Usai mendapatkan uang pengembalian, Ona mentraktir teman-temannya makan. Bukan makanan pinggir jalan, pilihan mereka agak ngelunjak namun Ona tetap menurutinya. Toh uangnya juga masih lebih dan bisa dikatakan cukup untuk beberapa bulan ke depan.
Tak hanya itu, Ona juga mengiyakan ajakan Arga mampir ke wedang ronde Mbah Darmi yang sudah menjadi langganan mereka sejak Maba. Seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, mereka mengambil beberapa foto di spot terbaik. Yah foto adalah hal yang tidak boleh terlewatkan dalam setiap kegiatan.
Kala dan Ona hanya mengamati teman-temannya dari tempat duduk. Mereka terlalu malas untuk bergabung karena hari ini cukup melelahkan. Setelah kuliah mereka pergi ke kota untuk makan dan sekarang juga masih belum sempat merebahkan tubuh di tempat tidur.
"Sorry gara-gara gue Lo jadi luka." Ona mengalihkan pandangan ke arah Kala. Dia menatapnya heran. "Mana keliatan tambah jelek lagi." Ona membuang napas kesal.
"Lo niat minta maaf ga sih?" Sindir Ona saat mendengar Kala masih sempat mengejeknya saat meminta maaf.
"Niat lah, buktinya gue ngomong langsung." Kala memang ahli kalau dalam urusan ngeles.
"Terserah Lo aja deh gimana enaknya. Cape gue." Ona terlalu malas berdebat hingga dia memilih mengakhiri pembicaraan.
"Tapi Lo maafin gue kan?" Ona menghela napas saat menyadari entah sudah berapa kata maaf yang Kala ucapkan.
"Kenapa Lo minta maaf mulu sih njir." Ona bingung karena Kala terus meminta maaf tanpa alasan yang jelas.
"Gue tau lawan mainnya si Fian." Ona terlihat kaget saat mendengar penjelasan Kala.
"Oh jadi itu alesan Lo maksa kita dateng dengan embel-embel nyemangatin?" Kala mengangguk pelan.
"Em." Ona menghela napas panjang mendengarnya. Meski begitu Kala sudah membantunya mendapatkan hak-nya.
"Gue seharusnya yang makasih, meski ga dapet lukisannya tapi gue dapet duitnya." Kala menatap Ona heran.
"Kalo masalah duit aja semua beres." Ejek Kala sembari menggelengkan kepalanya. Ona hanya cengengesan.
"Iya dong kan mayan buat makan sama bayar kostan." Kala hanya tersenyum tipis mendengarnya.
"Dih seru amat, lagi ngomongin gue ya?" Tegur Bara dengan percaya diri. Kala hanya menggeleng pelan mendengarnya.
"Geer amat." Bara merengut mendengar betapa kompaknya mereka kalau dalam hal ini.
"Ya siapa tau kan." Bara terlihat lelah usai foto-foto. Dia menikmati wedang ronde dengan khidmat.
Mas Alan!
Kala terbelalak saat mendengar seseorang menyapanya dengan nama panggilan yang hanya diperuntukkan untuk keluarga dan orang terdekat. Melihat reaksi Kala, Ona dan Bara ikut penasaran dengan sosok gadis yang baru saja menyapa Kala. Tak sendiri, dia datang bersama dua temannya. Mereka terlihat seperti para gadis populer dengan pengikut jutaan di Instagram.
"Siapa ya?" Tanya Kala dengan suara selembut mungkin, khawatir kalau mereka saling kenal hanya saja Kala lupa.
"Aku Aruna. Tetangga mas di Bali dulu." Perlahan senyuman Kala mengembang mendengarnya.
"Aruna anaknya om Budi?" Tanya Kala memastikan, teman-temannya yang lain hanya menyimak.
"Nahloh, Budi bapak gue?" Gumam Adis asal, lantas yang lain menatapnya kesal. Dia masih saja bercanda.
"Bukanlah njing, yekali." Timpal Ona mengundang kekehan Nay. Bisa-bisanya Adis mengaku sebagai saudara gadis itu.
"Sttt!" Bisik Nay menengahi keduanya. Memang hanya Nay yang normal di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUTH
Fanfiction"Kalo udah tua kita tinggal serumah kayak gini enak kali ya?" Ada saja pertanyaan konyol yang terlintas di pikiran salah satu penghuni penangkaran buaya itu. Namun tidak ada salahnya berharap takdir akan mengabulkannya. Siapa tahu mereka punya kesem...