Sejak datang ke kelas. Meila terus melamun sendiri, tidak ada yang mengatakan mengapa. Karena memang Meila tidak punya teman.
Karena teman sekelas khususnya cewek sangat menghindari Meila. Tapi masih ada sebagian yang mau berteman hanya saja tidak selalu ada.
"Meila! Meila!" Teriak bu Dina menghampiri Meila yang masih saja melamun.
Tangan yang digunakan menyangga dagu ditepis pelan oleh bu Dina membuat Meila sadar. "Ha? Ada apa bu?" Tanya Meila menatap bingung bu Dina.
"Kamu yang kenapa. Kenapa sejak tadi ibu perhatiin kamu melamun trus?"
"Maaf saya sedikit pusing jadi ngak bisa konsentrasi sejak tadi," jawab Meila membuat bu Dina mengerti.
"Abel tolong kamu bawa Meila ke uks," titah bu Dina sedangkan Abel berjingkrak kesenangan walaupun saat bu Dina menolah Abel tetap menjaga sikap.
"Ayo Mei," ajak Abel memapah Meila yang hanya menurut saja.
Sesampai di uks Meila merebahkan tubuhnya sedangkan Abel mengambil minyak kayu putih dan mengoleskannya di pelipis, leher dan perut Meila.
"Lo ada masalah apa sih? Sama nyokap bertengkar lagi?" Tanya Abel duduk dikursi yang didekatkan di brankar Meila.
"Bukan kok."
Abel adalah teman sekelas Meila dan dia juga tahu masalah keluarga Meila. Hanya saja dia tidak bisa selalu ada untuk Meila.
"Trus apa dong?"
Meila tahu temannya ini sangat penasaran tentang masalahnya tapi ini masalah yang tidak ingin Meila ceritakan. "Ngak papa. Bentar lagi pulang, bisa ambilin tas gue ngak? Sekalian kalau papasan sama kak Al suruh kesini."
"Kak Al yang tadi istirahat bareng lo?" Meila mengangguk kecil.
"Oke deh gue balik ke kelas dulu. Nanti gue suruh kak Al kesini," Abel pergi meninggalkan Meila sendiri.
Tubuhnya lemas seperti orang memiliki banyak fikiran. Tanganya sibuk memijit pelipisnya hingga beberapa menit kemudian ada pintu terbuka membuat Meila menurunkan tangannya.
"Lo mikirin pilihan lo tadi sampe pusing? Jangan dipaksain Meila, gue ngak mau lo sakit karena beban fikiran lo nambah banyak," khawatir Alvarendra membuat Meila tersenyum kecil.
"Aku udah putusin kak. Aku bakal milih pilihan kedua dari kakak. Tapi gimana sama ibu aku?"
"Biarin aja ibu lo sendiri,"
"Ngak. Sejahat jahatnya ibu, dia tetep ibu aku dan aku ngak bakal tega lihat ibu sendiri,"
"Ya trus lo mau gimana? Ibu lo itu orang mata duwitan, kalau lo bawa ibu lo ikut yang ada ibu lo bakal maksa lo buat meras duwit Leonard. Dan jika dia tahu mungkin kepala ibu lo bakal ilang," jelas Alvarendra mengentengkan ucapannya sedangkan Meila mendelik tidak percaya.
"Pak Leonard mafia? Atau pyco?" Tanya Meila merinding ketakutan.
"Dua duanya tapi lo ngak perlu takut. Dia ngak bakal nyakitin lo kalau lo nurut sama dia,"
"Udah malasah ibu lo ngak perlu lo fikirin biar Leonard yang mikir. Besok jam delapan malam temui gue di depan lapangan sepak bola dekat kafe," lanjut Alvarendra sebelum meninggalkan Meila yang berfikir negatif tentang Leonard.
Alvarendra berjalan santai menuju parkiran namun Alvarendra muter dulu hingga akan melewati parkiran montor. Mata tajamnya menatap Xalva yang tertawa bersama teman temannya.
Alvarendra berdeham kecil sebelum mendekati segerombolan itu lalu tersenyum manis. "Hai semua," sapa Alvarendra membuat mereka menoleh kearahnya.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Celio.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Cute [Tamat]
Novela Juvenil"Duh cowok kok letoy sih? Malu sama otot," ejek segerombolan cewek saat Aiko Alvarendra Rajendra atau biasa disebut Al itu. "Ngak papa letoy yang penting pacar aku leader geng montor," balas Al tersenyum mengejek pada cewek yang menghinanya tadi. "A...