Dalam benaknya yang paling dalam, Clara sibuk berperang dengan dirinya sendiri. Merutuki ketidakberdayaannya di hadapan Galen. Bisa-bisanya ia luluh dengan pria angkuh itu. Ketika Galen menciumnya dan menatap Clara dalam-dalam, wanita itu merasa tubuhnya memanas dan menginginkan pria itu. Seakan Galen memiliki sihir di bola matanya, yang mana bisa membuat Clara jatuh di bawahnya.
Beberapa menit setelah percintaan panas mereka, suasana kamar yang tadinya dipenuhi erangan keduanya, kini diam membisu. Clara memunggungi Galen seraya memegang erat selimut yang menutup hingga ke dadanya.
Dikatakan menyesal, tidak juga. Clara akui, yang tadi cukup mengesankan dan Clara tak bisa menahan senyum bodohnya ketika masih memunggungi Galen. Ini gila, hubungan mereka hanya sebatas lawyer dan klien, tapi bisa-bisanya bercinta.
Suara dering ponsel seketika membuyarkan lamunan Clara. Ia segera memejamkan matanya dan berpura-pura tidur. Itu mungkin handphone Galen yang bunyi. Namun tak ada tanda-tanda ponsel itu diangkat, dan berdering untuk kedua kalinya setelah jeda beberapa detik, lalu berlanjut sampai dering ketiga. Itu sempat membuat Clara terusik, karena Galen tak kunjung menjawab ponselnya.
Mendengar pergerakan ranjang di sebelahnya, Clara kembali pura-pura menutup matanya karena merasa Galen sudah bangkit dari ranjang.
"Clara …"
Clara terkesiap ketika Galen memanggilnya disertai tepukan di bahu telanjang wanita itu. Entah kenapa, sentuhan singkat itu saja sempat membuat darah Clara berdesir, masih membekas ingatan percintaan tadi. Shit! Stop mikir cabul Clara.
"Kenapa?" Tanya Clara pelan.
"Ponsel kamu bunyi dari tadi. Ada telepon dari Bimbi."
Clara mengeryitkan keningnya, namun seketika malu sendiri karena sempat mengira yang berdering sejak tadi ponsel Galen, ternyata miliknya sendiri. Well, mereka punya nada dering yang sama ternyata. Nada dering milik Clara masih pengaturan default, dan tak pernah mengubahnya sekalipun. Mungkin Galen juga demikian.
Apa mungkin jodoh, ya? Clara tertawa dalam hati dengan pemikiran absurdnya.
"Halo, Bim?" Clara mengubah posisinya menjadi duduk, begitu menjawab Bimbi di seberang sana.
"CLARAAA! LO DI MANA? KENAPA BARU ANGKAT SEKARANG? DARI TADI GUE TELPONIN!"
Clara menjauhkan ponselnya dari telinga begitu mendengar pekikan kencang Bimbi. Hampir saja gendang telinganya pecah.
"Gue … gue lagi di …" Clara sibuk mikir. Karena tidak mungkin dia mengatakan kalau posisinya sekarang lagi di unit Galen, dengan kondisi yang tidak bisa dikatakan.
"Lo nggak di apart? Di mana lo?"
"Gue lagi di luar. Lo tahu sendiri lah, dari tadi pagi apart gue dikerubungi wartawan."
"Terus ini gimana buat acara besok? Kita mesti terbang ke Bali malam ini, Cyin."
Astaga! Clara nyaris lupa kalau besok ia harus menghadiri acara award di Bali besok. Ia melihat jam masih menunjukkan pukul tiga sore, dan mereka harusnya berangkat nanti malam.
"Ini masih sore, Bim. Lo nggak sabaran amat dah," decak Clara, seraya mengitari pandangannya ke sekitar. Namun seketika ia salah fokus ke pemandangan yang cukup menarik di arah balkon.
Di sana ada Galen yang tengah berdiri memunggunginya, kedua tangan pria itu berpegangan pada pagar balkon. Galen tak mengenakan atasan, membiarkan punggung telanjangnya menjadi santapan mata Clara. Sudah gitu, pria itu hanya mengenakan boxer yang menampakkan kaki jenjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
Chick-LitClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...