuanya dan kakaknya.

"Hati hati nanti banyak gadis mengleyot!" Goda Anjali.

Al hanya mengacungkan jari tengahnya untuk kakak Anjali. Berjalan keluar lalu masuk kedalam mobil sport warna putih.

"Gimana kabar kalian?" Tanya Al pada tiga temannya.

"Seperti yang lo," sahut Aroi.

"Syukurlah. Oh iya kenapa khasus kemarin bisa cepat selesai?" Tanya Al.

"Terlalu malas berhadapan dengan tikus kecil Al. Sebelum itu juga ada yang mau nutup juga cuma ya gitu duit lagi," sahut Handika, anak paling kocak daripada yang lain.

Dalam kehidupan real Handika juga kocak banget paling bisa bikin orang tertawa. Cerita singkatnya gitu pokoknya kalau udah ketemu Handika bawanya ketawa terus.

"Berapa? Biar gue transfer,"

"Ngak usahlah cuma 1M doang," tolak Handika dengan sombong. Al hanya mengangguk saja.

Mobil mereka memasuki perkarangan sekolah hingga berhenti diparkiran mobil. Melihat ada mobil terbaru dan pastinya dari siswa baru, tidak sedikit orang menatap terang terangan.

Handika keluar duluam dilanjutkan, Aroi, Zale kemudian Al. Semua pandangan tertuju pada Al yang notabenya anak letoy dan sekarang malah berjalan dengan gaya cool dan tak bersentuh.

"Buset mata gue ngak salah lihatkan? Itu Al si cowok letoykan? Pacaranya si bos?" Cerocos Celio menatap kepergian Al.

"Mantan goblok!"

"Yok kelas!" Seru Auz berjalan disamping Xalva.

Mereka berjalan menuju kelas atas hingga berpapasan dengan Al dan kawan kawan. Karena tadi Al harus mengatar ketiga sahabatnya untuk menanyakan dimana kelas dan ternyata sekelas sama Al.

Tanpa melihat Xalva, Al tetap berjalan dengan salah satu tangan masuk dalam kantong. "Aaa kak Al ganteng banget!" Teriak putri membuat Al menoleh.

Tersenyum smrik dan berjalan mendekatinya. "Mau jalan bareng baby?" Bisik Al langsung menggandeng tangan putri, ia tau tanpa menjawab putri tidak mungkin menolak pesonanya.

"Gila si Al baru juga mau gue gebet udah diduluin," kesal Handika membuat Al berhenti berjalan.

"Gue setia kawan bor. Kalau lo mau dia ambil, ngak butuh cewek yang dulu ngatain gue lemah," ucap Al mendorong kasar putri kepada Handika namun sayangnya Handika malah menyerongkan tubuhnya membuat Putri terjatuh.

"Ngak jadi deh. Ceweknya ngak ngaca, dulu dihujat sekarang dipuji," sindir Handika kembali berjalan.

"Dia berubah banget ngak sih? Dari segi luar sampe dalam dan parahnya saat lo papasan sama si letoy ngak nengok, ngelirik pun kagak" ucap Celio menatap Al dari kejauhan.

"Biarin selagi ngak ganggu kita," acuh Xalva.

"Mungkin dia bersikap gitu buat nunjukin dia ngak lemah. Lo liatkan tatapannya lebih dingin daripada lo, dia seperti iblis kecil," komentar Auz.

"Bagi gue dia tetapi bayi gede milik gue,"

*
Bel istirahat sudah berbunyi membuat Al beranjak namun sebelum itu menghampiri cewek cupu yang dulu pernah menolongnya. "Yok kantin gue yang bayar," ucap Al menarik lengan gadis itu.

"Tapi Al ak-"

"Ngak ada penolakan atau gue suruh tiga orang dibelakang gue buat bully lo," ancam Al segera menarik bahu Cempaka, nama gadis itu.

Lima remaja itu membuat langkahnya bak artis yang selalu disorot, melihat itu Handika berlagak sombong sambil membalas lambaian tangan dari yang menyapanya.

"Penuh bor. Duduk dimana nih?" Tanya Aroi membuat Handika menoleh lalu mencari meja atau kursi kosong.

"Disana, meja pojok masih ada kursi. Cukuplah kalau cuma berlima," ucap Handika pergi mendahului temannya.

"Numpang makan dulu bolehlah bro?" Tanya Handika menepuk punggung Bastien, ya meja yang ditunjuk Handika adalah meja anak geng itu.

Mereka berempat langsung duduk mengisi bangku kosong. Xalva melirik Al yang terus bercanda dengan Cempaka, kok rada nyes gimana gimana gitu.

"Eh sebelum gue pesen makanan, mending kita kenalan dulu. Gue Handika," ucap Handika menyodorkan salam kenal.

"Ini Zale,"

"Ini Aroi,"

"Dan ini pasti kalian udah kenal," lanjut Handika memperkenalkan semua sahabatnya.

"Mereka kenal gue? Kok gue ngak kenal?" Sahut Al menatap dingin empat inti geng itu.

"Han mie ayam lima es teh lima," titah Zale menatap malas kediaman sesaat.

"O-oke deh tunggu,"

"Kak aku teh anget aja," ucap Cempaka saat Handikan akan beranjak. Mengacungkan jempol sambil berjalan, Handika.

"Lo serius ngak kenal kita kita? Padahal dulu kita sering nongkrong bersama," ucap Celio menatap selidik Al yang bermain rambut Cempaka.

"Biasanya dia suka lupa ingatan sama orang ngak penting, jadi kesimpulannya lo tau kan?" jawab Aroi.

"Masa iya? Termasuk Xalva juga?" Aroi mengangguk mantap.

"Masa iya dia lupa sama orang penting kayak Xalva secara kan dia pacarnya,"

"Mantan goblok!" Sewot Bastien.

"Nah iya maksud gue mantan,"

"Mantan penting diinget ngak?" Tanya Zale, akhirnya Zale kebagian dialog.

"Ya kalau nyakitin ya ngak penting," ujar polos Celio menggaruk tengkuk lehernya.

"MAKANAN DATANG!!" teriak Handika membawa nampan berisi es sedangkan mi dibawakan penjual.

"Ck! Kebiasan banget sih lo!?" Kesal Al membuat Handika menyengir kuda.

"Udah dari orok gini mangkanya ngak bisa sehari ngak teriak," sahut Handika sambil menuangkan saos ke mi ayamnya.

Sejak tadi Xalva hanya diam tapi matanya sering melirik Al yang sekarang menegur Cempaka agar tidak menuangkan banyak sambal.

"Nanti mules baru tau,"

"Tapi Al kalau ngak pedes rasanya kayak ada yang kurang," jelas Cempaka membetulkan kaca matanya.

"Cempak bisa dibilangin tidak? Atau lo mau bayar semua ini?" Ancam Al membuat Cempaka diam tak berkutik.

"Yaelah Al pacaran mulu, hargailah kita yang jomblo," ucap Handika.

"Mata mu i pacaran," ketus Al.

"Weleh santai bor. Gue cuma bercanda kok," suver Handika.

Brak!

"Lo bisa diam ngak sih? Ini tempat makan kalau mau nyocot sana pergi! Jauh jauh dari meja gue!" Bentak Xalva tak tahan melihat celometan Handika dan yang lain.

"Ya Ampun neng-"

"Handika!" Tekan Zale. Baiklah Handika mengalah jika sudah Zale yang berbicara.

Bukan takut hanya saja Handika selalu menghormati Zale lebih dari Al maupun Aroi. Mangkanya tidak heran jika Handika akan diam saat ditegur Zale, dan semua juga tahu itu.

Tbc

My Boyfriend Cute [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang