•••
Sehabis selesai makan malam. Mereka berdua masih diam dengan pikirannya masing-masing. Meera ingin menanyakan sesuatu pada Fabian tapi takut jika tidak dibolehkan.
Namun karena merasa bosan berada di rumah terus, Meera pun tanpa pikir panjang berucap pada Fabian.
"Besok boleh gak masuk kuliah?" tanyanya karena memang sangat membosankan jika terus rebahan di rumah tanpa melakukan pekerjaan.
"Gak."
"Aku bosen Kak."
"Ya nunggu sembuh dulu kalau mau masuk."
"Udah mendingan kok. Jadi gak papa ya?"
"Gue bilang enggak ya enggak dan gue gak terima penolakan!" Final Fabian tanpa dibantah.
Meera mengerucutkan bibirnya. Matanya meneduh saat menatap mata tajam milik suaminya.
"Aku beneran bosen Kak..."
"Kaki lo masih harus sembuh dulu, kalau lo besok masuk kuliah yang ada nyusahin orang."
Meera berdecak sebal. "Aku kasih sesuatu deh buat Kakak."
"Apa?"
"Apa aja terserah yang penting Kak Bian ijinin aku buat masuk kuliah."
Fabian nampak mempertimbangkan. Senyum miring terpatri di bibir tebalnya itu. Lalu lelaki itu mendekati Meera sampai tidak ada jarak se centi pun.
Fabian meniup telinga Meera sensual. Meera yang mendapat perlakuan seperti itu tentu syok. Kemudian, Fabian mendekatkan bibirnya dengan telinga Meera.
"Kalau gue minta anak gimana?"
•••
Meera masih terbaring di atas kasur. Ia pura-pura tidur karena masih ada Fabian yang tengah bersiap untuk kuliah. Ingatan soal semalam sungguh sangat memalukan dan hal itu membuat Meera terdiam kaku.
Perkataan Fabian kemarin malam menjadi beban bagi Meera. Apa benar lelaki itu menginginkan seorang anak darinya?
Tidak, mungkin. Lelaki itu saja belum mencintainya bagaimana bisa punya anak? Membuat anak tanpa dasar cinta itu seperti hampa. Dan Meera tidak mau seperti itu.
Meera tidak memberi jawaban atas permintaan Fabian, perempuan itu malah diam dan membisu. Terlalu tiba-tiba dan itu tidak baik bagi kesehatan jantungnya.
"Gue tahu lo udah bangun," ujar Fabian sembari merapikan buku-bukunya untuk di bawa ke dalam tas.
Lelaki itu berjalan sedikit mendekat ke arah ranjang yang terdapat Meera. "Lupain ucapan gue soal semalam. Gue berangkat."
Suara pintu tertutup, langsung saja Meera menyibak selimutnya. Pipinya memerah karena perkataan Fabian tadi yang sukses mengingat kembali hal semalam.
"Sekalinya minta, langsung minta anak," gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KATING MY HUSBAND [SUDAH TERBIT]
Fiksi PenggemarDON'T PLAGIARISME!!! TYPO BERTEBARAN!! BANYAK KATA-KATA GAK JELAS! BELUM DIREVISI JUGA!! ••• Bagaimana rasanya ketika menikah dengan kating di kampusnya? Bukan hanya sekedar kating biasa saja. Tapi Kakak tingkatnya itu adalah seorang ketua dari geng...