Todoroki hanya terus menatap seseorang yang harus ia bunuh. Dalam hati membatin, 'Haruskah aku lakukan? Tapi aku tak ingin melakukannya.'
Pada pandangan pertama, ia jatuh cinta dengan orang itu. Todoroki pikir cinta pandang pertama hanya sebatas bualan. Kini ia sendiri yang merasakannya. Degup jantung yang tak karuan. Serta hasrat tak ingin melakukan pekerjaannya.
Batin Todoroki terus bergejolak. 'Dia tampak manis sekali. Aku ingin berkenalan dengannya. Aku ingin berbicara dengannya. Aku ingin menjadikannya sebagai milikku. Aku ingin me--'
Sejenak Todoroki terlena mengamati. "Kau masih tak melakukan apapun, Todoroki-kun?" Sampai suara Midoriya menyentakkan Todoroki untuk kembali kepada kenyataan.
"Ya?" Todoroki menoleh kearah Midoriya yang berjalan mendekat. Midoriya baru saja kembali setelah buang air kecil.
"Kenapa lama sekali?"
"B-bukannya tempat ini terlalu terbuka? Kita bisa memancing keributan." Todoroki beralasan.
Midoriya memandang datar. "Sniper itu memakai peredam suara. Apa kau lupa?" Sedetik kemudian manik Midoriya membola. "Atau kau, tak mau membunuhnya?"
Tepat sasaran. Todoroki terlihat tak bisa membantahnya. Selain mengecilkan pupil mata.
"Kau tertarik padanya, Todoroki-kun?" Midoriya menunjuk orang tersebut berada.
"Mari kita batalkan ini Midoriya." Todoroki tidak membenarkan pertanyaan Midoriya. Melainkan ia mengajak Midoriya untuk melarikan diri dari pekerjaan mereka.
"Tak bisa. Ini permintaan pelanggan kita. Kalau kita tidak segera menyelesaikannya, apa kau mau kita hidup kelaparan seperti dulu lagi?" Todoroki menggeleng pelan. Namun ia tetap tak mau melakukan pekerjaan yang telah diberikan ini.
"Jika kau tak bisa, biar aku saja yang--"
"Tak boleh." Todoroki mendorong Midoriya agar pria tersebut tak dekat-dekat dengan sniper. Karena bidikannya telah pas pada sasaran. Saat pelatuk ditarik, habis sudah nyawa sang target.
Sebagai bentuk ancaman, Todoroki menodongkan pistol kepada Midoriya. Midoriya bangun perlahan dari jatuhnya. Ia turut melakukan hal yang sama dengan Todoroki.
"Hanya sampai sini sajakah persahabatan kita Midoriya?"
"Harusnya itu menjadi pertanyaanku. Karena kau duluan yang memulai." Ujar Midoriya.
"OI KALIAN BERDUA!"
Keduanya sama-sama melihat ke bawah. Orang yang memanggil mereka adalah target mereka. Midoriya sesegera mungkin mengarahkan pistol.
Dorr.
Bakugou, si target tersebut mematung saat sebuah peluru melintas tepat di sebelah kepalanya. Dengan wajah yang terciprat bercakan darah. Ia menoleh patah-patah untuk memandang peluru yang masuk ke dalam selokan. Kemudian Bakugou menyentuh darah di wajahnya.
Sementara itu sebelum Midoriya menembak tadi, Todoroki dengan cepat menutup moncong pistol. Sehingga tembakan Midoriya meleset. Tangan kiri Todoroki berlubang karena menerima tembakan dari jarak yang begitu dekat.
"Maafkan aku, Todoroki-kun." Midoriya terlihat sekali jika ia merasa bersalah telah melukai sang sahabat. Ia juga panik melihat darah yang mengucur.
"KALIAN INI GILA YA!" Bakugou mendatangi mereka dengan nafas yang tersengal-sengal. Dan wajah yang masih ada bercak darah Todoroki.
"Kalian pembunuh bayaran yang disuruh untuk membunuhku, ya kan? Dari tadi sniper itu terus mengarah kepadaku. Kalian gila, tempat ini terlalu dekat kalau kalian ingin membunuhku."
Sekali lagi Midoriya mengincar kepala Bakugou. Todoroki dengan tangan yang satunya bersikeras menahan Midoriya yang ingin menarik pelatuk. Sedangkan Bakugou mendekati mereka dengan tenang.
"Dan kau yang paling gila." Ucap Bakugou ditujukan pada Todoroki. "Kenapa kau menggagalkan tindakan rekanmu? Itu tidak profesional namanya."
'Karena aku tak mau kau terbunuh.' Jawab Todoroki dalam batin.
"Todoroki-kun berhentilah menahanku. Kita harus menyelesaikan ini. Aku tak mau kita kelaparan lagi karena tak ada yang memperkerjakan kita jika kita gagal dalam misi." Sedangkan Midoriya masih sekuat tenaga menarik pistolnya agar terlepas.
Bakugou terpikir sesuatu. "Aku punya satu ide." Ia mendekatkan wajahnya pada dua orang tersebut secara bergantian. Midoriya sampai tersentak.
"Tinggalkan pekerjaan kalian yang sekarang. Dan bekerjalah di perusahaanku. Kebetulan aku sedang butuh beberapa tukang bersih-bersih."
Bakugou tersenyum manis. Keduanya tertegun. "Jika kerja kalian bagus, salah satu diantara kalian bisa menjadi sekretaris pribadiku. Sebelum kalian memberi jawaban, ada baiknya untuk mengobati luka itu terlebih dahulu."
Midoriya berbisik di telinga Todoroki. "Todoroki-kun, aku berubah pikiran. Bagaimana jika aku menjadi sainganmu?"
"Tak boleh. Aku duluan yang mengincarnya." Jawab Todoroki.
Midoriya tersenyum canggung. "Tentu saja, ya."
***
Akhirnya bisa ngetik lagi. Maaf kemaren Nana sedang UAS jadi gak bebas mau lanjutin cerita ini.MirayukiNana
Jum'at, 28 Januari 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
TodoBaku Drabbles [✓]
Fanfiction[END] 'Aku dan Kau adalah Kita.' Hanya cerita singkat Todoroki Shoto bersama Bakugou Katsuki.