Penjelasan 🍭

51K 5.5K 1.7K
                                    

"Sayang, dengerin aku dulu, oke?" Relvin ngecup kedua tangan Dava yang digenggamnya. Posisinya masih sama, Relvin berlutut dihadapan Dava yang sedang duduk ditepi ranjang.

"Dengerin apa lagi? Dengerin omongan kamu yang bikin aku ngerasa bersalah, terus biar aku minta maaf, gitu?" Kata-kata Dava sedikit tersendat.

"Enggak gitu. Please, dengerin dulu penjelasan aku. Aku nggak pernah—"

"Sekarang aku tau Vin."

Omongan Relvin terpotong.

Dava menatap Relvin dengan mata merahnya, "Sekarang aku tau kenapa hiks.. aku tau kenapa kamu nggak pernah segan-segan siksa aku. Kamu nggak pernah segan-segan lukai aku. Ternyata ini alasannya? Karena aku cuma objek pelampiasan kamu doang, iya'kan?"

"Dear... Please dengerin aku. Aku nggak pernah nganggep kamu sebagai objek pelampiasan. Gak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran aku buat jadiin kamu objek pelampiasan."

"Bullshit."

"Percaya sama aku. Aku sayang sama kamu." Lagi, kecupan jatuh pada kedua tangan Dava.

Dava hanya diam menatap Relvin. Air matanya kembali turun.

Sakit.

Itulah yang kedua orang itu rasakan.

Yang satu, sakit karena merasa dipermainkan. Sedangkan yang satunya, sakit karena melihat orang dihadapannya menangis.

"Terus apa maksud kata-kata kakek? Kenapa dia bilang 'Stop terobsesi dan stop jadiin pacar kamu sebagai objek pelampiasan'. Dari kata-kata ini, entah kenapa aku ngerasa kayak kamu tuh... Masih mengharapkan kehadiran orang lain yang bahkan hiks.. yang bahkan aku gak tau siapa itu. Bisa tolong kamu jelasin?" Kata Dava terisak seraya menarik kedua tangannya.

Mengusap air matanya lalu menundukkan kepalanya. Ia tak kuat. Ia takut. Benar-benar takut jika apa yang ia dengar tidak seperti yang ia harapkan.

"Oke, aku jelasin. Tapi janji, jangan potong omongan aku, dan tolong... Kamu jangan tinggalin aku..." Ujar Relvin lembut. Ia mendudukkan dirinya disampingi Dava. Menarik orang disebelahnya kedalam pelukan.

"Jelasin."

Hanya itu yang terucap dari bibir Dava. Ia tak membalas pelukan Relvin. Hanya diam. Menunggu jawaban.

Relvin diam sebentar sebelum berkata, "...Aku sakit."

"Sakit..?" Tanya Dava sedikit ragu.

"Ya, aku sakit. Bukan fisik, tapi mental. Aku punya 3, dan itu mungkin benar-benar diluar perkiraan kamu. Jangankan kamu, bahkan aku sendiri kadang nggak percaya kalo aku sakit." Jelas Relvin lalu terkekeh pelan.

Dava diam. Namun, tangannya sudah saling meremat, 'Relvin sakit? Sakit mental?'

Sebenarnya Dava sudah menduga dari awal ketika pertama kali Relvin menyiksanya di kamar mandi.

Terkadang Relvin lembut, terkadang kasar.

Terkadang Dava merasa jika itu adalah kekasihnya, namun juga bukan kekasihnya.

Terkadang Dava merasa Relvin jauh, begitu jauh sampai ia sendiri sulit untuk mengenali. Padahal itu adalah orang yang sama.

"Apa aja?" Dava bertanya lirih.

Relvin mengecup pucuk kepala Dava sebelum menjawab, "Obsessive-Compulsive Personality Disorder, Kepribadian Dependen, dan Alter Ego."

"..."

Ia tak mengerti. Tolong jangan salahkan kapasitas otaknya yang hanya sekecil telur semut. Karena... kecuali Alter Ego, ia benar-benar belum pernah mendengar kedua gangguan yang disebutkan Relvin diawal, oke?

Pacaran🍭 [Ketos VS Berandalan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang