Delapan-Tentang Aidyn

107 11 0
                                    

Sudah satu bulan berlalu Monica tinggal bersama Aidyn, tapi ia bosan karena hanya diam di mansion tanpa melakukan apapun.

"Apa aku keluar saja? Berjalan-jalan gitu?"

Setelah menimang-nimang akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke luar sekedar menghilangkan rasa bosannya. Ia pun beranjak berdiri memutuskan mengganti pakaiannya dengan gaun panjang selutut berwarna merah, tak lupa rambutnya ia gerai indah. Setelah dirasa selesai, ia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.

"Kemana?"

Pertanyaan dengan nada tajam dan dingin itu seketika membuat kaki Monica gemetar, ia menelan ludahnya susah karena ia telah melupakan seseorang. Dengan menunduk karena tidak berani menatap Aidyn yang saat ini sedang duduk di sofa.

"A--aku bosan! Aku mati kebosanan, jadi.. aku berencana untuk keluar sebentar. Aku tidak akan lama kok, setelah selesai aku akan langsung pulang. Aku serius! Tolong jangan larang aku, aku benar-benar ingin menghirup udara segar."

Tangannya meremas bajunya erat, ia menggigit bibir bawahnya takut. Takut jika Aidyn akan memarahinya karena ia tidak meminta izin dahulu, tapi dirinya tidak mendapatkan respon apapun dari si pria.

"Hm, nanti akan ku usahakan ikut. Ajak yang lainnya juga."

Monica mengernyit heran tidak mengerti dengan ucapan Aidyn, dengan ragu ia menatap ke arah Aidyn yang sedang berbicara dengan seseorang di telepon, seketika tangannya mengepal kesal. Wajahnya memerah karena marah dan malu, tapi malu yang lebih mendominasinya. Aidyn hanya menatap datar dan sinis ke arah Monica dan berlalu meninggalkannya.

Andai saja Monica punya kekuatan sihir, ia akan mengubah Aidyn menjadi kodok dan menjadikannya makanan ular!

"Bodoh! Bodoh! Kenapa langsung berbicara? Sudah tahu dia tidak akan peduli padaku, untuk apa meminta izin padanya?! Argh!! Ardolph menyebalkan! Iblis! Setan! Monster tam--argh jelek!"

Monica mencak-mencak sendiri, ribuan sumpah serapah ia lontarkan untuk suaminya itu. Dengan nada yang naik turun karena emosi, Monica keluar dengan mood yang mendadak buruk.

Sepertinya ia harus melakukan hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kejenuhan dan kekesalannya ini. Setelah sebuah taksi berhenti di depannya, ia segera masuk dan taksi pun melaju meninggalkan mansion dan juga seseorang yang sedari tadi menahan tawanya.

"Bodoh! Gadis bodoh!"

Aidyn menarik ujung bibirnya, ia tersenyum sangat tipis. Setelah beberapa menit, ia pun menghela pelan dan pergi ke ruang kerjanya.

Ia menatap pigura yang berada di meja kerja dan mengambilnya, menatapnya lekat-lekat seketika membuat napasnya tercekat. Napasnya memburu, ia menahan emosi yang bergejolak.

"Ma, pa, Aidyn merindukan kalian. Aidyn janji akan membalaskan dendam kalian kepada mereka yang sudah membunuh papa dan mama."

Ia pun menyimpan kembali pigura itu dan duduk di kursinya, matanya terpejam mengingat kejadian memilukan yang menyebabkan dirinya hidup sebatang kara tanpa kasih sayang kedua orang tuanya.

Saat itu, Aidyn kecil sedang berlari menuju seorang pria yang sedang merentangkan tangannya untuk memeluk sang putra.

"Papa! Papa jemput Aidyn? Mama mana pa?"

Carrel mengelus kepala Aidyn lembut, ia pun mengecup gemas pipi sang anak. "Mama lagi sakit, jadi Papa deh yang jemputnya. Gak apa-apa kan Aidyn di jemput Papa?"

Aidyn menatap sendu sang papa, bibirnya mengerucut kecil. "Aidyn senang di jemput Papa, tapi sedih dengar Mama sakit."

Carrel tersenyum, ia menggendong Aidyn dan membawanya ke mobil. "Bentar lagi juga Mama sembuh kok," ucapnya menenangkan sang anak.

Xiu Juan TransmigrationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang