"Hai Ame!"
"Hai.. apa aku datang terlambat?"
Monica membenarkan posisi topinya. Kali ini ia memakai celana panjang berwarna navy, disertai kaos pendek berwarna putih dengan rambut yang ia kucir kuda dan ditutupi dengan topi warna putih, dan diakhiri dengan sepatu putih. Tangan kirinya memegang erat tas kecil berwana biru, wajahnya sedikit berkeringat.
Gernan menggeleng kecil, "kita tidak terlambat. Tempat ini baru saja dibuka, lagipun jika kita terlambat itu bukanlah apa-apa. Orang-orang disini teman baikku," jelas Gernan sambil tersenyum kecil.
"Oh.. syukurlah. Beruntung aku memiliki teman sepertimu, terima kasih sudah mau menjadi temanku.."
"Memangnya aku pernah bilang jika kita berteman?" Gernan menatap serius ke arah Monica. Gadis itu menunduk, tangannya memainkan ujung bajunya canggung.
"A--apa kau tidak mau berteman denganku? Lalu kita ini apa?" Tanyanya sambil berkaca-kaca. Demi apapun rasanya Gernan ingin membawa Monica pulang ke rumahnya saja, mengurungnya agar tak ada seorang pun yang bisa melihat wajah menggemaskannya ini.
"Tentu saja kita sahabat! Kau ini.. sudahlah, aku hanya bercanda. Ayok, kita berpetualang!" Ajaknya setelah mencubit pelan pipi Monica membuat sang empu mengaduh sakit.
"Aku ingin melihat dulu yang memanah!"
"Baiklah"
Mereka pergi ke sebelah barat, dimana banyak sekali orang-orang yang membawa sebuah busur dan anak panah.
"Aku ingin mencoba!"
"Tapi, hati-hati.. aku ajarkan?" Gernan menatap khawatir, ia takut Monica malah melukai dirinya sendiri.
"Tidak perlu, aku.. akan mencobanya sendiri." Jika sudah seperti itu, Gernan pun hanya bisa mengangguk kecil, ia memperhatikan Monica yang sudah siap melepaskan anak panahnya ke arah papan target.
Wushh
Jleb
"Sempurna!" Gumam Gernan, matanya menatap anak panah itu tak berkedip. Ia kembali memperhatikan Monica yang melakukannya terus berulang-ulang tanpa kegagalan.
"Bagaimana bisa kau melakukannya? Kau sangat berbakat Ame.."
Monica hanya tersenyum kecil, ia bersyukur berkat latihan secara sembunyi-sembunyi dulu. Ia masih menguasainya, dulu disaat Weiheng sedang tidak ada di kerajaan dirinya sering menghampiri ke tempat latihan para prajurit. Untung saja ada beberapa prajurit yang sudah berumur tua mau melatihnya, bukan hanya memanah, namun pedang dan juga berkuda.
"Kau berlebihan tuan Slair.. barusan aku hanya melakukan pemanasan."
Gernan berdecak, "pemanasan kau bilang? Empat anak panah saling menembus itu baru pemanasan? Lantas bagaimana latihannya?"
Monica menghampiri Gernan yang menatapnya penuh tanya, "kau penasaran tuan?" Gernan mengangguk, kemudian menyeringai kecil.
"Kapan-kapan akan ku tunjukkan," bisiknya kecil sambil memeletkan lidahnya dan berakhir berlari kecil meninggalkan Gernan.
"Kau sungguh penuh kejutan, Ame.. kau tidak sepolos yang ku kira."
"Aku masih polos, kenapa memangnya?" Tanya Monica sambil mengerjap polos, membuat Gernan mendengus pelan.
"Terserah kau saja!"
"Aku ingin berkuda!"
"Kau bisa?"
"Entahlah, aku hanya ingin mencoba. Bagaimana?"
"Baiklah. Tapi aku aku akan berada di belakangmu.."
"Hmm.. jika aku mengatakan tidak. Nanti dia akan semakin curiga, kenapa aku bisa melakukannya. Baiklah, untuk kali ini saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Xiu Juan Transmigrations
FantasyJudul awal : Different soul Genre : fantasy-Transmigrations ini cerita first aku genre transmigrasi >< semoga suka♡ ------- Di hina, Di khianati, dan terakhir di racuni. itulah nasib malang seorang gadis yang bernama Xiu Juan, yang di juluki putri t...