"Ngapain lo di sini?"
Clara menatap marah pada pria yang sejak tadi duduk santai di sofa. Sudah hampir dua menit Clara berdiri diam di tempatnya, sembari mengamati posisi pria yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Sekarang pandangan Clara jadi beda ketika melihatnya, apalagi setelah mengetahui kebohongan pria yang selama ini ia kira pecinta batang.
"Eh, Clara, akhirnya lo datang juga." Bimbi buru-buru berdiri, lalu merintih lantaran jari jempolnya menubruk sofa. Pasti sakit sekali.
"Ngapain lo di sini?!" Clara mengulang pertanyaannya, kali ini dengan intonasi yang lebih keras.
"Gue kerja." Bimbi memamerkan senyum terbaiknya. "Oh ya, hari ini lo ada syut--"
"Gue nggak butuh elo! Gue udah pecat lo, ingat? Jadi mending, sekarang lo pergi!"
"Cla, jangan gitu dong."
"Gue benci pembohong kayak elo!"
Bimbi menarik napasnya seraya mendekati Clara. Namun wanita itu malah memalingkan pandangan ke arah lain, yang jelas tidak ingin melihat wajah Bimbi.
"Cla, gue terpaksa begini karena gue kira lo lebih suka gue yang banci," ujar Bimbi, namun tak ada respon dari Clara. "Ini kenapa gue nggak mau merubah imej gue dari awal kita ketemu. Lo bakalan marah kayak gini."
Clara masih diam seribu bahasa. Ia masih ingat, awal pertemuannya dengan Bimbi. Kejadiannya sudah beberapa tahun silam, Bimbi menyelamatkan Clara dari kejaran begal di tengah jalan, kala itu Bimbi masih menjadi seorang waria yang suka mengamen di tengah jalan. Dan sejak saat itulah, Clara akhirnya mengambil Bimbi sebagai asistennya. Clara merasa dirinya terlalu naif hingga tak pernah menyadari penyimpangan seksual Bimbi yang ternyata palsu.
"Cla, gue minta maaf selama ini udah bohong, tapi plis jangan pecat gue."
"Kekeuh banget lo masih mau kerja sama gue padahal gue udah muak sama lo! Bukannya sekarang keuangan lo udah oke? Jadi seleb tiktok kan lo? Nggak kere kayak dulu. Ngapain lo masih mau kerja sama gue?"
"Karena gue tetep pengen mengabdi sama lo, Cla."
"Hilih, mingibdi. Lo pikir tentara?" Ucapan sewot Clara malah mengundang gelak tawa Bimbi. "Iyuh, malah ketawa. Gigi lo kuning, males gue liatnya."
Spontan Bimbi mengangkat ponselnya tepat di depan wajah seraya menampilkan giginya dan menatap pantulan dirinya di sana.
"Enggak ya, putih nih."
"Udah, sana. Pergi lo!"
"Nggak, gue nggak mau. Gue tetap di sini."
"Keras kepala banget ya lo!" Rutuk Clara geram, mengangkat kepala tangannya hendak memukul kepala Bimbi namun tidak jadi. "Selain homo lo yang palsu, kebohongan apa lagi yang lo sembunyiin dari gue?"
Bimbi langsung gelagapan dan menggeleng cepat-cepat. "N-nggak ada." Benak Bimbi mengumpat lantaran tanpa sadar bicara terbata.
"Masib bohong lo? Dari suara lo aja gagap gitu. Jawab yang jujur, atau gue bener-bener pecat lo." Sambar Clara cepat sembari menuding wajah Bimbi. "Siapa cewek yang malam itu di apartemen lo?"
"Itu … itu cuma temen one night stand gue."
"Enak banget lo malah foya-foya booking cewek. Inget adek lo yang masih kuliah, Biiim! Duitnya jangan lo buat aneh-aneh."
"Iya, Nyaaa. Ini juga cuma sekali-kali. Nggak keseringan jugaaaa." Balas Bimbi, persis seperti anak yang baru dinasehati ibunya.
"Malah ngejawab. Lo--"
Bimbi keburu kabur sebelum Clara sempat meraih kepalanya. Karena kalau sampai Clada berhasil merebut rambutnya dalam genggaman tangan, bisa habis Bimbi kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulder to Lean On (END)
ChickLitClara Attesia, seorang artis sensasional yang sulit berkomitmen dalam percintaan. Ia hanya takut orang yang hidup bersamanya kelak akan kecewa dan penuh penyesalan. Galen Thrisaan, teman sekelas Clara sewaktu SMA sekaligus si ketua OSIS yang duluny...