"Aku ngopi bentar di kafe samping ya, Yang."
"Ya."
"Kalau udah selesai, tinggal we'a aja."
Clara mengangguk, kemudian keningnya dikecup singkat sebelum Nicholas keluar dari ruang salon. Ia tak yakin Nicholas bisa sabar menunggunya di sini, apalagi kalau urusan meni-pedi membutuhkan waktu paling sedikit satu jam. Pergi ngopi sebentar memang pilihan terbaik, kalau bisa pulang saja sekalian.
Clara memejamkan matanya, membiarkan Nail Technician melakukan pekerjaannya; memijat jemari kaki Clara. Rasanya begitu relaks dan menenangkan.
"Tante sendiri kurang tahu dia sukanya apa. Tiap tante pengen masakin sesuatu yang mungkin dia suka, jawabnya cuma, 'terserah mama aja.'"
"Mungkin emang nggak terlalu pemilih ya, Tante."
Samar-samar Clara mendengar orang di samping kursinya berbincang entah apa. Namun entah mengapa Clara seperti agak familiar dengan suara itu. Tapi siapa ya? Clara tetap memejamkan mata, mencoba untuk mengabaikan saja.
"Mas Galen memang agak cuek, tapi perhatian loh dia."
Satu nama itu langsung membuat Clara tersadar, spontan ia membuka matanya dan mengedip-ngedip, memastikan bahwa ia tak salah dengar.
"Justru Lea suka yang cuek-cuek begitu."
Kedua orang itu terkikik. "Awalnya bisa aja cuek, nanti lama kelamaan siapa tahu jadi cinta."
"Ah, Tante bisa aja."
Kening Clara mengernyit, perlahan kepalanya ia tolehkan ke sampingnya demi melihat orang yang sedang berbincang tadi. Benar saja, ternyata di sana ada Tante Mary alias mamanya Galen, bersama dengan seorang wanita cantik yang entah siapa. Keduanya nampak akrab sekali. Sial, kenapa ia malah terjebak di sini?
Clara menggunakan majalah yang sejak tadi menganggur di tangannya untuk ia naikkan sampai menutup wajahnya. Ia tak ingin keberadaannya diketahui.
"Aduh, Mas Galen udah ada di depan."
"Cepet banget nyampenya, Tante."
"Apa dia udah nggak sabaran ya mau ketemu kamu?"
Wanita yang entah bernama siapa itu justru tertawa mendengar gurauan Tante Mary.
Itu berarti Galen ada di dekat sini? Entah kenapa tiba-tiba saja Clara merasakan jantungnya berdebar. Sejak Nicholas bilang sudah menyebar aibnya pada Galen, Clara benar-benar takut bertemu dengan pria itu lagi. Sebisa mungkin jangan sampai ketemu.
***
"Tunggu bentar ya, Mas. Bentar lagi selesai. Ngopi aja dulu di kafe sebelah, ntar mama sama Lea datang."Galen mengiyakan, lantas sambungan telepon dengan mamanya diputus. Ia melirik sekilas tempat salon di depannya, kemudian ia berjalan menuju kafe yang berada tepat di sampingnya.
Mamanya ingin mengenalkan ia pada seorang wanita, yang Galen sendiri lupa siapa namanya, padahal pernah disebut mamanya. Well, nanti juga bisa kenalan. Meski sebetulnya, Galen setengah hati menuruti kemauan mamanya yang sudah berulang kali tertunda dengan alasan Galen terlalu sibuk kerja.
Galen membuka iPad, memeriksa ulang data-data kasus yang sedang ia tangani. Meskipun ini weekend, dan seharusnya ia tak memikirkan pekerjaan, namun ia lebih suka sibuk.
"Silahkan dinikmati."
Galen mengangguk kecil kala seorang waitress menyajikan pesanannya. Ketika mata Galen iseng mengamati sekitarnya, seketika pandangannya berhenti di satu titik. Tepatnya di sudut ruangan, ada dua sejoli yang tengah bercengkrama dengan mesranya bahkan terkesan lebih intim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
ЧиклитClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...