10. Can I?

109 62 34
                                    

"We're friends, not for a while. Can you believe me?"

"Liat aja, gue bakal bunuh mereka semua!"

Seorang laki-laki bertubuh atletis, dengan potongan rambut yang cukup rapi juga memiliki sudut mata yang tajam, menatap wajah teman-temannya setelah meninju samsak. Ia duduk di salah satu ban bekas yang sudah terpakai. Melemparkan kaleng cola ke sembarang arah.

"Lo mau bunuh siapa, hm?" laki-laki lain memasuki ruang terbuka pada gedung usang itu. Melepas helm full face juga masker yang ia gunakan. Tiga orang lainnya berdiri, bersalaman dan menghormati laki-laki itu. Kecuali, Leo–laki-laki yang meninju samsak tadi.

"Mereka yang cari masalah sama lo–lah, siapa lagi?" tanyanya emosi. Yang diajak bicara malah terkekeh pelan. Duduk diantara teman-temannya yang menggeleng bersamaan. Leo melihat Raja dengan enggan, "Motor lo udah di ancurin kayak gitu, masih aja belagu. Gue bakal tonjok mereka satu per satu! Gue tumbangin semuanya!" jelasnya lagi, kedua tangannya mengepal.

Mendengar kalimat tersebut, sontak Deri dan Kevin menoyor kepala Leo.

"Cih! Banyak gaya lo Le! Didorong aja lo udah kepental. Sok mau lawan mereka,"

"Nah! Lo cuma pengen dibilang keren kan sama Raja? Ewh!" Kevin menimpali kalimat Deri sebelumnya. Hal tersebut berhasil membuat Raka, orang yang duduk di samping Raja tertawa puas karena raut wajah Kevin yang mengejek Leo habis-habisan.

"Gilaa lo Vin! Hahahaha... gaya lo barusan kayak banci perempatan jalan!" kata Raka dengan tawanya yang masih terdengar.

"Heh lo bertiga! Diam gak! Gue gak mood bercanda!"

Mereka teman-teman gue dari zaman sekolah menengah. Orang-orang yang bisa gue bilang oke untuk dipertahanin jadi teman. Mereka empat orang yang 'katanya' siap melakukan apapun saat gue ditimpa masalah.

Siang ini rencananya adalah balas dendam. Gue sebenarnya gak mau ikut-ikutan, toh motor gue juga gak sampai kebakar cuma lecet sama penyok bagian depan doang. Tapi, mereka semua termasuk Leo gak terima sama hal itu. Manusia itu lebih emosian dari gue. Dia berencana untuk menghancurkan kawasan balapan orang yang sudah bikin motor gue lecet.

"Udah-udah. Lagian lo Le, kenapa sih segitunya banget mau balas mereka. Balas aja nanti pas balapan," ucap Raja ringan. Keempatnya menoleh, tidak biasanya Raja seperti itu.

"Apa? Lagian gak parah-parah banget juga ka–"

"GAK PARAH KATA LO?!" Leo bangkit, berteriak cukup kencang. Tubuhnya ditahan oleh Deri agar tidak terjadi perkelahian di antara mereka.

"Ja, lo habis kebentur ya? Lo ngabisin duit lebih dari delapan jeti buat benerin itu motor. Terus lo bilang gak parah?" tanya Kevin keheranan.

"Berapa lo bilang, nyet?" Raka mendelik, menatap Kevin dalam. Ia ngeri salah dengar. "Delapan juta woi! DE.LA.PAN JU.TA!" Kevin mengeja nominal yang ia tahu itu adalah kebenaran karena Raja membawa motornya ke tempat saudara Kevin.

"Wahhhh.... lo gak waras sih. Kalo gitu gue dukung Leo untuk kita balas perbuatan mereka!" Raka bangkit dari duduknya, pindah posisi dan berdiri di samping Leo.

"Empat lawan satu Ja, lo kalah. Kita berangkat sekarang!" Leo menatap tajam ke arah Raja. Memberikan perintah pada teman-temannya. Laki-laki itu berjalan cepat menuju motornya. Disusul oleh Deri dan Raka.

"Ja?" Kevin, satu-satunya lelaki yang cukup peka diantara mereka semua, masih terdiam di samping Raja. Terlihat jelas dari matanya, Raja sedang memikirkan sesuatu. Raja berdehem pelan.

"Sorry banget gue keceplosan ngomong totalnya. Tapi, gue rasa gak ada salahnya juga ngasih mereka pelajaran. Gue tau Ja, itu duit sebenarnya buat lo kuliah kedokteran tahun depan, 'kan?"

EibisidiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang