Hari ini, Bokuto, Kuroo, Aran, dan Kita main ke rumah Sakusa. Tujuan utamanya membahas proyek. Mereka duduk di ruang tengah. Begitu fokus dan serius sampai Tobio dan Hoshiumi datang masing-masing membawa nampan berisi gelas.
"Mari tehnya.." Ujar nyonya rumah itu dengan senyuman manis. Pagi ini Tobio memakai Piyama sedikit kebesaran dan celana pendek, dirinya memang belum sempat mandi.
Pipi Kuroo dan Bokuto memerah. "A-arigatou.." Ujar keduanya bersamaan. Sakusa hanya menatap kearah istrinya datar, ia tidak pernah melarang Tobio mengenakan pakaian terbuka ataupun tertutup, suka-suka pria manis itu selama nyaman. Lagi pula Sakusa bisa diadu berkelahi kalau sampai ada yang berani macam-macam.
Tobio membungkukkan kepala sopan sembari tersenyum. "Arigatou.." Ujar Aran. Ia menoleh pada Kita yang bibirnya sedikit terbuka dan tak berkutik sama sekali. "Kita-san, daijoubu?" Bisik Aran. Pria berambut ganda itu menunduk lalu menggeleng. "Daijoubu Aran." Netranya melirik keatas, kepada istri rekan kerjanya yang masih berdiri disana, menuangkan teh.
"Sakusa bro orang paling beruntung dapat istri secantik ini.." Puji Bokuto sambil geleng-geleng kepala.
Tobio hanya tersenyum, ia melirik kearah Sakusa yang hanya diam.
"Bagaimana Tobio, sudah berapa kali kau dibuat tidak bisa jalan oleh Sakusa? Kalau dia tidak sehebat itu di ranjang aku bersedia menggantikannya haha" Ujar Kuroo bercanda.
Yang kali ini senyum Tobio canggung. Membahas urusan ranjang itu sensitif untuk dia dan Kiyoomi minggu-minggu ini.
PYAR
"Ahk!"
"Kenapa kau tersenyum? Kau pikir lucu ha?!"
Kuroo dan Bokuto seketika menutup mulut, Aran dan Kita terkejut, tangan Hoshiumi meremat nampan tak berani melihat, sedang Tobio merintih di tempat ia berdiri.
Cangkir teh ditangan Sakusa melayang dan kini pecah di depan kaki Tobio. Membuat air teh panas menciprat ke kakinya dan terasa pedih.
Tangan Sakusa mengepal. Apa yang sudah dia lakukan. Bukan, bukan ini yang dia maksud. Dia tidak pernah ingin melukai Tobio. Dia hanya sebal, emosinya sulit dikontrol, dia cemburu, dan rasa cemburu itu mengalahkan pengendalian dirinya.
Dia hanya tidak mau Tobio berpaling atau terhasut omongan Kuroo yang padahal sudah jelas-jelas hanya bercanda. Tapi dimata Sakusa dan ditelinganya, itu bukan candaan. Kecemburuan membuatnya selalu gelap mata dan tuli. Ujungnya berakhir melukai Tobio.
Tobio berjongkok untuk memungut pecahan beling, Hoshiumi segera ikut berjongkok. "Tobio-san, biar saya saja.."
"Oi Omi.. Kuroo hanya bercanda.." Bokuto berusaha meredakan tensi di ruangan itu.
Si rambut jabrik tidak menyangka akan terjadi hal begini. "Omi maaf kalau bercandaku berlebihan, jangan marah pada istrimu begitu."
Kita berdiri untuk membantu Tobio dan Hoshiumi. "Kita-san.." Shinsuke yang menolong, Aran yang panik. Lantaran mereka rekanan dengan Sakusa masih baru, belum tau seluk beluk kepribadian lelaki itu.
"Daijoubu?" Kita meraih tissue, mengelap kaki Tobio, lalu membantunya berdiri, sisa beling diurus Hoshiumi.
Tangan Sakusa tambah mengerat sampai urat tangannya terlihat. Hatinya sudah merasa bersalah tapi melihat pemandangan ini, api cemburunya seperti kembali disiram minyak.
"Daijoubu.." Tobio mundur memberi jarak. Dia tau seberapa buruk toleransi Sakusa terhadap dia 'dekat' dengan pria lain. Begini saja pasti sudah membuat lelaki itu mendidih.
Shinsuke yang sempat menyentuh lengan lembut Tobio menatap kearah tangannya sendiri. Si manis segera pergi dari sana.
.
Tobio masuk ke kamar mandi. Lelaki itu bertopang di wastafel guna mencuci muka. Membasuh air matanya. Sesaat gejolak aneh membuncah dari dalam perut membuatnya seketika mual.
Keracunan makanan kah? Tangan Tobio meremat. Ia mencuci muka sekali lagi dan tendangan mual kembali menerjang membuatnya tidak tahan dan muntah-muntah di closet.
Lelaki manis itu mandi, setelahnya berbaring di ranjang. Musim dingin telah berakhir namun kenapa hidupnya yang giliran jadi dingin. Ia menatap kearah cincin kawinnya.
Cklek
"Senang kau?"
"Yoomi.." Kepala Tobio mengadah. Ia melihat suaminya berdiri berjarak disana dengan ekspresi sengit.
"Jadi kau mau tidur dengan yang mana? Bokuto, Kuroo, atau Kita?" Pria itu tertawa sarkas.
Tobio menatap sendu prianya. "Yoomi kenapa kamu bicara begitu.."
Sekejab Sakusa mendekat dan langsung menjambak rambut istrinya kuat-kuat, mata Tobio kembali berair. Kulit kepalanya panas sekali dan yang lebih sakit orang yang dia cintai yang melakukan ini padanya. "Yoomi.." Bibir Tobio bergetar.
"Kau mau meninggalkanku sekarang kan?!" Tangannya menarik maju mundur membuat kepala Tobio kencang dan semakin sakit. Tangan mungilnya meremat pergelangan tangan Sakusa. Ia menggeleng sambil terisak.
"Kau sengaja menemui mereka karena kau ingin meninggalkanku! Kau merasa aku tidak lagi cukup buatmu, tidak lagi bisa memuaskanmu, jadi sekarang kau mau mencari penggantiku, iya kan!!" Itu bukan pertanyaan, itu adalah luapan kegelisahan Sakusa di lubuk hatinya yang akhirnya keluar.
Mata pria besar itu berair. Dibalik amarahnya yang seram, ia merasa takut di dalam. Ia takut jika ketakutan terbesarnya, dia memikirkan tentang itu terlalu banyak akhir-akhirnini, Tobio meninggalkannya menjadi nyata. Dia tidak mau itu, dia tengah dilingkupi cemburu, tidak percaya diri, dan rasa takut.
Tobio menggeleng. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu Yoomi.." Tangisnya semakin menjadi. Kenapa Sakusa berkata demikian. "Siapa bilang kamu tidak cukup buatku? Siapa bilang kamu tidak membuatku puas?"
Jambakan rambut oleh Sakusa melemah. Air mata pria itu menetes sedang sang istri langsung menangkup pipinya. "Dengan kamu mengecup keningku sebelum tidur tiap malam.. Atau membelai pipiku sebelum kamu berangkat kerja.. Itu sudah sangat membuatku puas.." Napas Tobio tersendat-sendat. "Aku mencintaimu.. Apapun keadaanmu.. Itu janji yang kita ucapkan saat menikah bukan.. Aku akan memegang janji itu selamanya"
Sakusa menangis. Ia menjatuhkan kepalanya ke pundak Tobio. Merengkuh tubuh ringkih itu erat-erat kepelukannya.
Tobio mengecup pelipis Sakusa seraya mengusap punggungnya. Lelaki manis itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Sakusa mengendurkan pelukan. Ia menatap keatas sedang Tobio tersenyum ditengah tangisannya sambil mengusap air mata Sakusa.
"Aku melukaimu.." Jempol Sakusa mengusap air mata di pipi istrinya. Tobio hanya menggeleng.
Kata orang pertengkaran adalah bumbu sebuah hubungan. Jika orang sudah cinta, nalarnya menurun dan semua dikendalikan hati.
Sekalipun Tobio menyadari hubungan rumah tangganya toxic, tidak masalah selama Sakusa masih mencintainya.
Dia akan bertahan.
Bertahan dengan semua keegoisan, kebanggaan, harga diri, keras kepala, dan semua sifat lain pria itu yang seperti api. Tobio bersedia menjadi air. Mengalah untuk memadamkannya. Meski harus membuatnya perlahan menguap, dalam arti merelakan dirinya sakit dan memudar.
"Jangan menyerah denganku, Tobio.."
"Aku hanya mencintaimu, Yoomi.."
.
.
.Sepulang kerja, ada bunyi-bunyian aneh dari dalam rumahnya.
Cklek
"Ngghh Kuroo.. B-bokuto.."
Sakusa yang barusan membuka pintu rumah seketika mendelik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Red (SakuKage) End
Fanfiction[Mature Content 🔞] Anugerah dan bencana, keduanya datang tanpa bisa dipilih. Demi menyelamatkan sang kakak, Kageyama rela melakukan apapun. Termasuk bekerja menjadi seorang penghibur di sebuah club malam milik Sugawara bernama "Dark Red" Disclaimer...