Enam Bulan-3

681 129 15
                                    

Kimaya terbangun dikarenakan alarm di ponselnya. Ekspektasinya adalah hari sudah pagi dan buru-buru untuk temui tukang yang akan memasang tangga di samping rumah, nyatanya? Hari masih gelap dan baru beberapa menit jarum jam bergeser dari angka duabelas, tengah malam.

Bukan itu yang membuat Kimaya mendesah, akan tetapi barisan kata-kata di note alarm perihal kejadian apa yang harus dirayakan? Kimaya mulai mual membayangkan dirinya menelepon Daffin dan mengucapkan selamat berkurangnya usia di dunia, sebab sudah berbulan-bulan tak bertemu dengan Daffin sejak bercerai.

Pintu kamar utama terbuka, sosok yang tak diduga Kim muncul memakai piyama dan melepas kacamata. Kimaya melongo, bagaimana bisa Daffin muncul di kamarnya, kamar rumah orang tuanya.

"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Kimaya.

Pria itu melepas sendal rumah dan menyibak selimut di sisi lain ranjang. "Aku lelah dan ngantuk. Oh, kau tak mau mengatakan sesuatu padaku, Kim?"

Kimaya terpana, terpaku dan melongo. "A—apa?"

"Mungkin selamat ulang tahun, bukankah ini tanggal lima belas?" tanya pria itu memberi penjelasan.

"Maksudku, apa yang kaulakukan di sini?"

"Entahlah, aku kan hanya manifestasi dari hayalanmu."

Kimaya tertohok dan tertawa, berujung sebulir air mata di sela lukanya menetes, beberapa bulir kemudian diiringi isakan, terasa sakit sampai Kimaya perlu memeluk  lututnya. Sosok itu masih di sana, sebab Kimaya masih membayangkan Daffin—mantan suaminya—duduk di sisi lain ranjang dan tersenyum.

"Pergilah, kumohon enyahlah dari pikiranku," pinta Kimaya sedih.

Aku sudah bekerja keras menyingkirkan semuanya, semuanya berbau tentangmu, Fin. Luka ini mungkin tampak sembuh, kering. Apa kamu tahu dalamnya masihlah basah, luka yang kauberikan padaku begitu menyakitkan, Fin.

Kimaya masih seperti itu untuk lima belas menit setelah pengusiran Daffin hayalan. Hingga waktu berganti menit, ia memutuskan untuk ke dapur, membuat secangkir teh manis mungkin bisa meredakan luka batinnya. Akan tetapi, yang terjadi justru kenangan lama berkelebat dalam pikiran Kim. Wanita berambut lurus sebahu yang gemar memakai sepatu boot, percumbuan di kantor Daffin, hingga bukti transferan yang Kimaya sendiri tak tahu rekening itu.

Kimaya sudah duduk di balkon beralas bantal sofa ketika ponselnya bergetar, sebuah pesan daei aplikasi perpesanan instan masuk. Kimaya pikir itu dari Ro yang mengirim foto kegiatan liburannya, tetapi bukan. Pesan itu dari nomor yang tak tersimpan, sebaris pesan yang dibaca berulang justru makin membuat Kim merasa tak nyaman.

087701122xxx
Apa kabar?

Kimaya menatap layar ponselnya tanpa ada niatan membalas, mungkin juga ragu mau dibalas ataukah membiarkannya, hingga layarnya meredup otomatis. Ia menarik napas, secangkir teh yang tinggal separuh lebih menarik minatnya.

087701122xxx
Aku tahu kau belum tidur, Kim. Aku ada di Malang sekarang, merayakan ulang tahunku sendirian. Menyedihkan.

Kimaya kembali mengabaikan pesan itu, bantal dan guling lebih nyaman guna merajut mimpi kembali, daripada membalas pesan yang tak ingin Kima harapkan. Enam bulan setelah bercerai, tak ada komunikasi apa pun, atau pertemuan yang tak sengaja, tak ada apapun yang terjadi di antara keduanya, hingga dini hari ini, bukankah terasa sangat canggung?

Suara mesin las sedikit berisik dan menyita sebagian besar perhatian Kim di pagi harinya. Beberapa orang yang datang bersama tukang mulai mengerjakan pesanan Kimaya, memasang tangga besi kualitas premium agar bisa nyaman tinggal di lantai tiga tanpa harus masuk dari bangunan utama. Kimaya meninggalkan mereka yang bekerja dikarenakan sudah ada janji temu dengan Lisabeth di kafè langganan.

Infinity ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang