Oktober 2007
"Hai, sorry, gue baru bisa gabung sekarang."
Clara menyapa tiga orang teman sekelompoknya, namun tak ada satu pun yang menjawab sapaannya. Selain ia, ada pula satu cewek yang masuk ke dalam kelompok. Dua lainnya, cowok, salah satunya Galen. Cowok itu malah sibuk menulis entah apa di catatannya.
Karena keberadaannya diabaikan, Clara pun bungkam, namun dalam hatinya sedang misuh-misuh. Ia bingung harus mengerjakan apa, sementara tiga teman sekelompoknya sibuk sendiri. Ia memang sempat mangkir selama dua kali pertemuan diskusi kelompok karena harus syuting. Dan sekarang, ia baru bisa hadir untuk presentasi.
Kalau seandainya ia bisa memilih, ia lebih ingin sekelompok dengan Adam ketimbang Galen yang angkuhnya tiada tara. Bahkan Clara ragu, cowok itu menyadari keberadaan cewek itu. Sejak tadi, selama presentasi kelompok lain, ia tak diajak berdiskusi.
Ah, bodo amat.
Tibalah giliran mereka maju untu mempresentasikan materi mereka. Clara hanya bisa duduk diam, tak berniat untuk ikut maju.
"Kenapa masih duduk?" Clara tersentak ketika Galen tiba-tiba bertanya padanya, pria itu masih berdiri di sampingnya. "Ayo."
Clara mengangguk, lantas ikut berdiri. Akhirnya diajak ngomong juga, kirain tadi Clara dikira macam seonggok kunti yang tak terlihat di mata Galen.
"Kamu catat pertanyaan dari kelompok lain aja," kata Galen pada Clara, yang langsung disanggupi cewek itu.
Presentasi mereka berjalan dengan sangat mulus, berkat kecerdasan Galen. Cowok itu memiliki public speaking yang sangat bagus, dan lebih percaya diri. Bahkan presentasi kelompok ini lebih mirip presentasi sendiri karena kebanyakan Galen yang bicara. Clara dan dua teman lainnya malah terlihat seperti pengawalnya. Entah dia terlalu cerdas atau tidak ingin memberi kesempatan pada teman kelompoknya yang lain.
Meski begitu, Clara tidak terlalu pusing soal itu. Biar saja Galen capek sendiri, yang penting ia ikut kecipratan nilai tinggi.
"Teman-teman, maaf ya, aku nggak banyak berperan di sini."
Usai presentasi, Clara menyampaikan penyesalannya kepada teman sekelompoknya.
"Syuting ya syuting aja. Sekolah ya sekolah."
Ucapan Galen membuat kening Clara bertaut. Dari nada suaranya, cowok itu seperti menyindirnya, apalagi bicara tanpa melihat Clara.
"Ya maap, gue juga nggak bisa ngatur seenaknya jadwal syuting gue."
"Cuma artis pendukung tapi sibuknya ngalahin pemeran utama."
Mendengar ucapan Galen yang lagi-lagi menyudutkannya, menggigit giginya sendiri.
"Harusnya bilang dong dari kemarin kalau keberatan sekelompok sama gue. Atau kalau lo mau, nilai gue nggak usah ditaruh juga nggak papa. Nggak masalah buat gue."
Galen bungkam mendengar kata-kata Clara. Cewek itu jelas kesal padanya.
"Eh, kenapa nih? Ada apa ribut-ribut?" Tiba-tiba Adam datang, merangkul pundak Clara. "Lo diapain sama dia, Ra?" tanya Adam pada Clara sembari menunjuk Galen.
"Nggak ada! Udah yuk, ke kantin. Gue laper, bisa khilaf gue makan orang lama-lama."
Clara langsung menarik Adam pergi. Tidak ingin membuat keadaan makin runyam. Ia tak ingin ada keributan kalau Clara malah mengadu ke Adam. Karena cowok itu pun sama tidak sukanya pada Galen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
ChickLitClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...