Delapan belas-serba salah

52 6 1
                                    

Dorr

Dorr

"Singkirkan mayat tikus ini.."

Beberapa orang berseragam hitam pun mengangguk dan menyeret mayat seorang pria yang sudah tidak bernyawa.

"Apa tikus yang lain masih ada?" Aidyn memasukkan kembali pistolnya, ia berjalan melewati anak buahnya.

"Tidak, semuanya sudah bersih."

Aidyn berdeham, ia duduk di kursinya. Matanya terpejam karena lelah, beberapa jam yang lalu dirinya dan beberapa anak buahnya termasuk Jake, baru saja bermain petak umpet bersama teman lama.

"Sedang apa kucing nakal itu, Jake?" Aidyn membuka matanya menatap Jake yang menunduk, otaknya tiba-tiba ingin tahu keadaan Monica setelah dua hari dirinya tidak pulang.

"Nona.. sedang nonton di kamarnya, Tuan. Tapi terkadang saya juga mendengar suara tangisnya sambil menyebut namamu, apa mungkin.. dia merindukan Tuan?"

Jake menatap datar Aidyn, pria yang ditatap itu menghembuskan napasnya pelan. Entah kenapa dirinya mendadak khawatir sekaligus senang?

Apa benar Monica merindukannya, sehingga dirinya menangis? Atau karena hal lain?

"Siapkan mobil, aku pulang sekarang."

Jake membungkuk kemudian meninggalkan Aidyn, dirinya tersenyum kecil. Tuannya sudah berubah..

Disisi lain, Monica memberengut kesal, mulutnya tak berhenti menyumpah serapahi Aidyn.

"Dasar suami tidak punya otak! Istrinya malah ditinggal sendiri di rumah, udah ditinggal malah di kasih hukuman tidak boleh keluar rumah selama seminggu. Memangnya aku peliharaan apa?! Ya dewa.. apa tidak berdosa jika membunuh suami sejenis Ardolph?"

Monica menendang-nendang kakinya ke udara, dia sangat frustasi.. dia ingin kabur, tapi tidak bisa. Dia butuh teman berbicara, tapi tidak ada. Handphonenya dibawa Aidyn, mengatas namakan hukuman untuknya.

"Hiks.. hiks.. Ardolph, kau kemana?! Sialan, aku malah merindukan suara pedasmu itu."

Monica membenamkan wajahnya ke bantal, ia merasa campur aduk. Kesal, marah, benci, rindu, semuanya bercampur. Apalagi mengingat hari dimana paman Aidyn kembali bersama seorang gadis yang datang-datang langsung mencium Aidyn di depannya.

Istri mana yang tidak panas, saat melihatnya? Namun Monica hanya tersenyum, bahkan ia mengundurkan diri masuk ke dalam kamarnya. Ia kira Aidyn akan membujuknya, atau mengucapkan kata maaf. Namun, sia-sia, pria itu sama sekali bersikap bodo amat dan malah meninggalkannya sekarang.

"Ardolph!! Sialan sekali kau, hiks, aku membencimu! Sangat membencimu! Kenapa Monica bodoh sekali bersedia dinikahinya?! Lalu, kenapa aku harus marah, hiks, kan aku tidak mencintainya.."

Karena lelah menangis dan marah-marah, Monica memejamkan matanya, berharap suatu hari nanti ia bisa merasakan kebahagiaan..

"Dewa.. aku hanya ingin bahagia" bisiknya pelan dan langsung terlelap.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Aidyn menunggu diluar kamar Monica, berharap gadis itu membuka pintu. Namun, tidak ada jawaban.

Cklek

"Tidak dikunci?"

Aidyn masuk ke dalam, menghampiri Monica yang sedang terlelap damai. Ada bekas air mata diwajahnya, ia mengusap pelan pipi Monica. Hidungnya merah, matanya sedikit membengkak. Sungguh suami yang sangat jahat dirinya.

"Apa kau menangis karenaku?" gumamnya, ia membenarkan rambit Monica yang menghalangi wajahnya.

"Aku.. minta maaf, aku tahu kau marah karena kejadian itu. Namun, aku tidak bisa melakukan apa-apa.. aku bingung dengan perasaanku sendiri."

Xiu Juan TransmigrationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang