Kimaya kaget dan memberontak akan sikap Owen, tetapi sungguh ia membenarkan perkataan Owen. "Tapi aku masih enggan berurusan denganmu, hei!"
Owen rupanya telah kebal dengan teriakan Kimaya, buktinya dia masih bertahan dengan mengantar Kimaya ke tempat tujuan, meski diiringi dengan omelan.
"Apa kau memang menjebakku sehingga aku dalam posisi seperti sekarang?"
"Menjebak apa? Apa aku enggak boleh mempunyai pekerjaan sampingan?" tanya Owen.
"Apa yang dilakukan orang kaya tidak butuh uang menjadi sopir angkutan online?" tanya Kimaya penasaran sambil menyipitkan mata.
"Gabut."
Jawaban macam apa itu tuhan.
"Pasti ada pelampiasan kegabutanmu lagi yang buat orang lain keki." Kimaya menebak.
"Kau berharap apa?"
"Menghitung berapa orang yang memakai baju warna yang sama mungkin? Atau mencoba menghitung berapa kali kau bernapas selama seharian ini?"
Owen tertawa mendengar referensi kegabutan yang cukup menggelikan. "Bisa saja nanti akan kulakukan jika benar-benar gabut."
"Yang benar saja!"
"Ke mana pacarmu? Atau mantan suamimu yang masih belum move on itu?"
Kimaya mulanya menoleh ke arah Owen sekilas, kini berubah menoleh sepenuhnya. "Maaf, itu bukanlah urusanmu tuan sopir."
"Ataukah kau yang tak mau membuatnya move on, Mam?"
Kimaya tergelak, "Beruntunglah mood sedang baik, jadi aku tak harus memukul kepalamu!"
"Terima kasih, kau sangat pengertian rupanya." Owen tersenyum girang, padahal mereka saling menyindir.
"Terima kasih sudah mengantarku sampai tujuan, semoga menikmati kegabutannya, Pak sopir terhormat."
Owen memberi hormat layaknya Kimaya adalah nona bangsawan. Kimaya yang sudah ditunggu penyewa jasanya, pun bergegas masuk ke cafe. Kimaya mencari sosok si Penyewa jasanya, tengah duduk sendirian ditemni dua cangkir kopi dan roll cake Wanita berambut pendek dan berkacamata itu tersenyum melambaikan tangan.
Kimaya bersalaman dengan si Penyewa. "Maaf sudah lama menungguku."
"Ah, enggak juga. Oh, ya aku sudah memesankan kopi, tapi kalau kurang panas bisa pesan lagi kok."
"Ah, ini juga cukup. Trims, ya."
"Oke. Bisa langsung kasih tunjuk perkembangan ceritanya, nih?" tanya si Penyewa jasanya.
Kimaya mengangguk sembari merogoh tasnya, mengeluarkan flashdisk dan memberikannya pada si Penyewa jasa.
"Boleh aku bawa? Karena enggak nyaman aku bacanya di sini."
"Boleh, Kak."
"Panggil saja Dinda dan seharusnya aku yang panggil Kakak, aku kan lebih muda daripada Kak Kimaya."
"Baiklah."
Kimaya melongo melihat seseorang di meja tepat di belakang Dinda—kliennya—di sana duduklah Owen sambil melambaikan tangan seperti tadi saat mengantar di depan cafe tadi.
"Kak Kimaya, maaf aku harus pergi jemput anakku di penitipan anak," kata Dinda undur diri.
Kimaya yang perhatiannya dialihkan oleh kehadiran Owen, pun menjadi tak fokus. "Oh, gimana-gimana?"
"Aku mau pergi duluan, karena mau jemputanakku di penitipan anak." Dinda menoleh ke mana arah mata Kimaya tertuju, rupanya pada seorang pria berkaus vertikal hitam-putih di meja seberang. "kenapa enggak bilang kalau datang sama suaminya? Kan bisa semeja aja. Oke, aku pergi dulu ya, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity ✓ (END)
Romance21+ | Update sebisanya ∆Don't Copy My Story∆ Kimaya tak percaya lagi dengan cinta sejak bercerai dengan suaminya. Perekonomiannya amburadul dan terpaksa menyewakan lantai satu dan dua rumah peninggalan orang tuanya kepada seorang pengusaha kuliner...