Galen
Dah sampaiClara akhirnya bisa bernapas lega ketika Galen membalas chat-nya. Ia selalu merasa tak tenang tiap kali menunggu pria itu pulang. Ia takut kalau kekasihnya itu kenapa-kenapa di perjalanan. Banyak sekali ancaman dalam hidup Clara, bahkan Galen pun ikut kena imbasnya. Kalau waktu itu seseorang tak dikenal hanya menggoreskan pisau di tubuh Galen, bagaimana kalau nanti-nanti malah menusuknya atau bahkan men-dor? Astaga, semoga tidak benar-benar terjadi seperti itu.
Ting Tong!
Clara terkesiap dari lamunannya. Itu bunyi bel unitnya. Pasti itu Galen. Tapi kenapa laki-laki itu tidak langsung membukanya saja, ketimbang membunyikan bel? Padahal sudah tahu kata sandi unit Clara. Meski begitu, Clara tetap berjalan menuju pintu untuk membuka.
Untuk memastikan siapa di luar, Clara mengintip melalui lubang kecil yang sejajar dengan kepalanya. Ia kemudian bernapas lega karena di luar memang betulan Galen, bukan orang lain.
“Kan bisa buka langsung, Sayang. Kok kamu–”
Ucapan Clara terhenti ketika ia melihat bukan hanya Galen yang berada di sana. Di sampingnya ternyata ada satu orang lagi yang membuat rahang Clara mengeras seketika. Sial, kenapa dia di sini?
“Saya kebetulan ketemu mama kamu di lobi.” Galen seolah mengerti dengan keterkejutan Clara. Jadi ia menjelaskan secara langsung.
Yah, orang yang ikut dengan Galen adalah mama Clara. Wanita yang selama ini tak ingin temui bahkan sampai kiamat pun.
“Oh, jadi ini tempat tinggal kamu, Clara. Hebat ya, bisa sembunyi-sembunyi terus dari saya.” Sang mama menyindir, ia menggeser Clara yang masih berdiri di depan pintu. Menilik sekilas ke dalam, lantas menatap Clara lagi.
“Ada perlu apa ke sini?” tanya Clara dingin, tanpa berniat untuk menatap langsung wajah mamanya.
“Kok pake nanya lagi? Emang salah ya, saya mau nengokin anaknya suami saya?” Cemooh Wanda, Mama Clara. “Ayo masuk, saya perlu bicara sama kamu!” Perintahnya, langsung masuk ke dalam unit.
Clara meringis kesal, seraya memandangi punggung Wanda yang kian menjauh.
“Clara …”
Mendengar panggilan Galen, Clara seketika menoleh ke arah kekasihnya.
“Ehm, nanti kita ketemu lagi, ya.”
“Kalau ada apa-apa, call saya aja.”
Clara mengangguk, ia mengecup sekilas pipi Galen sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam unitnya.
***
“Kenapa belum transfer ke saya?”
“Nggak punya duit,” jawab Clara malas, ternyata mendatangi Clara cuma perihal belum dikasih transferan. Lagaknya seakan-akan menagih hutang kepada Clara.
“Jangan banyak alasan kamu. Saya sumpahin kamu benaran nggak punya duit sampai melarat.”
Clara mendengus, membuang pandangan ke arah lagi. Malas sekali ia memandang wajah sengak ibu tirinya. Sudahkah Clara cerita bahwa ia bukanlah putri kandung Wanda, wanita yang selama ini membesarkannya? Ah, tidak. Justru lebih tepatnya Clara yang menjadi tulang punggung keluarga semenjak ayahnya meninggal.
“Hutang kamu ke saya itu masih banyak. Jadi nggak usah belagu kamu, Clara.”
Clara mendengus, ia sudah jengah mendengar omongan ular berbisa yang satu ini.
“Hutang apa? Memangnya belum cukup yang selama ini aku kasih ke mama?”
“Belum. Sampai kapanpun nggak akan pernah cukup.” sergah Wanda. “Kalau bukan karena saya, kamu nggak akan bisa hidup sampai saat ini. Mungkin dulu kamu sudah terlantar entah di mana. Kamu nggak akan bisa jadi artis kayak sekarang ini kalau bukan saya dulunya yang bawa kamu ke produser.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
ChickLitClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...