16. Everything will be -shut up!

111 58 36
                                    

"Shut up!"

April, 04 2019, hari pertama olimpiade.
Hari dan bulan berganti dengan sangat cepat. Kalila kehilangan fokusnya pada beberapa mata kuliah karena jadwal yang padat untuk mempersiapkan acara besar ini. Ia kira, mengambil pekerjaan di dokumentasi adalah pilihan yang tepat, tapi, ternyata sama melelahkannya. Kalila orang yang super selektif dan protektif pada barang-barangnya. Seminggu belakangan ini ia cemas dengan barang-barangnya yang akan dipakai untuk kebutuhan olimpiade.

Tidak ada alasan khusus, ia hanya merasa cemas. Hanya itu.

Hari ini sudah memasuki hari pertama olimpiade di kampusnya. Olimpiade itu diadakan dari kampus dan untuk kampusnya. Persaingan antar program studi masing-masing. Acara tahunan, untuk menyatukan dan mempererat kekeluargaan. Sepuluh hari ke depan, ia akan benar-benar menjadi sosok yang sibuk.

Tidak, ia tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai wakil pameran perempuan. Ia tetap mengikuti rapat dan lain-lainnya. Hanya saja, akhir-akhir ini teman satu angkatannya, seperti malas? Kalila tidak tahu apa alasannya. Rasanya, setiap kali dirinya diserang oleh Inka dan lainnya, ia ingin berteriak. Bukan maunya juga punya teman satu angkatan yang skeptis dan apatis dengan hal-hal di sekitarnya. Kalila muak.

Belum lagi pekerjaan dari kantornya yang tiba-tiba saja ikut menumpuk.

Apa? Kalian bertanya soal apa? Tunggu-tunggu.... februari dan maret kemarin? Apa ada hal yang baik? Ah, aku kira kalian tidak mau tahu. Jadi, kalian mau tahu ya? Oke, kita flashback sebentar.

Ingat waktu Anin menawarkan posisi ilustrator di tempat magangnya? Kalila benar-benar datang ke sana. kantornya cukup luas, ada taman kecil sebelum masuk ke dalam. Letaknya tidak di pusat kota, agak masuk sedikit ke dalam gang, jadi sedikit lebih sunyi. Masih terdengar lalu lalang suara motor atau mobil, tapi, hanya sesekali, tidak se-riuh jika gedung itu dibangun di pinggir jalan.

Kalila duduk di salah satu kursi taman, matanya menangkap bentangan langit yang sangat luas dan tidak terhingga di atasnya. Akhir-akhir ini, hujan jarang sekali datang, ia bersyukur tapi juga merindukannya. Sesekali ia menghitung ada berapa gumpalan awan di sana, sesekali juga, ia tersenyum tipis karena menemukan bentuk-bentuk aneh yang tercipta dari imajinasinya sendiri.

Kalila sudah selesai wawancara, ia disuruh menunggu dulu untuk jawaban diterima atau tidaknya. Otaknya seketika mencerna, lagi-lagi, dia bertindak impulsif. Tidak berpikir bagaimana resiko yang akan dihadapi kedepannya. Gadis itu menguap sebentar, memasang kedua airpods-nya. Tidak ada musik yang disetel, ia hanya memasangnya. Menutup telinga, agar tidak mendengar apapun.

Kalila terbiasa dengan hal itu. Asumsi yang ia yakini, jika menyumpal telinga akan membuat suara di sekitarnya reda, itu benar-benar terjadi dalam dirinya. Ia hanya mendengar isi kepalanya yang riuh. Berdebat sana sini, saling mengakui siapa yang paling hebat dan berhak untuk mengambil alih Kalila. Punggungnya sedikit merosot, memberi rasa nyaman untuk menyandarkan kepalanya. Matanya terpejam. Bibir tipisnya bergerak, bersuara.

"Hei, kalian apa nggak bisa diam dulu sebentar? Gue capek, seriusan. Satu hari aja, atau satu jam. Can?" jari-jarinya membuat ketukan pelan pada lututnya, ia bersenandung kecil.

Tanpa disadari, seseorang datang mendekat. Langkahnya pelan, ia sudah berdiri di samping Kalila. Tingginya 172 cm, pipinya tirus, garis wajahnya terlihat tegas, warna kulitnya cerah juga bibirnya yang sedikit tebal. Ia mendengar senandung kecil yang keluar dari bibir Kalila. Senyumnya mengembang.

Apa yang sebenarnya ia pikirkan?

# # #

"Terima kasih ya, kamu bisa tunggu sebentar?" laki-laki itu mengangguk juga tersenyum. Lalu melangkah menuju lobi. "Rajaaa!" lengkingan dari seorang perempuan terdengar cukup nyaring di ujung sana. Raja melambaikan tangannya, berjalan cepat menuju gadis itu. "Gimana? Wawancaranya oke?" Raja mengangkat bahunya, ia berdiri menghadap ke arah luar. "Not bad, tapi, gue gak yakin keterima," matanya memandang takjub ke arah sekitar. "Kenapa? Gambar lo oke kok," ucap gadis di sebelahnya yang sedang menyeruput jus alpukat.

EibisidiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang