32. Sebelum Janur Kuning Melengkung

28K 1.9K 43
                                    

Clara menolak Galen.

Bimbi menolak Clara.

Haha.

Clara tertawa dengan lingkaran penolakan yang membuatnya terombang-ambing. Ia menginginkan yang satu, namun masih tidak yakin bisa memilikinya. Namun satu lainnya, ia hanya merasa terbiasa bersama-sama dan hanya  ber-motto; jalanin saja dulu.

Ketika Clara tiba-tiba mengajak Bimbi menikah, jawaban pria itu cuma, "gue nggak mau jadi pelarian." Sudah pasti jawabannya penolakan.

"Yang bilang lo pelarian siapa?"

"Wajah lo yang bilang. Keliatan banget lo kayak setengah hati gitu ngajak nikah."

"Sok tau lo!" Decak Clara. "Siapa tahu kita cocok, Bim. Kan banyak tuh yang awalnya nikah karena nggak cinta, lama-lama jadi nyaman."

"Beda orang beda kisah. Nggak mungkin ntar kisah kita sama kayak orang yang lo bilang itu."

"Udah ah, terserah. Kalau nggak mau, ya udah. Nggak usah malah melebar ke mana-mana," cibir Clara sembari melipat tangannya di dada, raut wajahnya nampak jengkel sekali.

Sebetulnya Clara sendiri bingung kenapa ia tiba-tiba mengajak Bimbi untuk menikah. Entah hanya spontan atau memang sedang putus asa? Well, mungkin yang terakhir lebih tepat. Setelah melihat foto makan malam yang diposting perempuan bernama Lea--dimana ada Galen di dalamnya--jujur, ada perasaan perih di hatinya seakan tercubit.

Ia juga tak tahu entah kenapa ia sekarang berada tepat di depan Firma Hukum tempat Galen bekerja. Sudah beberapa hari ini mereka tak bertemu dan … Clara ingin tahu kabarnya. Hm, maksudnya, tentu saja karena Clara ingin bertemu sebagai klien. Banyak hal yang harusnya perlu mereka bicarakan. Tentang kasus perkelahiannya dengan Angela, mungkin. Karena ia digugat sebagai penganiaya. Yah, tujuannya karena itu.

"Halo, Sita."

Clara menyapa sekretaris Galen yang nampak fokus di meja kerjanya, perempuan itu sontak mendongak dan terkejut melihat kedatangan Clara yang tiba-tiba.

"Eh, mbak Clara. Mau ketemu Pak Galen, ya?"

"Betul. Ada di dalam kan dia?"

"Ada, Mbak. Tapi kebetulan sekali Pak Galen sedang ada tamu, Mbak. Bentar ya saya info dulu ke Pak Galen." Sita memberi pesan kepada Galen melalui interkom, dan disambut dengan suara pria yang sudah lama tak Clara dengar. "Katanya masuk aja, Mbak."

"Tapi tamunya masih di dalam. Nggak papa nih?"

Sita tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Mbak. Justru Pak Galen yang nyuruh masuk aja."

Clara mengangguk. Ia lantas berjalan menghampiri pintu ruangan Galen yang tepat di samping meja Sita. Ia menarik napas pelan sebelum akhirnya membuka pintu bertuliskan nametag si empunya ruangan.

Senyum tipis Clara seketika memudar kala melihat siapa tamu Galen. Seorang wanita yang juga membalikkan badan ketika Clara baru saja memasuki ruangan. Lea, nama panggilan wanita tersebut yang Clara tahu dari orang-orang yang mengomentari postingan instagramnya.

"H-hai …" Clara mendadak gugup, mencoba untuk tersenyum di tengah kecanggungan.

"Duduk, Clara." Galen menunjuk kursi di samping Lea, karena Clara malah terus berdiri di dekat pintu.

Clara pun mengangguk, lantas menurut. Bokongnya terasa panas ketika baru saja mendarat di kursi, merasa kurang nyaman. Melalui sudut matanya, ia merasakan bahwa Lea tengah memandanginya penuh minat.

"Hai, Clara ya? Saya Lea."

Dengan ramah, Lea lebih dulu mengulurkan tangan meskipun Clara seperti sungkan untuk menengok ke arahnya. Dari mana wanita itu tahu namanya? Ah, mungkin karena Clara ini public figur dan sering viral baru-baru ini. Ditambah lagi, Clara adalah klien dari orang yang Lea kenal. Tentu saja tahu.

Shoulder to Lean On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang