50. | END

296 14 3
                                    

Derren mengucek-ngucek mata. Apa dia salah lihat?

Tadi tak sengaja laki-laki itu melihat Reza sedang jalan berdua dengan... Syilla?

"Masa sih itu Reza sama Syilla? Tapi itu emang benar mereka!"

Derren mengusap-ngusap dagunya. Ia memutar otaknya. "Apa mereka ada main api? Gila si Reza!"

Apa jadinya jika Muti tahu kalo suaminya sudah berani main api di belakangnya? Pasti Muti bakal ngamuk besar, apa lagi jika tahu kalo wanita itu adalah Syilla.

Muti sangat membenci Syilla.

"Pokoknya, gue gak mau ikut campur."Gumamnya tak mau terlibat lebih dalam. Semoga saja masalah ini tak merembet ke rumah tangganya.

Derren melihat ke arah jam tangan. Matanya membesar melihat jam itu menunjukan pukul sepuluh pagi.

Derren harus bersiap-siap untuk menjemput Cheryl di bandara.

Hari ini Cheryl dan Muti sudah memberi kabar jika mereka akan pulang.

Derren sangat tak sabar menantinya.

°•°

Derren tak bisa menjemput Cheryl karna ada ganguan sedikit. Dia harus ke kantor karna ada masalah yang harus di selesaikan saat ini juga.

"Kan gue udah serahin ini semua ke Jack! Kemana dia?!"

Para karyawan menunduk. "Jack dari kemarin izin bos, katanya Ibunya yang di kampung sakit."

Derren menghembuskan nafasnya kasar. Terpaksa ia yang handle sendiri.

Perusahaannya hampir saja bangkrut jika tak di selesaikan.

Jam terus berputar. Derren menutup semua berkasnya, tanpa sadar matanya terpejam karna kelelahan. Ia cukup lelah karna pekerjaannya yang sangat banyak.

....

"Payah kemana sih? Kita udah telat nih!"

"Yaudah kita jalan kaki aja, kalo nunggu Payah bakal lama."

"Gak! Tata gak mau ya kalo jalan kaki. Capek tau, nanti kalo kaki Tata sakit gimana?"

Rara memutar bola matanya malas. "Lebay."

Tata mengerucutkan bibirnya.

El sebagai anak pertama harus bertanggung jawab untuk menjaga para adik kembarnya.

Kebetulan ada kendaraan yang bisa mereka pakai untuk berangkat kesekolah.

"Gimana kalo kita naik itu aja?"usul El menunjuk ke arah kendaraan yang sedang berhenti.

Mereka setuju, berlari kecil ke arah tukang odong-odong.

"Bang! Bang! Abang mau anterin kita gak kesekolah? Nanti kita bayar deh."

Abang odong-odong itu menggeleng. Palingan cuma di bayar dua rebu. "Gak bisa. Mending kalian naik yang lain aja."

Nathan mengambil uang dari saku seragamnya. "Yakin gak mau?"tanyanya mengibas-ngibaskan uang berwarna merah.

Mata abang itu melotot. Dia tersenyum lalu tanpa dosa langsung mengambil uang itu dari tangan Nathan. "Ayok naik!"

Mereka naik dan odong-odong tersebut berjalan menuju sekolahan para twins.

CHERYL [2] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang