Semakin malam acara semakin meriah. Waktu tidak membuat mereka berniat pulang, malah semakin asik bergoyang dibawah lampu disko. Ya walaupun diluar ruangan.
Yang paling heboh dan enerjik adalah anggota dari Xalva. Mereka bersorak mengikuti lagu lagu yang dimainkan. Namun tidak sedikit orang memilih untuk menonton.
Sementara Alvarendra baru gabung setelah pulang dari rumah ayah angkatnya untuk menanyakan soal besok. Dengan balutan rapi serta kancing atas sengaja dibuka, gerah cuy.
"Lo semua udah beres beres?" Tanya Alvarendra pada ketiga temannya.
"Iya udah dari siang selesainya." Jawab Handika perwakilan dari dua temannya.
"Kita jadikan pakek jet om Delio?"
"Jadi dong. Kapan lagi ayah mau pinjemin jet kesayangannya buat kita," ucap senang Alvarendra. Bikin anak bahagia itu mudah, kadang caranya yang sulit -Delio.
"Yoi bisa hemat biaya lagi. Duh ngak sabar besok, apalagi disana banyak gadis gadis penyuka ukuran," otak Handika liar hingga jitakan keras didapatnya. Sudah dibilang Zale sangat menjaga kesucian otaknya tapi Handika selalu mengucap dihadapan Zale.
"Macam macam gue gorok lo!" Ancam Zale menajamkan mata membuat Handika mendengus kesal sambil mengusap kasar keningnya.
"Jangan jadi sad bay Oi. Mending kita ngedugem disana," ajak Handika menarik tangan Aroi yang sejak tadi diam seperti patung hidup. Kembali seperti dulu sebelum kenal Cempaka, tapi tetap happy kiyowo.
"Awasi dia. Gue mau mengubah masa depan sama ketemu seseorang yang spesial," ucap Alvarendra membuat Zale menoleh dengan selidik.
"Bilang aja Xalva, Al. Yaudah gue kesana dulu. Nanti pulang bareng atau sendiri?"
"Sendiri." Zale mengangguk sebelum pergi sedangkan Alvarendra berjalan santai menuju gadis cantik dibawah pohon rambutan itu. Untung bajunya tidak putih.
"Ngak dingin?" Tanya Alvarendra membuat Xalva yang semula sibuk menatap anggotanya menoleh.
"Peduli apa lo?" Cetus Xalva menatap Alvarendra sengit.
"Kalau ngak peduli kenapa gue bilang ngak dingin?" Xalva terdiam.
Ada apa dengan Alvarendra? Tumben sekali anak ini peduli dan mendatanganinya. Perlu diketahui Xalva sedang berusaha move on, mangkanya dia jarang menunjukkan diri didepan Alvarendra.
Tapi malam itu Alvarendra datang dengan senyum manis diwajahnya yang diterangi lampu remang. "Ikut gue sebentar," ajak Alvarendra tidak menunggu jawaban dari Xalva.
Yang semulai berjalan cepat kini memelan saat merasakan Xalva kesusahan menyamakan langkah besar kakinya. "Ngapain ke atas?"
"Udah diem aja. Nanti lo juga tahu sendiri." Xalva mendengus namun tetap pasrah dirinya diseret paksa.
Ceklek!
Hal pertama yang dirasakan Xalva adalah hawa dingin. Membuat tubuhnya merinding seketika. Alvarendra memelepaskan sautan tangan sambil berjalan kedepan. Sementara Xalva menggosok antara tangan dan lengan atas.
"Pakek. Gue ngak mau gadis gue sakit," ucap Alvarendra memberikan tuxedo dan mengisakan kemeja hitam saja.
"Ha? Gadis lo maksudnya?" Beo Xalva mesejajarkan Alvarendra yang duduk dikursi sofa menghadap barat. Gelapnya langit yang ditaburi bintang menambah kesan indah.
"Ingatan gue udah kembali. Semua memori tentang kita, kebersamaan, tingkah polos gue, gimana cengengnya gue dulu, udah gue inget. Termasuk waktu gue tahu kalau lo deketin gue cuma karena taruhan."
Xalva diam menatap wajah pahatan hampir sempurna itu. Matanya begitu teduh saat memandang gelapnya malam. Tetapi masih ada rasa sakit yang tidak akan pernah hilang bekasnya.
"Boleh jujur? Apa bener perasaan yang lo ungkapkan setelah kita putus itu tulus?" Tanya Alvarendra menembus mata manik milik Xalva.
"Hm. Gue bener tulus dari hati. Nyatanya kata orang kita perlu kehilangan untuk merasakan bagaimana rasa kehilangan dan kekosongan itu. Semua udah gue alami setelah lo pergi bahkan lo berubah drastis, entah itu karena bukan sifat asli lo atau gaya baru lo. Jujur gue ngak tahu kenapa gue bisa cinta sama lo, tapi bukannya cinta tidak membutuhkan alasan?" Jelas Xalva tidak menatap Alvarendra lagi, memilih menghirup udara malam yang dingin dengan pelan.
"Kalau lo tulus sama gue. Kenapa beberapa hari lo ngindarin gue?" Tanya Alvarendra tetap menatap wajah cantik Xalva yang sedikit tertutup oleh rambutnya.
"Gue belajar move on dari lo. Gue pengen lo bebas tanpa gue, gue pengen lihat lo bahagia ya walaupun tanpa gue. Gue sadar kok, luka yang gue kasih bener bener parah sampai ingatan lo hilang," Xalva tersenyum kecut dengan menundukkan kepala.
Rasa bersalah kembali menyelimutinya. Alvarendra terlalu baik untuk dirinya yang hanya memanfaatkannya saja. "Mungkin ini juga terakhir kalinya kita bertemu," guman Xalva memainkan sepatunya. Ia merasa tidak pantas jika terus berjuang untuk cintanya, ia juga sudah memutuskan untuk move on.
"Semudah itu? Semudah itu lo bilang mau move on dari gue? Ck! Lo memang lemah kalau masalah berjuang. Padahal gue inget dulu pantang menyerah buat pacaran sama gue. Itupun demi taruhan," cetus Alvarendra menggelengkan kepalanya. "Apa perlu gue suruh orang buat tantang lo? Supaya lo mau berjuang lagi!?" Lanjutnya sedikit emosi.
"Ngak gue ngak mau berjuang lagi dengan cara salah. Gue ngak mau lo sakit lagi karena gue!" Tolaknya dengan menekan ucapannya. Ia sangat menolak keras tantangan sesad itu.
"Kalau begitu jangan move on dari gue. Lo harus berjuang, bersama gue. Ini semua karena lo udah berani masuk ke kehidupan gue, jadi gue yang bisa nentuin. Apakah lo bisa pergi membawa cinta atau sebaliknya." Ucap Alvarendra berbelit belit membuat Xalva menyergit bingung. "Maksud lo apa sih!?"
"Khwaabon Khayaalon Khwaahishon Ko Chehra Mila," ucap Alvarendra memainkan pita suaranya.
Sementara Xalva malah semakin bingung mendengarnya. "Khwaabon Khayaalon Khwaahishon Ko Chehra Mila,"
Alvarendra berdiri sambil tersenyum misterius. "Mere Hone Ka Matlab Mila," lanjutnya menghadap kearah Xalva yang masih mode bingung.
"Koi Mil Gaya...,Koi Mil Gaya...," Alvarendra mengubah senyumnya menjadi senyum semanis mungkin.
Xalva mengangguk sambil tersenyum kecil. "Haan Kaun Mil Gaya?" Tanya Alva mengikuti irama Alvarendra.
"Koi Mil Gaya...," Alvarendra membalikkan tubuhnya lalu berjalan mendekati pembatas dengan perasaan tidak bisa dijelaskan.
"Dil To Apna Pehle Bhi Dhadka Kiya,"
"Par Kyoon Aaj Aisa Laga,"
"Koi Mil Gaya...,Koi Mil Gaya...," lanjut Alvarendra tiga berturut turut.
"Haan Kaun Mil Gaya?" Tanya Xalva dengan gemes.
"Koi Mil Gaya...,"
Xalva mendengus gemes namun sedetik kemudian ia mengucapkan lirik pertama yang diucapkan Alvarendra. "Khwaabon Khayaalon Khwaahishon Ko Chehra Mila,"
"Par Kyoon Aaj Aisa Laga," sambung Alvarendra.
Mereka berdua saling tersenyum lalu memeluk satu sama lain. "Koil Mil Gaya...," bisik Alvarendra menyembunyikan wajahnya dicengkuk leher Xalva.
Xalva terkekeh kecil. "Jadi lo dapetin siapa hm?"
"Kamu. Aku mendapatkan kamu," cicit Alvarendra mengeratkan pelukan itu membuat Xalva tersenyum senang.
Niat hati move on dia malah ditembak dengan menggunakan lagu romansa dari negera India.
"Aiko milik Alva...."
"Alva juga milik Aiko...."
End
Sawadhe khap/kha alhamdulillah banget udah selesai. Tapi aja masih ada extra part yang udah aku bioang beberapa hari lalu.
Kalian boleh bantu share agar cerita ini bisa diketahui banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Cute [Tamat]
Novela Juvenil"Duh cowok kok letoy sih? Malu sama otot," ejek segerombolan cewek saat Aiko Alvarendra Rajendra atau biasa disebut Al itu. "Ngak papa letoy yang penting pacar aku leader geng montor," balas Al tersenyum mengejek pada cewek yang menghinanya tadi. "A...