"Tahu dari Papahnya Alena sih, dia yang bilang nanti malam gue di suruh ke rumahnya untuk kedatangan Alena ke Indonesia." Arfin tahu tentang wanita itu dari Papahnya sendiri, jika wanita akan kembali lagi ke Indonesia. Dan nanti malam hari, ia akan datang ke rumah untuk menghadiri kedatangan wanita itu ke rumahnya.
"Oh, untuk apa dia datang ke Indonesia lagi?" tanya Adit, ingin tahu kenapa wanita itu ingin tinggal di Indonesia lagi. Bukankah dia yang pernah bilang sendiri akan tinggal di Malaysia saja, di bandingkan tinggal di Indonesia.
"Mana gue tahu Bang, katanya sih dia udah lulus kuliah di sana. Sekarang, dia kembali ke Indonesia lagi mau lanjutin perusahaan Papahnya. Lu nggak mau datang ke rumahnya gitu?" jawab Arfin, dirinya pun tak tahu apa-apa. Tetapi, ia tahu info dari wanita itu jika dia ingin kembali ke Indonesia hanya karena perintah Papahnya sendiri. Dia yang akan menggantikan posisi Papahnya untuk menjaga perusahaannya itu.
Arfin berniat ingin mengajak Abangnya untuk datang ke rumah wanita itu. Sebagai menyambut kedatangannya ke Indonesia, Adit menolak permintaan ajakan dari Adiknya hanya karena ia tidak ingin lagi bertemu dengan wanita itu.
"Tidak, saya sedang sibuk malam ini." Adit mempunyai alasan kepada Adiknya, jika untuk malam ini ia sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"Abang masih marah yah sama Alena, karena dia lebih memilih pergi ke Malaysia untuk melanjutkan kuliahnya dia sana. Dari pada memilih Abang di Indonesia," jelas Arfin, ia tahu mengapa Abangnya menolak ajakan dirinya. Hanya karena saat dulu wanita itu memilih pergi ke Malaysia untuk melanjutkan pendidikannya. Di bandingkan dengan memilih dirinya ini.
"Kamu tidak tahu apa-apa diam saja," kata Adit, tak ingin membahas tentang masa lalunya lagi.
"Gue tahu masalah lu sama dia, apa lagi Alena selalu cerita sama gue." Arfin pun sudah tahu masalah Abangnya dengan wanita itu di saat masa lalunya yang dulu.
Saat kami berdua sedang asyik berdebat, tiba saja ada seorang perempuan masuk ke dalam ruangan ini dengan membawa nampan berisi sebuah kopi untuk bosnya.
"Permisi, maaf mengganggu Pak." Allisya membuka pintu ruangan bosnya, terlihat mereka berdua sedang berbincang lalu menatap dirinya.
"Iya, Ada apa?" tegur Adit, bertanya kepada sekretarisnya untuk apa dia datang ke u
"Maaf Pak, ini kopinya untuk Bapak." Allisya berjalan mendekati bosnya lalu meletakkan sebuah kopi di atas meja kerja milik bosnya.
"Tangan kamu kenapa?" tegur Adit, bertanya kepada sekretarisnya mengapa tangannya begitu terluka. Apa gara-gara dirinya yang sudah menyuruh dia untuk membuatkan kopi.
"Gapapa Pak, tadi terkena kopi jadi tangan saya terluka sedikit saja." Allisya menjawabnya dengan tersenyum, seperti tidak terjadi sesuatu apa-apa. Bahwa dirinya baik-baik saja, hanya terluka kecil sudah biasa bagi dirinya.
"Maaf Bang, tadi gue yang nggak sengaja nabrak waktu dia bawa kopi." Arfin ikut menjelaskan kepada Abang kandungnya, gadis itu terluka di tangannya di sebabkan oleh dirinya. Saat tadi ia tidak sengaja menabrak Allisya sampai bajunya pun menjadi kotor.
"Kamu itu harus hati-hati dong," omel Adit memarahi Adiknya yang tidak bisa berhati-hati saat berjalan.
"Yah maaf Bang, gue 'kan nggak sengaja nabrak dia juga." Arfin hanya bisa meminta maaf saja dengan Abangnya. Bahwa dirinya memang benar-benar tidak sengaja menabrak gadis itu hingga terluka ringan.
"Sudah gapapa Pak. Lagi pula, hanya luka kecil saja kok." Allisya menyudahi perdebatan antara mereka berdua untuk tidak berdebat kembali.
"Luka kamu itu harus di obati. Sebentar saya ambilkan obat dulu untuk kamu," jelas Adit, melihat luka di tangan sekretarisnya itu sangat terluka sekali. Jadi, harus cepat-cepat di obati. Jika tidak di obati, luka itu akan semakin parah nantinya.
"Heh nggak usah Pak, saya baik-baik saja kok." Allisya mencegah bosnya untuk tidak mengobati lukanya ini. Padahal, lukanya saja tidak begitu parah jadi untuk apa lagi di obati.
"Kamu duduk di sana saja, jangan banyak bicara."
Adit meminta pada Allisya untuk berdiam duduk di kursi sofa yang masih kosong saja. Lalu ia beranjak berdiri, berjalan ke tempat lemari untuk mengambil sebuah kotak obat miliknya.
"Ikuti saja apa kata Pak Adit," pinta Arfin, menyuruh gadis itu untuk duduk di tempatnya saja. Menuruti keinginan bosnya, jangan sampai dia membantah ucapannya itu.
"Iya Pak," ucap Allisya menundukkan tubuhnya di sofa yang masing kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekretaris & CEO
RomanceAllisya tipe perempuan cuek, tak ada satupun lelaki yang berani mendekati dirinya. Dia hanya ingin fokus dengan kariernya saja. Adit terus berjuang untuk mendapatkan hati Allisya sepenuhnya. Walaupun lelaki itu selalu mendekati Allisya. Apa yang a...