20. Dejavu

95 55 71
                                    

"Bisakah gue jadi yang lebih pantas untuk dia?"

Arloji milik Kevin berbunyi, menandakan waktu sudah memasuki dini hari. Tujuh lelaki jangkung dan berwajah tampan itu duduk melingkar di salah satu meja, di sebuah angkringan pinggir jalan. Satu diantara mereka terlihat sibuk menghubungi seseorang. Sudah sekitar 10 panggilan ia coba, tapi tidak kunjung ada jawaban.

"Gimana Sa?" suara serak milik Raja memecah keheningan. Semua orang menoleh, melihat Aksa yang menggelengkan kepalanya. The Aplomb dan Penumbra sedang bersama, mereka mengkhawatirkan Ale yang tiba-tiba saja pergi setelah membakar motor seseorang.

Terdengar embusan napas panjang dari Raja. Raja tidak ingin masalah ini jadi besar, mengingat akhir bulan akan ada balapan yang berlangsung. Dan, setahu Raja, motor yang tadi Ale bakar itu, mereka masuk ke dalam komunitas besar gang motor di Jakarta.

Raja kembali mengingat bagaimana mata tajam milik ketua gang Penumbra itu. Tidak hanya tajam, tapi menusuk, dan siap membunuh secara terang-terangan. Kalau bicara fakta, ya, memang 5 lelaki tadi salah. Mereka dengan sengaja menyenggol Ale, mungkin niat awalnya untuk bercanda. Namun siapa sangka, Ale tidak bisa menjaga keseimbangannya. Lelaki itu seperti banyak pikiran, benar-benar tidak fokus.

Raja melepaskan pandangannya ke seluruh manusia yang masih berada di angkringan itu. Pandangannya beralih melihat teman-temannya, embusan napasnya kembali terdengar.

"Udah dini hari, kita semua perlu istirahat."

Raja bangun dari duduknya, memanggil salah satu abang-abang di sana untuk membayar apa saja yang sudah ia pesan. "Totalnya jadi 65.000, mas," katanya setelah menghitung. Raja menyerahkan uang lebih dari totalnya, balasan karena sudah terlalu lama duduk di sana. Anggota Penumbra berdiri, saling memberi tos satu sama lain dengan The Aplomb.

"Hati-hati ya, Rid, Sa, kalau ada kabar soal Ale tolong oper ke Kevin atau ke gue langsung," kata Raja menepuk pelan bahu dua orang itu. Di lain sisi, Tyo, David, Kevin, dan Deri saling memberi support satu sama lain. Mereka berpelukan layaknya tim sepak bola yang ingin bertanding. Sudah bukan hal asing lagi melihat 4 orang itu sangat akrab seperti saudara. Mereka seperti cermin.

Raja kembali pada teman-temannya, memakai jaket dan bersiap untuk pergi.

Ting!

Satu notifikasi dari seseorang muncul. Kalila Nayanika, gadis itu rupanya masih terbangun. "Ngapain dia jam segini masih bangun?" gumamnya, membuat Kevin si jahil menyenggol Raja dengan sikunya.

"Siapa tuh?" matanya menyipit, kakinya berjinjit, berusaha melihat ke dalam ponsel Raja.

"Teman."

Wajahnya yang terlihat dingin dengan kulit cerah, alis yang sedikit menikuk ke belakang, serta matanya yang selalu menatap kosong pada siapapun, malam ini tidak lagi. Wajahnya melunak, binar matanya menunjukkan bahagia, ia terlihat sangat hangat dan bersahabat. Membuat keempat temannya memandang heran.

"Heh, lagi chat-an sama siapa lo, anjir?" tanya Deri yang tak kalah penasaran dari Kevin. Raja tidak sadar jika bibirnya membentuk bulan sabit dengan sempurna di depan teman-temannya. Kali pertama, setelah kematian Pangestu, The Aplomb kembali melihat senyum Raja–tanpa Yuna dan Raya di sampingnya, yang bisa membuat semua orang jatuh cinta dan ingin memilikinya.

Raja mendongak, menatap satu per satu temannya yang sudah menatapnya dengan penasaran. "Dia.., teman kantor gue," jawabnya pelan.

"Teman apa gebetan?" Kevin kembali bertaya dengan senyumnya yang menggoda.

"Teman, Vin!" kilah Raja dengan cepat. "Ah..., kalau teman gak senyum-senyum se–" Raja dengan cepat membekap mulut lelaki itu dan mendorong pelan, menjauh dari dirinya. Kepalanya menggeleng, melihat Kevin yang masih saja punya tenaga setelah baku hantam tadi. Ponselnya kembali ia simpan di dalam saku.

EibisidiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang