Friska yang tadinya berjalan dengan menggebu-gebu sontak mematung kala melihat Ingrid sedang duduk bersama Fandy. Dalam benaknya masih teringat jelas bagaimana Ingrid membuat dirinya babak belur. Mengingat hal itu membuat sekujur wajah Friska kembali memilu.
Friska kini menjadi sungguh-sungguh benci dengan Ingrid. Selain karena sukses membuat wajahnya hancur dan diskors, Ingrid juga membuka kartu as Friska yang selama ini sudah ia simpan dengan rapi. Kalau saja Ingrid tidak tahu dengan urusan Friska dan Kris, seharusnya reputasi Friska tidak akan hancur.
"Kak Fandy!" panggil Friska sambil berlari menghampiri Fandy. "Kakak kok bisa kenal sama preman? Lihat nih kak! Wajahku sekarang hancur begini gara-gara cewek brandalan yang duduk di depan kakak!" Friska mulai berusaha untuk mengadu domba Fandy dengan Ingrid.
Fandy mendelik tajam ke arah Friska membuat Friska langsung terdiam ketakutan. "Duduk, Fris. Cewek di depan gua ini bukan preman, dia sahabat gua," ujar Fandy sambil mengoreksi ucapan Friska yang bagaikan kran bocor. "Bahkan gua pernah berharap lebih," Fandy menambahkan dengan gumaman pelan.
"Heh, brandal! Puas lo bikin gua babak belur begini?" kali ini Friska menargetkan congornya ke Ingrid.
Ingrid memutar matanya malas sambil menyesap kembali jus alpukatnya. "Alah, lebay lo pake ke dokter estetika segala. Palingan dua minggu lagi bakalan sembuh, kalo lo kuat sih," tutur Ingrid sambil mengejek Friska. Ingrid kemudian menambahkan, "Sampe ke dokter estetika, kayak punya penyakit kulit aja lo, Fris."
Friska menggeram kesal. Ia kemudian mengeluarkan senjatanya, "Liat aja nanti lo, Grid! Perbuatan lo ini bisa gua kasuskan atas nama penganiayaan dan tindakan kekerasan," ujar Friska sambil menyeringai jahat.
"Silakan. Rekaman lo juga bisa gua kasuskan atas nama pencemaran nama baik," balas Ingrid santai tanpa rasa takut sedikit pun.
"Lo gak tau gua siapa, hah?!" Friska menaikkan nada bicaranya.
"Lah, lo Friska kan? Bukan Bambang."
Friska menggebrak meja dengan kasar, "Gua Friska si pemilik saham Yayasan Wardana! Liat aja nanti, gua bakal minta lo dan si kepsek itu untuk dikeluarin dari Wardana karena kalian udah bersekongkol untuk melakukan kejahatan," jelas Friska yang malah mengundang tawa ejekan dari Ingrid.
"Berapa persen saham lo di Wardana?" tanya Ingrid sombong.
Friska mengerutkan alisnya, "Se-sepuluh persen!" jawabnya setengah ragu namun berusaha tetap pamer.
"Berarti nanti lo yang bakal kalah kalo nuntut gua, saham gua di Wardana 50 persen. Inget ya, atas nama Ingrid Fadelia."
Friska mati kutu. Ia tidak tahu ternyata selama ini Ingrid juga memiliki saham di Yayasan Wardana. Saham 10 persen yang Friska umbar-umbar selama ini juga atas nama kakeknya dan merupakan kumpulan saham dari keluarga besarnya. Kasarnya, Friska tidak punya hak atas saham tersebut.
"Oh, pantes aja Yayasan Wardana gak bisa bertindak tegas dalam menghukum kelakuan lo selama ini. Ternyata ada cumi di balik batu," nyinyir Friska mencari perlawanan lain.
"Udang, Fris. Bukan cumi," sahut Fandy malas.
Friska berdecak, "Iya itu maksud aku, Kak."
Ingrid membuang wajah, "Duh, males gua ngeladenin orang bego."
Friska melotot ke arah Ingrid.
"Sekarang gini deh, Fris. Lo punya prestasi apa di Yayasan Wardana selama ini?" Ingrid kembali bertanya pada Friska.
Friska tersenyum sombong, "Lo kira gua anak apaan gak punya prestasi? Gua menang lomba futsal wanita!"
"Se?"
"Angkatan."
Ingrid menepuk jidat. Ia segera membereskan tasnya. "Fan, thank you ya udah ngobrol bareng gua tadi. Gua harus pulang sekarang," pamit Ingrid sambil melemparkan senyuman manis ke arah Fandy.
Fandy yang terkejut malah jadi salah tingkah, "Eh? Kok tiba-tiba? Lo bisa jalan sendiri, Grid? Perlu gua antar?" tanya Fandy bertubi-tubi.
Ingrid mengangkat telapak tangannya memberi tanda bahwa ia baik-baik saja. "Makasih tapi gua bisa sendiri. Maaf ya gua gak punya waktu buat ngobrol sama cabe imitasi."
Setelah itu Ingrid langsung meninggalkan Fandy yang masih salah tingkah dan Friska yang berdecak kesal. Ingrid bahkan sama sekali tidak berpamitan kepada Friska. Dengan langkah cepat, Ingrid menuju ke arah parkir vallet langganan supir Dirga. Ingrid pasti akan menemukan mobil Dirga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing with My Principal (End✅)
Ficção AdolescenteTahun ajaran baru, SMA Wardana memiliki kepala sekolah baru-beliau masih sangat muda! Panggil saja Pak Dirga. Usut punya usut, ternyata Pak Dirga anak dari kepala sekolah sebelumnya. Menjadi kepala sekolah muda bukan hal yang mudah, apalagi jika sud...