XTRA 2

16.1K 517 5
                                    

"Tante, adeknya kapan lahir?"

Clara tersenyum mendengar pertanyaan anak kecil yang kini tengah asik menjilati es krimnya. Ia mengelus kepala anak itu dan menyeka bekas es krim di sudut bibirnya.

"Masih lama lagi, Sayang. Kenapa? Udah nggak sabar ya pengen ketemu adek?" jawab Clara seraya mengelus perutnya yang semakin membuncit.

Anak kecil itu mengangguk penuh semangat. "Biar Gana ada teman. Biar bisa diajak main."

Clara terkekeh mendengarnya.

"Soalnya Kak Re sama Mas Gen nggak mau main sama Gana," lanjut anak kecil tersebut yang lebih suka menyebut dirinya dengan nama Gana.

"Kenapa nggak mau? Kan kalau mau main, Gana bisa gabung sama mereka."

"Main sama Kak Re sama Mas Gen nggak enak, main ludo terus. Bosan. Lebih enak main motor-motoran."

Clara hanya bisa terkekeh mendengar celetukan Gana, dengan gemas ia mencubit pipi anak kecil berusia tujuh tahun itu.

Tiba-tiba saja terdengar suara tangisan melengking dari arah yang berbeda. Keduanya sontak menoleh ke arah yang sama, dimana ada dua anak-anak lainnya yang tengah menuju ke arah mereka. Satu anak laki-laki sedang menggendong anak perempuan yang tengah menangis.

"Loh, loh, kenapa? Rhea kenapa nangis?" Clara seketika panik, berdiri dari duduknya menunggu kedua anak itu sampai di depannya.

"Rhea jatuh dari sepeda," ujar anak perempuan yang masih terus menangis terisak-isak. Ia menatap lututnya yang terluka.

"Udah, jangan nangis, jangan nangis. Biar Mas sembuhin lukanya." Anak laki-laki bernama Genta yang tadi menggendongnya mencoba menenangkan Rhea. Lantas tanpa menunggu lama, langsung berlari masuk ke dalam rumah untuk mengambil sesuatu.

"Cengeng banget! Cuma berdarah dikit aja nangis." Gana berkata cuek, seraya melirik Rhea yang masih sesenggukan.

Rhea hanya mampu melayangkan tatapan menghunus tajam pada Gana.

Tak berapa lama, Genta kembali dari rumah membawa kotak P3K. Dengan cepat, membersihkan luka Rhea dan memberikan plester pada luka kecilnya.

"Udah. Lukanya udah Mas obatin." Genta meniup luka Rhea, untuk membuat gadis kecil itu tenang.

"Lagian kok bisa sampe jatuh sih?" Clara bertanya, seraya mengelus rambut Rhea.

"Tadi Rhea nabrak batu besar, jadinya jatuh."

"Lain kali hati-hati."

Rhea mengangguk pelan, ia semakin bergeser ke arah Clara agar Genta bisa duduk di sampingnya. Ia kemudian bersandar pada Ibu hamil itu dan mengelus perutnya dengan pelan, seolah. "Tante, nanti anaknya laki-laki atau perempuan?"

"Hm .... Tante belum tahu, kan belum lahir," ujar Clara.

"Oh iya ya." Rhea terkekeh, namun senyumnya sedikit memudar ketika melihat ada tangan lain yang juga ikut mengelus perut Clara. "Geser ih!!" Clara mengibaskan tangan Gana dengan wajah cemberut.

Gana hanya bisa mendengus, akhirnya mengalah dan menjauhkan tangannya. "Gana jadi pengen punya adek juga, nggak enak punya kakak."

Rhea hanya mencibir tanpa suara.

"Re, Ga... pulang. Dicariin mama."

Tiba-tiba saja ada suara lain yang menghampiri mereka. Seorang laki-laki seumuran Genta, dengan wajah datarnya ia menyuruh kedua adiknya untuk segera pulang.

"Nanti aja, Ko. Masih pengen di sini." ujar Rhea tanpa sedikit pun berniat untuk beranjak dari tempatnya.

"Sekarang." Suara tegas kakak mereka seolah tak ingin dibantah.

Shoulder to Lean On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang