Sikap Aneh-7

544 113 14
                                    

Ghost Writer. Siapa yang menyangka jika ada pekerjaan semacam itu di dunia ini? Kimaya Galadriela salah satunya. Ia tengah berkutat lagi dengan kata-kata selepas bertelepon video bersama dua sahabatnya, Queen dan Wenda. Kedua wanita cantik itu merencanakan liburan akhir bulan ke pantai yang ada di Indonesia, tentu saja sekalian pulang kampung ke salah satu pulau di negara maratim itu. Orang tua Wenda sudah pulang lebih dulu dikarenakan keponakannya mau menikah, lalu disusul Wenda,  Queen dan dirinya nanti.

Kimaya pikir mungkin itu bisa dijadikan healing setelah semua kejadian pahit dalam hidupnya. Maka dari itu, ia memanfaatkan satu hari ini dengan menyelesaikan bab terakhir dari pekerjaannya, menerima sisa pembayaran dan mulai mempersiapkan liburannya. Suara pintu diketuk terdengar setelah sirine ambulans lewat, ia pikir Avery datang, karena hanya anak kecil itu yang sering mengunjunginya, padahal kabur dari rumah.

Kimaya siap menyambut tamu (yang diyakini) gadis kecil, nyatanya bukan! Seorang pria memakai kemeja biru dongker berlengan panjang yang digulung ujungnya tersenyum membalas senyuman Kim. Kimaya menarik senyumnya separuh karena tertegun mengetahui siapa tamunya.

"Kenapa senyummu gitu? Enggak suka ya paman dateng? Atau kamu harepin tamu lain yang dateng?" tanya Egar.

Kimaya mengangguk, "Iya, kupikir Avery yang dateng, ternyata bukan."

"Avery? Siapa?" tanya Egar yang melangkah masuk ke dalam.

Kimaya memberi jalan pamannya agar masuk, sebenarnya enggan, tetapi bagaimanapun pria yang sepuluh tahun lebih tua darinya itu tak mungkin diusir bukan? Egar mengedarkan pandangannya ke seantero rumah Kimaya, lalu duduk di sofa saat Kimaya bertanya mau minum  apa?

"Apa saja boleh, Kim. Kau tinggal sendiri?" tanya Egar basa-basi.

"Enggak juga, Paman. Wenda dan Queen sering nginep sini kok, apalagi halaman depan luas." Kimaya menuang jus jeruk, lalu menaruh sepotong cake pemberian mantan mama mertuanya. "Mama Sharon juga katanya mau datang lagi sama Papa."

Egar mengangguk sambil tetap melihat-lihat. "Kalau Daffin juga dateng, kamu tetep sambut dia?"

"Enggak mungkin kayaknya."

"Kok yakin bener?"

"Yakin, karena enggak mungkin Daffin jauh-jauh ke luar negri hanya untuk nemuin aku, berkencan sama Novi lebih menggoda kan?"

"Bener juga," kata Egar. "Ini kamarnya cuman satu aja?"

"Ini rumah bukan penginapan, Paman. Kenapa tanya gitu?"

"Enggak gitu, kalau paman sama bibimu mau nginep di sini masa tidur sekamar bertiga sama kamu?"

"Emang Paman mau nginep sama bibi? Kapan?"

"Ya jawab aja dulu, Kim!" seru Egar.

"Ya gampanglah, Paman. Bibi sama aku tidur di kamar, trus Paman pake kasur lipat di ruang tengah, beres kan?"

Egar mengangguk-angguk kemudian meneguk sampai kandas jus jeruk sajian dari Kim. "Baiklah, paman mau pergi dulu, ada janji sama temen."

"Iya, trima kasih Paman mau mampir."

"Ya, ya, ya," kata Egar pamit.

Kimaya menutup pintunya dan kembali bergelung dalam kata-kata yang dirangkainya, meski sikap pamannya tadi sedikit mencurigakan dari biasanya. Ketukan kembali terdengar, kali ini beruntun seolah tak sabar untuk segera masuk.

"Cari siapa ya?" goda Kimaya ketika membuka pintu.

"Cari Bibi cantik yang punya makanan enak!" seru Avery serius lalu tertawa kemudian.

Infinity ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang