"Sorry ya, baru bisa jenguk hari ini."
Clara menyunggingkan senyum pada laki-laki berkumis tipis yang baru saja tiba di ruang rawatnya, dengan membawa sebuket bunga mawar merah.
"Nggak masalah. Aku seneng kok kamu masih bisa meluangkan waktu datang ke sini."
Diki, pria itu, membalas senyum. Lantas duduk di kursi di sebelah wanita itu. "Gimana keadaan kamu?"
"Baik. Operasinya lancar. Lusa rencananya aku udah dibolehin pulang."
"Syukurlah."
"Oh ya, maaf ya, karena keadaanku begini jadi menghambat proses syuting video klip kamu."
"Nggak papa kali, Cla. Santai aja. Lagian kita belum masuk proses perekaman video. Masih mikirin konsepnya gimana, aku bahkan belum rekaman audio loh, Cla. Santaiiii."
Mendengar penjelasan Diki, lantas menciptakan rasa lega di dada Clara. Sudah cukup ia didepak secara sepihak dari salah satu drama yang sempat ia syuting. Ia tak mau mengalami hal yang serupa lagi untuk proyek kali ini, dimana ia akan menjadi talent di music video milik Diki nanti. Entahlah, kenapa selalu saja ada kendala tiap kali ia banjir rejeki.
Well, bisa dibilang mereka berdua agak dekat sejak menjadi bintang tamu di salah satu acara variety show. Kedekatan mereka bukan tanpa tujuan. Tentu saja mereka akan membuat sedikit bumbu settingan, sebelum proyek bersama mereka dirilis. Well, jaman sekarang marketing dunia hiburan memang berbeda dengan yang dulu, dimana dibutuhkan sedikit sensasi untuk mengundang khalayak ramai.
Rupanya kedekatan Clara dan Diki pun sampai menjadi buah bibir di berbagai media. Meski sebetulnya, status mereka hanya sebagai teman.
"Oh iya, ini aku bawain terang bulan. Kamu suka banget kan sama kue satu ini."
Clara menerima dengan antusias bingkisan yang diberikan Diki. "Makasih banyak."
"Clara baru selesai operasi, dia nggak seharusnya makan makanan yang mengandung banyak gula."
Galen yang sejak tadi duduk di sofa, rupanya sedikit curi-curi dengar percakapan keduanya, lantas menyela pembicaraan keduanya.
"Oh, gitu ya. Maaf, aku lupa. Duh, maaf ya, Cla, harusnya kamu belum boleh makan ini." Diki bicara dengan sesal, merasa bersalah karena melupakan fakta yang satu itu. Ia hanya ingat kalau Clara suka kue terang bulan. Tapi lupa kalau orang sakit tidak boleh sembarangan makan.
"Nggak papa, Ki. Ini kesukaan aku banget. Nggak papa lah icip dikit."
"Nyicip sedikit pun nggak boleh seharusnya," debat Galen lagi. Jelas keberatan dengan ide Clara yang bisa saja menghambat pemulihan.
Clara mendengus dalam hati mencoba untuk menahan emosinya. Lagipula, kenapa sih pengacara satu itu masih di sini? Bukannya ke kantor, malah WFH (Work From Hospital). Lihat, bahkan berkas-berkas dan laptop pria itu ada di meja sana, memenuhi ruangan.
Bimbi pergi ke mana pula? Apa lagi tukar job sama Galen? Sekarang Galen yang jadi asistennya.
"Ya udah, lagian aku juga belum dibolehin makan soalnya," kata Clara akhirnya seraya menyunggingkan senyum pada Diki. "Mungkin besok bisa deh aku makan."
"Besok juga nggak bisa."
Lagi-lagi Galen menimpali. Well, memang benar sih.
"Ya udah, nanti kasih ke Bimbi aja deh. Atau sama Bang Galen aja," ujar Diki seraya tersenyum tipis pada Galen.
"Terimakasih."
Dalam hati Clara mencebik mendengar ucapan Galen, sekaligus menahan tawanya. Kenapa nggak bilang dari tadi kalau dia juga pengen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
ChickLitClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...