Bab 37

26.2K 1.8K 18
                                    

Setelah keluar dari rumah sakit, nampaknya ada yang berbeda dari biasanya. Akhir-akhir ini Galen sering kali bertandang ke unit Clara. Pertama-tama, meminjam hairdryer, lalu sedekah makanan yang katanya terlalu banyak dimasak. Berlanjut untuk terus mengingatkan Clara minum obat dan tidak melakukan pekerjaan berat, terutama pergi ke mana-mana. Alasannya, tentu saja bekas operasi di perut Clara belum mengering.

Dih, memangnya dia pikir dia siapa? Pacar bukan, saudara bukan, apalagi suami. Cuma teman. Bodohnya, Clara malah iya-iya saja mendengarkan ucapan Galen. Harusnya ia bisa saja membantah kalau dilarang keluar apartemen. Harusnya ia tidak usah membuka pintu untuk pria itu. Yah, harusnya begitu. Terlebih lagi, pria itu sudah punya tunangan.

Well, nanti akan Clara coba untuk mengabaikan saja kehadiran Galen, kalau memang pria itu datang lagi.

Suara bel unit seketika mengalihkan perhatian Clara. Ia segera bergegas menuju pintu, melihat melalu lubang intip entah gerangan siapa yang ada di luar sana.

Panjang umur, baru saja Clara memikirkan Galen, ternyata orangnya sedang menunggu dibukakan pintu. Senyum miring Clara seketika tercipta, namun tak urung juga membuka pintu.

Lagi, suara bel menyapa, hingga beberapa kali. Karena tampaknya Galen mulai tak sabaran karena pintu belum saja dibuka. Clara terkikik pelan melihat wajah Galen yang tadinya datar kini berubah tegang lantaran panik.

Hingga sesaat kemudian, pintu akhirnya terbuka tiba-tiba.

Kedua tangan Clara menyilang di dada, sebelah alisnya menaik kalau melihat Galen yang baru saja masuk dengan wajah tegang. Tentu saja bukan Clara yang membuka pintu tadi. Kalau tidak salah, Galen juga tahu kata sandi unitnya. Well, ingatkan Clara untuk mengganti kata sandi nanti.

Galen meneguk ludahnya dengan salah tingkah. "Kamu di sini ternyata. Kenapa nggak buka pintu?" Suaranya sedikit serak, ia lantas berdeham singkat demi menormalkannya kembali.

"Ada apa?" Tentu saja ia harus bertanya maksud kedatangan Galen. Kali ini alasan apa lagi. Pria itu masih mengenakan pakaian formal yang sehari-hari ia kenakan ke kantor, itu berarti Galen tidak langsung ke unitnya.

Galen mengangkat plastik berlabel nama toko kue yang terkenal. "Saya … saya kebetulan beli ini. Kamu mau?"

Tuh kan, sedekah lagi. Clara tidak menolak, apalagi ini makanan kesukaannya. "Mau makan bareng?"

Melihat anggukan Galen, lantas Clara mencibir dalam hati. Tentu saja pria itu takkan melepaskan kesempatan ini.

***
Belum ada pembicaraan sejak keduanya duduk bersebelahan di sofa. Hanya suara kunyahan dan televisi yang menyala di depan mereka. Selebihnya, tak ada suara lain yang keluar dari mulut kedua bertetangga ini. Benar-benar canggung sekali.

Melalui ekor matanya, Clara melirik Galen yang duduk anteng menikmati tontonan. Sementara kue terang bulan sudah habis dilahap. Ia sedang memikirkan topik apa yang cocok mereka bahas untuk mencarikan suasana.

"Ehem." Clara berdeham singkat, menoleh sekilas ke arah Galen yang masih fokus pada televisi. "Kamu … ehm, gimana perasaan tunangan kamu kalau dia tahu kamu itu sering bertandang ke rumah perempuan lain?"

Katakanlah Clara terlalu to the point. Tiba-tiba saja ia memikirkan pertanyaannya tadi. Tapi memang benar kan, untuk apa pria itu sering-sering menemui wanita lain kalau ternyata sudah berpunya?

"Yang jelas kita nggak melakukan yang aneh-aneh."

Benar juga. Mereka hanya mengobrol random, lalu diam menonton film netflix.

"Kamu beneran serius dengan Lea?"

Galen seketika menoleh, terdiam sejenak sembari memandangi Clara yang menunggu jawabannya. "Ya," jawabnya singkat.

Shoulder to Lean On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang