So sibuk?

341 13 0
                                    

"Sudah, apa ada surat lagi untuk saya tandatangani sekarang. Mumpung saya sedang tidak sibuk hari ini," jelas Adit, bertanya kepada sekretarisnya. Apa ada sebuah surat dokumen lagi yang harus ia tandatangani.

"Sok sibuk," ejek Allisya, membuat Adit mendengar perkataan itu.

"Kamu berbicara apa hah?" tegur Adit, apa yang sudah di bicarakan oleh sekretarisnya.

"Nggak ada apa-apa kok," kata Allisya, bahwa dirinya tidak sedang berbicara apa-apa.

"Ok, kamu sudah boleh keluar dari ruangan saya." Adit sudah memperbolehkan sekretarisnya untuk keluar dari dalam ruangannya.

"Saya keluar dulu permisi Pak," ujar Allisya, ia ingin kembali keluar dari dalam ruangan bosnya. Dirinya sudah tidak betah berlama-lama di tempat ini, apa lagi bosnya itu selalu saja memerintahkan dirinya.

"Tunggu..." Adit mencegah sekretarisnya untuk tidak keluar dari dalam ruangannya terlebih dahulu. Karena ada hal yang harus ia bicarakan kepada gadis itu.

"Iya ada apa lagi Pak," tegur Allisya, bertanya kepada bosnya. Apakah ada yang harus ia lakukan lagi, setelah mengantarkan surat dokumennya.

"Tidak jadi," kata Adit hanya menggelengkan kepalanya, bahwa ia tidak jadi berbicara dengan sekretarisnya lagi.

"Hem ok," ucap Allisya, mengiyakan perkataan bosnya saja.

Allisya segera buru-buru melangkahkan kakinya keluar dari dalam ruangan ini. Tetapi, bosnya malah memanggil nama dirinya lagi. Allisya mengepalkan kedua tangannya, rasanya ia ingin membunuh bosnya itu. Hanya membuat dirinya marah dan emosi.

"Allisya," panggil Adit, menatap punggung gadis itu. Lalu Allisya pun membalikkan badannya menghadap dirinya lagi.

"Astaga, nih orang mau ngerjain gue atau gimana sih," batin Allisya, dengan satu tarikan nafasnya. Ia segera berjalan mendekati bosnya, dengan memasang wajah tersenyum.

"Iya Bapak Adit ada apa?" kata Allisya, bertanya kepada bosnya untuk apa lagi dia memanggil dirinya. Ataukah ada yang di bicarakan lagi dengan dia.

"Hem, buatkan saya kopi." Adit memanggil gadis itu hanya untuk di buatkan kopi saja.

"Tumben kopi, biasanya Bapak suka susu tuh." Allisya di buat heran, tumben sekali bosnya itu ingin di buatkan kopi bukan lagi di buatkan susu.

"Saya tidak punya susu," kata Adit, memasang wajahnya begitu sangat datar dan dingin.

"Gila kali," ucap Allisya mengucapkannya dengan pelan.

"Kamu bicara apa?" tegur Adit, apa yang di maksud oleh perkataan sekretarisnya. Ia mendengar semua ucapan dari gadis itu, walaupun suaranya sangat pelan sekali.

"Nggak jadi Pak, saya permisi dulu." Allisya hanya menggelengkan kepalanya, langsung saja ia pergi keluar dari dalam ruangan bosnya. Tak ingin di tanya-tanya lagi, nanti yang ada bosnya itu membahas tentang hal yang tidak penting.

Saat Allisya baru saja keluar dari dalam ruangan bosnya. Tiba saja, banyak karyawan yang memerhatikan dirinya sedari tadi. Membuat dirinya terkejut, dan agak risih juga saat di perhatikan seperti itu oleh orang lain.

"Ngapain aja di dalam ruangan Pak Adit Sya?" tanya Ririn, saat melihat perempuan itu baru saja keluar dari dalam ruangan bosnya. Membuat dirinya bertanya-tanya, apa yang sudah dia lakukan di dalam ruangan itu.

"Hah ngapain? Lah gue lagi nganterin surat dokumen buat Pak Adit Mbak," jawab Allisya, dirinya pun sangat bingung harus menjawab ucapan apa. Sedangkan dirinya saja, hanya ingin mengantarkan surat dokumen itu kepada atasannya sendiri.

"Yakin nih? Atau jangan-jangan habis itu lagi!" tuduh Ririn, semua teman-temannya tak percaya apa yang di ucapkan oleh dirinya.

"Jangan asal nuduh deh kalau nggak ada bukti Rin," tegur Bunga, meminta kepada Ririn untuk tidak menuduh Allisya saja. Ia yakin, Allisya bukan perempuan seperti itu. Tidak mungkin dia melakukan hal yang tidak-tidak dengan bosnya sendiri.

"Tahu nih, jaga bicaranya Rin." Raya meminta kepada Ririn agar menjaga ucapannya itu.

"Mulutnya emang nggak bisa di saring, udah gapapa Sya jangan dengerin apa kata dia yah."

Lia menenangkan Allisya untuk tidak mendengar ucapan dari mulut Ririn. Ia sudah tahu betul sifat Ririn memang seperti itu, tak bisa di saring mulutnya.

Apa lagi Ririn sangat menyukai bosnya, jadi ia sangat tidak suka jika ada perempuan yang mendekati bosnya itu. Hanya boleh dirinya saja yang menyukai atasannya, tidak boleh ada satu orang perempuan pun yang menyukainya.

Sedangkan Allisya sama sekali pun tidak peduli dengan perkataan Ririn, yang jelas ia tidak salah apa-apa. Jadi, ia tidak perlu khawatir lagi.

Sekretaris & CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang