21. Hujan dan Pertemuan

75 55 65
                                    

"Ternyata kita memang harus dipertemukan saat hujan, ya?"

Selasa, 16 April 2019 –pukul 13:30.
Kalian sedang apa? Mencari Kalila di kampusnya? Dia tidak di sana, dia sedang dalam perjalanan ke kantornya. Jika tidak percaya, mari kita beralih mencari gadis itu di stasiun, dia pasti ada di sana. Lihat! Di sebelah sana, di stasiun Universitas Indonesia. Gadis dengan gaya kasual itu sedang berdiri di peron arah Jakarta Kota.

Earphone-nya hanya dipasang sebelah, sesekali kepalanya mengangguk pelan mengikuti irama musik yang sedang ia dengarkan. Kereta arah Jakarta Kota datang, di dalamnya terlihat sedikit renggang. Kalila bersandar pada pintu kereta, napasnya sesekali terdengar sangat berat oleh beberapa orang di sana.

Sebuah tangan menepuk pelan bahu Kalila, ia melambai dan berbisik "Halo!" membuat Kalila balik melambaikan tangannya.

"Apa kabar, La?" lelaki dengan rambut yang sedikit panjang itu rupanya sudah memperhatikan Kalila sejak gerbong kereta terbuka. "Gue baik, lo sendiri apa kabar, Rid?" Fareed tersenyum tipis, mengangkat kedua bahunya. "Gini-gini aja sih."

"Lo mau kemana?" lelaki itu kembali bertanya.

"Kantor," jawab Kalila membuat Fareed mengerutkan alisnya. "Lho lo kerja? Terus Ale tau lo kerja?" suaranya yang sedikit kencang membuat beberapa orang menoleh pada keduanya. Kalila menggeleng pelan, lalu bertanya hal lain. "Sabtu kemarin, lo di apartemen Ale sampai jam berapa?"

"Eh?" Fareed tampak bingung dengan pertanyaan Kalila.

Sabtu? Perasaan pemiliknya bilang kalau dia bahkan ga pulang dari malam sebelumnya. Aduh ini anak, mana belum bisa dikabarin. Fareed mengecek ponselnya, ia melihat ruang obrolannya dengan Ale. Pesannya saja bahkan belum dibaca.

Sadar karena Kalila melihatnya dengan tatapan meminta jawaban, "Ah, ya, gue cukup lama di sana.., sekitar empat jam, mungkin?" Kalila hanya mengangguk untuk menanggapinya. Dari pantulan jendela pintu kereta, Kalila bisa melihat raut wajah Fareed yang masih terlihat berpikir juga bingung. Dia bohong.

Sabtu pagi, 06:15. Ale terbangun karena ponselnya yang terus saja bergetar. Pak Obin, satpam di rumah keluarganya mengirim banyak gambar yang ia potret secara diam-diam. Ale melihat beberapa kardus dan koper yang berada di dalam mobil. Pak Obin mengatakan bahwa itu akan dibawa ke apartemen Ale. Aslan menyuruh bawahannya untuk mengemasi semua barang-barang Ale dan membawanya kembali ke rumah.

"Sial!" tangannya meninju rak buku yang berada di sampingnya, membuat sekitar 4 buku jatuh dan mengenai tangannya yang luka.

"Aw!" ia mengaduh pelan, membuka sedikit pintu ruangan Kalila. Mengintip dan memastikan gadis itu tidak terbangun. Ale berdiri dan merapikan ruangan itu. Diantara beberapa buku, ternyata ada foto dirinya dan Rayan. Senyumnya tercetak, ia senang Kalila memperlakukannya dengan baik. "Apa dia sering cerita di sini kalau lagi sedih? Ruangannya terasa sejuk dan menyesakkan dalam satu waktu," katanya pelan.

Ale keluar dari sana, mendekat ke tempat tidur Kalila.

"Maafin gue, La..., karena gue selalu pulang di keadaan kayak gini. Gue egois, ya? Gue bahkan nggak bisa jadi tempat lo pulang dengan nyaman kayak gue pulang ke elo. Gue berharap tahun ini kita bisa ngabisin waktu bareng saat ulang tahun lo. Gue harap, kita akan baik-baik aja sampai hari itu datang." Kenyataan memang pahit bagi dua orang itu. Ale mengusap pelan rambut Kalila, hati-hati sekali, takut Kalila terbangun.

Setelahnya, ia melangkah ke balkon. Melambaikan tangan pada pak Tomo yang pagi itu sedang memanaskan mobil. Dengan mengendap-ngendap, pak Tomo segera mengambilkan tangga juga menyuruh Ale untuk cepat turun.

"Cepetan mas! Nyonya sebentar lagi keluar," katanya sambil terus memantau keadaan sekitar. Sangat bahaya jika Amber mengetahui kejadian ini, bukan hanya Ale yang akan diusir dari sana, tapi pak Tomo dan mbok Mar mungkin akan ikut diusir juga.

EibisidiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang