2006
Motor matic itu melaju kencang meninggalkan Clara sendirian yang mencoba untuk mengejarnya. Namun motor itu tak lagi tampak, hilang ditelan jarak yang kian menjauh. Clara berhenti, memegang lututnya sembari terisak. Buliran bening membasahi pipi. Ia benar-benar tak menyangka mamanya baru saja meninggalkannya di tengah jalan, tanpa menoleh sedetikpun ke belakang.
Clara ketakutan, di jalanan sunyi yang asing baginya. Ia menahan isakannya agar tak terlalu kuat, karena biar pun tempat ini sunyi, bisa saja malah mengundang mahkluk lain untuk menghampirinya. Ia pun berjalan tak tentu arah, tanpa tujuan yang pasti.
Kilatan cahaya mobil seketika menyilaukan pandangan Clara, sehingga membuatnya harus menggunakan kedua tangan untuk menangkis cahaya yang membuat matanya harus menyipit. Dan
"Clara?"
Clara mengenali suara itu, ia lantas menengok orang yang memanggilnya dengan mata menyipit.
"Tante Mary?"
Tante Mary lantas turun dari mobilnya dan menatap Clara dengan heran. Keadaan gadis itu nampak kacau. Mata dan hidungnya memerah, sesekali Clara menyedot ingusnya. Seperti baru menangis.
"Kenapa kamu di sini? Bahaya loh, Cla, di tempat sunyi begini. Mama kamu mana? Bukannya tadi udah datang jemput kamu?" tanya Tante Mary mencemaskan keadaan Clara yang tampak tidak baik-baik saja. Seingatnya, setelah mereka selesai syuting, ia sempat melihat mama Clara datang menjemputnya, tapi kenapa Clara malah di sini?
Clara tak menjawab, karena kebingungan. Tubuhnya menggigil kedinginan. Ia hanya mengenakan kaus dan celana pendek.
"Ya udah, kamu bareng sama tante aja, yuk. Nanti biar supir tante yang nganterin kamu pulang."
Mendengar niat baik Tante Mary, Clara langsung mengangguk. Ia rasa ini lebih baik ketimbang ia jalan kaki karena bingung arah jalan. Ditambah lagi, jalanan sepi begini pasti bahaya.
"Ini pakai selimut, Cla. Kamu kedinginan banget kayaknya." Tante Mary mengambil selimutnya dan mengenakan di tubuh Clara
Clara tak menolak meski ia tak berbicara, mengeratkan selimut itu ke tubuhnya. Beruntung sekali ada Tante Mary yang dengan baik hati memberi tumpangan untuknya. Kalau tidak, mungkin nasibnya akan beda sekarang.
"Clara berhenti di losmen depan aja, Tante."
Mendengar ucapan Clara, Tante Mary mengerutkan keningnya heran.
"Loh, enggak pulang ke rumah?"
Clara tersenyum tipis, enggan menceritakan kejadian sebenarnya. Kalau mamanya meninggalkan Clara di tengah jalan, tidak menutup kemungkinan ia akan ditolak masuk ke rumah kalau Clara pulang. Jadi untuk sementara, ia lebih mencari tempat penginapan saja. Untungnya ia memegang cukup uang.
"Kenapa, Clara? Ada masalah sama mama kamu?" Tante Mary nampaknya peka sekali dengan apa yang terjadi pada Clara. Wajah lesu itu, kondisinya yang berantakan dan tak banyak bicara sudah menunjukkan bahwa gadis itu sedang ada masalah.
Pertanyaan Tante Mary tak dijawab Clara, gadis itu semakin menunduk dan mengusap air matanya membasahi pipinya. Tante Mary menghela napas, tak ingin memaksa Clara untuk cerita.
"Nginep tempat tante aja kalau gitu."
Clara mendongak, sontak buru-buru menggeleng. "Nggak usah, Tante. Nanti ngerepotin."
"Enggak, enggak ngerepotin. Tante cuma tinggal berdua sama anaknya Tante. Jadi kamar banyak kosong juga."
Clara masih menatap Tante Clara dengan sungkan. Di satu sisi, ia ingin menerima ajakan Tante Mary, karena dengan begitu ia tak perlu mengeluarkan uang untuk tidur di penginapan. Namun, di sisi lain, ia tak terbiasa singgah di rumah orang bahkan menginap karena takut merepotkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
ЧиклитClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...