di marahi bosnya

400 12 0
                                    

"Iya masuk saja," ucap Allisya, meminta orang itu untuk masuk ke dalam ruangannya saja. Saat ia mendengar suara ketukan pintu dari luar ruangannya.

Masuklah atasannya, berjalan mendekati sekretaris. Dia adalah Aditya, ingin memarahi sekretarisnya ini. Bisa-bisanya sekretarisnya menyuruh karyawannya hanya untuk mengantarkan surat ini kepada dirinya.

"Siapa yang menyuruh Ratu mengantarkan surat kepada saya?" tanya Adit dengan nada suara tinggi, bertanya pada sekretarisnya itu.

"Saya yang menyuruh dia untuk mengantarkan suratnya kepada Bapak," jawab Allisya dengan nada takut, ia hanya takut bosnya itu akan memarahi dirinya.

"Bukankah tugas seorang sekretaris itu adalah mengantarkan surat kepada atasannya?" sindir Adit, menyindir sekertarisnya agar dia tahu apa yang di lakukan dirinya itu salah besar.

"Em... Iya saya tahu, tapi saya sedang sibuk. Jadi, saya menyuruh Ratu saja yang mengantarkan suratnya."

Allisya pun tahu, kalau yang di perbuat dirinya itu salah. Tetapi, ia sedang malas bertemu dengan bosnya. Jadi, ia menyuruh salah satu karyawannya untuk mengantarkan surat dokumen itu kepada bosnya.

"Kamu tahu tidak, saya paling tidak suka dengan tugas yang seharusnya menjadi tugas sekretaris lalu di lemparkan ke karyawan lain."

Adit meletakkan surat dokumen itu ke atas meja sampai terdengar suaranya. Membuat Allisya hanya terdiam saja, ia pun tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dirinya memang salah, tapi ia juga sedang kesal dengan bosnya hanya karena permasalahan saat tadi.

"Iya maaf Pak saya salah," ucap Allisya, sudah tidak ingin berdebat lagi dengan bosnya. Karena ia pun juga sudah capek, jika harus berdebat dengan bosnya ini.

"Saya tidak mau tahu, kamu harus mengulanginya lagi."

Adit tak mahu tahu, sekretarisnya itu harus mengantarkan surat dokumen itu kepada bosnya secara mengulanginya lagi.

"Maksud Bapak apa? Apa saya harus mengantarkan surat dokumen ini ke ruangan Bapak?" jelas Allisya, ia sama sekali pun tidak mengerti apa maksud dari bosnya itu. Apa mungkin dirinya harus mengantarkan surat dokumen itu ke ruangannya lagi.

"Iya, saya hanya mau kamu yang mengantarkan surat dokumen ini ke ruangan saya sekarang."

Adit hanya mau sekretaris itu saja yang akan mengantarkan surat dokumen kepada dirinya. Ia tidak mau ada karyawan lain yang menggantikan posisi sekretarisnya itu.

"Ok, nanti saya antarkan Pak." Allisya menganggukkan kepalanya saja. Sedangkan Adit sudah pergi begitu saja, berjalan keluar dari dalam ruangan sekretarisnya itu.

"Kalau bukan bos gue, udah gue marahin kali yah. Kesal banget deh, tadi dia yang ngusir gue. Sekarang aja, malah nyuruh-nyuruh gue segala. Emang yah, bos itu sangat menyebalkan sekali."

Lagi-lagi Allisya sangat jengkel dengan sikap bosnya itu. Sudah membuat dirinya emosi pagi-pagi seperti ini, lihat saja nanti dirinya akan membuat perhitungan dengan bosnya itu.

Dengan tarikan nafasnya, Allisya beranjak berdiri lalu mengambil surat dokumen itu di atas meja. Ia akan segera pergi ke ruangan bosnya, hanya untuk mengantarkan surat dokumen itu kepada dirinya saja.

Allisya berpikir menurut dirinya sama saja, jika Ratu yang mengantarkan surat dokumen itu kepada bosnya. Membuat Allisya sangat bingung, apa yang beda dengan dirinya dengan Ratu.

Saat Allisya sudah berada di depan ruangan bosnya, sambil membawa surat dokumen itu di sebuah tangan miliknya. Dengan hitungan detik, Allisya perlahan-lahan membuka pintu ruangan bosnya.

Tok-tok

"Permisi Pak," kata Allisya, berjalan masuk ke dalam ruangan bosnya dengan wajah terlihat senyumanya.

"Masuk," ucap Adit mendongakkan wajahnya melihat sekretarisnya sudah masuk ke dalam ruangan dirinya. Tumben sekali, gadis itu tersenyum. Biasanya, dia selalu memasang wajah galak jika berhadapan dengan dirinya.

"Maaf Pak mengganggu, saya hanya ingin mengantarkan surat untuk di tandatangani sekarang ini."

Allisya datang ke ruangan bosnya, hanya untuk mengantarkan surat dokumen saja. Langsung saja, ia meletakkan surat dokumen itu dia atas meja bosnya. Tak lupa, ia memberikan sebuah pulpen kepada bosnya itu.

"Hanya dokumen ini saja?" Adit menaikkan kedua alisnya, apa hanya ada satu surat dokumen saja yang harus dirinya tandatangani.

"Yang lu lihat apa, hanya satu 'kan? Pakai nanya lagi!" batin Allisya, rasanya ingin sekali memarahi bosnya ini. Tetapi, ia harus bersabar menghadapi sikap bosnya yang sangat menjengkelkan sekali.

"Iya Pak," ucap Allisya sambil tersenyum.

Sekretaris & CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang