Bab 39

27.6K 1.8K 30
                                    

Baca ini sambil dengerin lagu Sang Dewi - Lyodra, Andi Rianto.
Lagunya bener-bener relate sekali.

"Untuk sementara, pakai ini dulu. Nanti aku beliin cincin yang lebih bagus."

Galen tergelak mendengar ucapan Clara. Ia memandangi cincin yang melingkar longgar di jari kelingkingnya. Clara bilang, cincin ini sebagai bukti bahwa ia siap untuk terikat dengannya.

"Itu artinya kita udah resmi," kata Clara lagi. Ia menarik selimut yang menutupi tubuh polosnya hingga di atas dada.

"Resmi untuk apa?" Galen melirik Clara dengan sebelah alis menaik.

"Pacaran lah. Jadi sepasang kekasih gitu."

"Hm, setelah itu putus."

"Ih, jangan gitu dong. Baru aja mulai kok udah ngomong putus aja." Clara merengut sebal. "Tapi serius deh, aku tuh penasaran sama kamu gimana ceritanya kamu bisa bucin ke aku?" Karena posisi kepala Clara berada di atas dada Galen yang tak terluka, ia harus mendongak untuk melihat wajah pria itu.

"Siapa yang bucin?" elak Galen seraya mengedarkan pandangan ke lain arah.

"Kamu. Ih, waktu itu padahal ngakunya bucin, masa nggak nyadar."

"Saya nggak pernah ngomong gitu, kamu sendiri yang suka mikir asal-asalan."

Clara kesal karena Galen masih gengsi mengakuinya, padahal ia yakin betul bahwa pria itu sudah menunjukkan tanda-tanda bucin terhadapnya. Sontak ia mencubit puting dada Galen dengan gemas.

"AW, CLARA!" Galen meringis antara sakit dan geli ketika Clara menarik putingnya. Lantas mengusap-usap di bagian sana seraya menatap Clara dengan wajah masamnya. "Ngomong-ngomong, hari ini kamu ada kegiatan?"

Clara menggeleng dengan mulut mengerucut. "Nggak ada. Bebas. Soalnya schedule aku bulan ini emang kosong karena pemulihan ini," ujarnya seraya menunjuk bekas operasi di perutnya yang kini sudah mengering. "Kenapa? Kamu pengen kita bercinta seharian?" Tanyanya balik dengan penuh menggoda, disertai kedipan mata ke arah Galen.

Pria itu seketika tertawa, menggeleng-gelengkan kepala. "Hari ini saya ada urusan penting di kantor, jadi nggak apa kalau kamu saya tinggal sendirian di sini?"

"Emang nggak bisa cuti sehari aja gitu?" Clara merengut.

Galen menggeleng. "Besok saya ada sidang pengadilan, jadi hari ini banyak hal yang harus saya urus."

Clara manggut-manggut paham. Sebenarnya, ingin berduaan dengan pria ini lebih lama lagi, tapi waktunya saja yang kurang beruntung.

Galen mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas. Jam di layar menunjukkan pukul setengah enam pagi, masih terlalu dini untuk bersiap mengawali rutinitas. Keningnya mengernyit ketika melihat banyak panggilan tak terjawab dari Bimbi. Serta puluhan pesan chat yang belum ia baca. Well, ia memang selalu mengubah mode silent apabila sedang di rumah, karena tak ingin diganggu.

"Bimbi ngapain menghubungi saya sampai banyak begini?" Gumam Galen seraya menunjuk layar ponselnya ke arah Clara.

Clara menggeleng pelan. Mungkin Bimbi datang ke unit Clara dan tak menemukannya di sana. Bahkan ponsel Clara tertinggal di sana, karena Galen menyeretnya ke sini tanpa disangka-sangka.

Bimbi:
MAS GALEN, CLARA HILANG!
MAS, CLARA DICULIK MAS.
GMNA INI YAAMPUN
MAS GALEN PLIS ANGKAT
Mas Galen dmn sih? Bimbi bel rumahnya kok ga dibuka?
MAS!
MAS GALEN!
YA TUHAAAAN
MAS TOLONGIN CLARA DICULIK

Clara tertawa membaca rentetan chat dari Bimbi begitu Galen membuka ruang obrolan di aplikasi hijau.

"Nggak usah dibales. Biarin aja."

Shoulder to Lean On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang