Setelah pulang dari apartemen Xalva, Al langsung pulang dan sekarang Al berada dikamarnya yang setiap sudut dipenuhi robot robotan.
Menatap semua robot robotan miliknya hingga matanya tertuju dua bonekah unik, Al tidak ingat apakah memang dia memilikinya. Pasalnya bonekah itu sangat berbeda dengan robot robotannya, membuatnya terlihat mencolok.
Tapi wajah itu mengingatkannya dengan idolanya saat masih menjadi si Al cute. Al menyukai drama yang dimain disalah satu channel luar negri, walau dia tau lawan mainnya adalah sama jenis.
Al mengambil bonekah itu dan menatapnya lekat lekat, sentuhan antara tangan dan bonekah membuat lintasan ingatan Al.
"Alva mau bonekah itu!"
"Ngak boleh!
Al memegang kepalanya yang berdenyut nyeri, memukul kepalanya guna mengurangi rasa sakit.
"Ih Aiko mau!"
"Yaudah satu,"
"Dua biar sepasang,"
"Ck! Iya deh,"
Duk!
Lintasan yang malah membuat kepala Al semakin sakit membuatnya tidak sadar membenturkan kepalanya ketembok setelah mengambik ancang ancang.
Lintasan suara dan ingatan berjalan cepat dipikirannya tak lupa rasa pusing dan bau amis mengulak diruangan itu.
*
"Al! Ayo makan siang dulu nak!" Tetiak Calista diruang makan sambil menatap kearah tangga."Al!? Al ayo makan nak!" Ulang Calista.
"Apa dia tidur?" Gumannya, Calista melangkah keatas tangga hingga sampai membuka pintu kamar Al yang ternyata tidak dikunci.
"Ya Allah sayang!" Pekik Calista berlari kearah Al lalu menyangga kepala Al yang terlumur darah.
"Yang? Sayang bangun sayang!"
"Bibi!!Bibi!!!" Teriak Calista mengundang beberapa pembantu datang.
"Iya nyo-Ya Allah den!" Bibi terkaget kaget.
"Cepet suruh pak Seko kesini," titah Calista, bibi berlari sambil berteriak memanggil pak Seko.
**
"Anak ibu baik baik saja, mungkin karena banyak pikiran membuat anak ibu tidak sengaja membenturkan kepalanya sendiri," jelas dokter membuat Calista bernafas lega."Alhamdulilah trima kasih dok,"
"Sama sama, nanti kalau udah sadar suruh istirahat dulu untuk pulang nanti juga sudah boleh. Kalau begitu saya pamit keluar dulu" pamit dokter meninggalkan Calista dan Al.
"Ya Allah sayang kamu mikir apa sih sampe bisa ngelukain diri kamu sendiri? Padahal pikiran papa kamu lebih keras daripada kamu," lirih Calista mengelus wajah Al yang sedikit pucat.
"Eugh, mama kok bau obat obatan sih?" Rintih Al mengerucutkan bibir lucunya.
"Namanya juga rumah sakit, masa bawa menyan,"
"Lah ngapain kerumah sakit? Siapa yang sakit?"
"Iya kamu dong anak emasnya mama! Kamu ini tuh kemana sih kok kepala ditoyorin ke tembok. Bikin khawatir tau ngak," omel Calista membantu Al bangun dan bersandar ditembok.
"Mama tau ngak bonekah yang ada dietalase aku? Itu dari kapan disitunya?" Tanya Al.
"Bonekah dua pakek baju sepak bola itu?" Al mengangguk keras.
"Hampir sebulan kalau ngak salah. Bukannya kamu sendiri yang bawa trus ditaruh etalasi kata kamu dibeliin sama si Alva, kok ngak ingat?" jawab Calista mengambil minum dan meminumnya.
"Masa? Tapi si Alva itu siapa?"
"Al? Apa kecelakaan kemarin kamu lupa ingatan beneran? Xalva atau kamu sering panggil Alva itu pacar kamu,"
Al tediam menatap mata Calista yang menatapnya bingung. "Setiap sekolah ketemu sama dia kok kayak ngak ada hubungan apa apa sama dia? Apa udah putus?" Pertanyaan itu Al ajukan untuk dirinya sendiri.
Al mencabut selang infusnya lalu pergi meninggalkan Calista yang terus menyeru namanya. "Aduh mumet gusti!" Gerutu Calista hanya bisa mengelus dada.
***
Al memasuki gedung apartemen yang tadi pagi ia kunjungi bersama Xalva. Menatap pintu coklat itu lekat lekat bersamaan pintu terbuka lebar."Nga-ngapain lo kesini?" Tanya Xalva mundur saat Al melangkahkan kakinya.
Brak!
Pintu ditutup dengan kasar membuat Xalva sedikit takut ditambah muka Al yang sedatar triplek. "Lo pacar gue? Atau mantan gue?" Kata Al menajamkan matanya.
"E-ehm itu ehm,"
"Pacar gue atau mantan gue!" Bentak Al tetap diwajah Xalva.
"Mantan!" Jawab spontannya.
Al terdiam setelah mendapat jawaban dari Xalva. "Alasan?"
"Ha?"
"Alasan kita putus kenapa?" Ulang Al dengan kalimat yang lebih jelas.
"Gue bakal bilang tapi jangan marah ya?" Cicit Xalva. Haduh kenapa leaders bisa menjadi anak kelinci saat bersama Al sekarang.
"Tergantung,"
"Tergantung apa?"
"Kalau bikin gue emosi paling cuma apartemen lo berantakan," jawab acuh Al membuat Xalva sedikit merinding.
"Ehm kita putus karena lo tahu tentang taruhan. Dulu gue deketin lo karena taruhan dari temen gue," jelas Xalva tanpa melihat mata Al.
Al kembali terdiam menatap Xalva yang menunduk sambil memainkan ujung bajunya. "Ck! Pantes ingatan gue ilang ternyata lo pelakunya," ucap Al.
"Ha? Maksudnya?"
"Ngak. Trus gue kenapa setelah tau taruhan itu?"
"Lo marah dan gue juga ikut emosi karena,"
"Karena?"
"Karena gue belum tau perasaan gue sendiri kalau gue sebenarnya sayang tulus sama lo, tapi itu sudah terlambat kan? Lo berubah dengan hidup baru lo sedangkan gue? Masih suka berharap lo kembali kepada ku," lanjut Xalva.
Xalva tau kesalahannya tidak akan mungkin bisa dimaafkan menginat betapa dulu Al mudah dibodohi. Namun jika diperhatikan ulang Xalva sangat menyanyangi Al hanya saja itu dia terlalu gengsi mengakuinya
"Lo masih?"
"Berharap gue kembali sama lo yang udah bikin gue lupa ingatan? lo tahu tidak ada yang gue lupain kecuali lo. Dan lo tahu artinya? Lo bener bener bikin hati gue sakit sampai hati gue mau ngelupain lo dari hidup gue."
Al mengucapkan sejujurnya apa yang dirasakan hatinya sekarang, walaupun hatinya sakit selama ini tapi Al tidak pernah tahu alasannya.
"Gue minta maaf, mungkin kata maaf gue ngak bisa bikin sakit hati lo hilang atau berkurang tapi gue bisa mengobatinya,"
"Mengobatinya? Dengan datang kembali kedalam hidup gue atau pergi jauh dari hidup gue?" Tanya Al merasakan air matanya mengalir.
"Kalau gue nerima lo kembali, itu sama aja gue nyakitin hati gue sendiri tapi kalau lo pergi itu juga sama nyakitin hati gue."
"Hiks itu tergantung sama pilihan kamu, jika kamu ingin aku kembali. Aku janji ngak bakal nyakitin kamu lagi tapi jika kamu ingin aku pergi, aku akan pergi," ucap Xalva memberi pilihan yang sulit.
Disatu sisi hati di satu sisi juga ego, Al menyungar kasar rambutngya lalu pergi dengan menutup pintu dengan kasar.
"Hiks bolehkan aku memintanya sekali saja, biarkanlah aku bersamannya, menjaganya dan menyanyanginya seperti dulu dengan perasaan yang berbeda. Ijinkan aku kembali merasakan cintanya untuk ku," lirih Xalva merosotkan tubuhnya ke lantai menutup wajahnya dengan lipatan tangan.
Hidup, bahagia, senyum, siapa tahu besok ada atau tidak. Ehm pemikiran yang indah, (aman)
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Cute [Tamat]
Teen Fiction"Duh cowok kok letoy sih? Malu sama otot," ejek segerombolan cewek saat Aiko Alvarendra Rajendra atau biasa disebut Al itu. "Ngak papa letoy yang penting pacar aku leader geng montor," balas Al tersenyum mengejek pada cewek yang menghinanya tadi. "A...