Perangai - 11

396 92 17
                                    


Lantai utama rumah Kimaya bak ubahnya restoran, ditata sedemikian rupa agar nyaman demi menjamu pelanggan. Pria tua yang duduk di meja pojokan beberapa kali mengembuskan napas, bukan karena pelanggan berulah, melainkan beban kehidupan perihal cucunya yang membuat demikian. Ia bangkit dan mendekati meja kasir, raut wajahnya tampak kebingungan.

"Biasanya jam segini dia sudah turun kan?" tanya Darwin pada kasir wanita.

"Biasanya sudah turun keluar dan naik ke rooftop, Pak."

Darwin mengangguk-angguk pelan, ia berpindah tempat karena ada pelanggan yang membutuhkan layanan. Ia berinisiatif untuk naik ke lantai dua demi mencari sosok gadis kecil periang bernama Avery, cucunya. Darwin cukup terengah-engah ketika sampai di lantai dua, situasi di sana sepi bahkan mengira jika tak ada satupun orang, tetapi telinganya mendengar seseorang mengobrol di dalam ruangan bagian dalam, pun dimasukinya.

Stewart sudah berpakaian rapi dan masih bertelepon dengan seseorang saat Darwin berdiri di ambang pintu kamarnya. Stewart pun segera menyudahi obrolannya dan mendekati Darwin. Pria tua itu menunjuk kamar Avery yang terbuka, namun tidak ada penghuninya.

"Di mana dia?" tanya Darwin.

Stewart menelan saliva, mulai gugup mendengar pertanyaan kakek Ansell. "Avery maksud, Bapak?"

"Ya, siapa lagi?"

"Avery ... Avery pergi dengan pemilik rumah," jelas Stewart pelan.

"Ke mana?" tanya Darwin lagi.

"Ke—"

"Ya sudah, aku mau menunggunya di ruang tamu saja," kata Darwin mulai bergerak ke tempat yang dituju.

Stewart merasa tak enak sekali jika membiarkan pria tua menunggu Avery yang tak akan pulang dalam waktu dekat, pun menghentikan langkah Darwin.

"Avery tidak akan pulang dalam waktu dekat," kata Stewart membuat Darwin heran.

"Apa maksudnya? Memangnya dia ke mana? Katakan yang jelas," pinta Darwin.

"Avery ikut pergi pemilik rumah pergi jauh, ke luar negri," kata Stewart.

"Bersama Ansell juga? Kenapa enggak bilang?"

"Tidak, Pak. Dia pergi sendiri, sementara Ansell pergi menemui pihak sponsor."

"Apa?" Darwin merasa syaraf otaknya mulai terasa menegang, "bagaimana bisa Ansell membiarkan anak sekecil itu pergi tanpa pengawasan orang tua? Orang tua macam apa dia itu, huh? Telepon dia, suruh pulang sekarang."

Stewart sudah bingung, pun makin dibuat bingung. Stewart menelepon Ansell yang kemungkinan besar sudah bertemu pihak sponsor, sebab tak menjawab panggilannya berkali-kali. Darwin duduk di sofa sambil memegangi kepalanya, khawatir dengan keadaan Avery yang jauh dari jangkauan, terlebih pergi bersama orang asing.

Darwin tak habis pikir terhadap jalan pikiran Ansell, bagaimana bisa dia membiarkan anak sekecil Avery pergi jauh dan tanpa pengawasan. Stewart akhirnya bisa bicara dengan Ansell, memintanya segera pulang atas perintah Pak Darwin. Ansell terdengar tak menyukai hal ini dan berkata jika tak bisa janji akan segera pulang. Darwin memejamkan mata dan menempelkan ponselnya di telinga, meminta Ansell untuk pulang saat itu juga.

Stewart urung pergi mengurus pekerjaan seperti biasanya, dikarenakan Darwin dan Ansell kemungkinan berdebat lagi seperti yang sudah-sudah. Darwin tampak menahan amarah, berkali-kali menarik-embuskan napas. Ansell muncul setelah cukup lama menunggu, akhirnya yang ditunggu Darwin muncul.

"Kau bisa hidup nyaman dan santai, sementara anakmu di luar sana sendirian bahkan bersama orang asing?"

"Mereka saling kenal, kok."

Infinity ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang