"Sudah lima tahun saya berusaha untuk cari, namun tidak ada sekalipun atas nama Dirga Dewata pergi dari Indonesia. Kemungkinan hanya dua, ia memang masih di Indonesia, atau ia pergi dengan identitas lain."
Ingrid menghela napas kasar. Ia lalu mematikan panggilannya dengan Yudha. Ingrid tersenyum miris, pada akhirnya ia masih mencari Dirga. Bahkan usai lima tahun pun Ingrid masih tetap berusaha mencari keberadaan Dirga.
Sedangkan Ingrid baru akan pulang ke Indonesia tiga tahun lagi, setelah ia menyelesaikan gelar doktornya. Siapa sangka akhirnya 'pelariannya' menuju luar negeri malah berlanjut hingga dirinya akan S-3.
Kadang terhanyut, kadang berusaha agar tak terlena dengan mencari Dirga.
Dirga, sebetulnya kamu di mana?
•••
Malam ini Ingrid sama sekali tak bisa tidur. Aneh. Padahal tidak menemukan Dirga adalah hal lumrah bagi Ingrid selama beberapa tahun terakhir. Laporan Yudha di telepon siang hari tadi sukses membuat Ingrid terganggu sampai sekarang.
Ingrid yang tak bisa tidur pun akhirnya memutuskan untuk bangkit dan duduk di tepi ranjang. Pandangannya ia edarkan ke sekeliling ruangan sambil berpikir apa yang bisa ia lakukan. Matanya yang jeli itu menangkap sudut lemari baju miliknya yang tak tertutup dengan baik. Sambil mendesah pelan Ingrid bangkit menuju lemari tersebut.
Bukannya menutup pintu lemari, tangan Ingrid malah bergerak untuk menggeser pintu tersebut dengan keras. Tatapannya kini terpaku pada sebuah kotak rotan yang sudah lama tak Ingrid buka. Sambil sedikit berjinjit, tangan Ingrid meraih kotak tersebut.
Ketika Ingrid membuka kotak itu, kenangan yang masih ada dalam pikirannya kembali berputar. Kotak itu berisi surat, beberapa foto Ingrid dan Dirga yang masih terselamatkan—karena tak sengaja tersinkron dengan akun pencadangan Ingrid—serta sebuah jaket yang pernah Dirga pinjamkan ke Ingrid. Aroma Dirga, masih menempel walau samar pada jaket itu.
Ah, Ingrid sudah sangat frustrasi. Ia tak tahu lagi harus mencari Dirga di mana dan ke mana.
•••
"Ah, padahal gua sama Septa pengen banget dateng ke wisuda lo, Grid."
Ingrid yang sedang merevisi tesis penelitiannya itu tersenyum singkat. Ia lalu menatap wajah kedua sahabatnya yang terpampang di layar laptop miliknya.
"Santai aja kali. Kayak gua baru pertama kali wisuda aja," ujar Ingrid tenang.
Deo berdecak malas, "Coba aja kalau jatah cuti tahunan gua masih sisa banyak ..." keluhnya sekali lagi.
"Yeee! Lagian salah lo sendiri kali! Siapa suruh cuti tahunan dipake buat liburan ke Bali sama pacar, lo?" seru Septa sebal sambil memukul kepala Deo. Ingrid yang melihatnya hanya bisa tertawa sambil menggelengkan kepala.
Bali, ya ...
Omong-omong soal Bali, Ingrid malah teringat kembali dengan Dirga. Ah, pulau sejuta kenangan bagi Ingrid.
"Oh, iya," celetuk Ingrid sambil terhenti sejenak. "Bentar lagi, gua pasti balik ke Indo. Pasti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing with My Principal (End✅)
Teen FictionTahun ajaran baru, SMA Wardana memiliki kepala sekolah baru-beliau masih sangat muda! Panggil saja Pak Dirga. Usut punya usut, ternyata Pak Dirga anak dari kepala sekolah sebelumnya. Menjadi kepala sekolah muda bukan hal yang mudah, apalagi jika sud...