marah

376 17 0
                                    

"Sudah lah, Pak. Lebih baik kita berangkat sekarang saja, nanti keburu telat berangkat ke kantornya."

Allisya sedang tidak memikirkan percintaannya, ia masih fokus dengan kariernya terlebih dahulu. Bagi dirinya percintaan itu hanya membuat dirinya sangat pusing saja.

Jika dirinya terlalu berharap dengan lelaki nanti yang ada ia dibuat patah hati sejatuh-jatuhnya. Lebih baik ia memperbaiki diri, mengembangkan kariernya dan lain-lain. Agar yang mendapatkan dirinya lebih beruntung.

"Jawab dulu pertanyaan saya, Sya." Adit meminta Allisya untuk menjawab pertanyaannya terlebih dahulu. Sebelum kami berdua berangkah ke kantor.

"Saya tidak menyukai Bapak labih baik Bapak cari saja perempuan lain. Banyak perempuan yang lebih baik daripada saya." Allisya menjelaskan kepada lelaki itu bahwa dirinya sama sekali pun tidak menyukai bosnya. Lebih baik bosnya itu mencari wanita lain saja, tidak perlu lagi mengharapkan dirinya ini.

"Ok, kita berangkat sekarang." Adit menghel nafasnya, memang benar yang di katakan gadis itu kalau dirinya terlalu berharap dengannya saja.

Adit segera masuk ke dalam mobil miliknya, begitu juga dengan Allisya ikut masuk ke dalam mobil bosnya juga. Ia menutupi kembali pintu mobil, tidak lupa juga memasangkan sabuk pengaman di tubuhnya.

"Pak," panggil Allisya.

"Bapak Kenapa sih, diam saja dari tadi." Allisya menegur bosnya mengapa dia hanya diam saja, bukankah tadi ia berbicara dengan dirinya.

"Gapapa," ucap Adit, sebenarnya ia memang sedang marah dengan gadis itu. Tetapi, ia harus menahan amarahnya tak boleh emosi dengannya.

"Bapak Marah yah sama saya?" tegur Allisya bertanya-tanya pada bosnya, apa mungkin dirinya sudah membuat kesalahan hingga membuat bosnya mendiamkan dirinya seperti ini.

"Tidak," sahut Adit, bahwa dirinya tidak sedang marah dengan gadis itu. Hanya saja ia kecewa, dan membuat perasaannya ikut sakit. Saat gadis itu mengatakan tidak menyukai dirinya, apa lagi dia menyuruh dirinya untuk mencari wanita lain saja.

"Terus kenapa Bapak mendiamkan saya?" tanya Allisya, masih ingin tahu alasan bosnya mendiamkan dirinya sedari tadi.

"Saya lagi malas bicara," jawab Adit, jika dirinya sedang malas bicara saja dengan gadis itu.

"Oh," ujar Allisya.

"Dasar wanita tidak peka," sindir Adit, mengatakan pada gadis itu yang sangat tidak peka sekali dengan dirinya.

"Maksud Bapak apa?" Allisya mengerutkan keningnya apa maksud dari ucapan bosnya itu. Ia sama sekali pun tidak mengerti dengan ucapannya.

"Tidak. Sudah sampai lebih baik kita turun," pinta Adit, saat mobilnya sudah masuk ke dalam parkiran mobil. Lalu ia meminta pada sekertarisnya untuk segera turun dari dalam mobilnya.

"Pak, tunggu saya. Jalannya cepat sekali sih," gerutu Allisya berlari mengikuti langkah bosnya dari belakang. Membuat dirinya kewalahan mengejar bosnya itu.

Adit berjalan masuk ke dalam kantor miliknya, di sana sudah di sambut oleh karyawan-karyawannya. Saat kedatangan bosnya ini, mereka semua menyapa dirinya sambil membukukan tubuhnya sebagai tanda hormat saja.

"Selamat datang, Pak." Sapa salah satu karyawan, saat Pak Adit memasuki kantor miliknya.

Sedangkan Allisya masih mengikuti bosnya dari belakang, sampai semua orang memperhatikan dirinya.

Allisya pun sama sekali tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Allisya hanya ingin bosnya itu tidak marah lagi dengan dirinya, ia jadi merasa bersalah.

Saat pintu lift terbuka lebar, Adit segera masuk ke dalam liftnya. Allisya mengikuti bosnya dari belakang, Adit sama sekalipun tidak ingin menatap wajah gadis itu lagi.

"Pak," panggil Allisya, ia ingin mengobrol dengan bosnya.

"Pak Adit ganteng deh," puji Allisya, memuji bosnya agar dia tidak marah lagi dengan dirinya. Siapa tahu dengan pujian, bosnya tidak akan marah lagi.

"Tidak usah puji saya," pinta Adit, meminta pada gadis itu untuk tidak memuji dirinya. Ia paling tidak suka di puji, apa lagi saat dirinya sedang marah seperti ini.

Sekretaris & CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang