27. Tempat Pulang

85 55 58
                                    

"Sebaik-baiknya tempat pulang, bukankah jauh lebih baik pulang pada diri sendiri?"

Sudah 1 jam 45 menit, sejak Kalila membuka matanya, gadis itu masih setia duduk sila di tempat tidurnya. Matanya memandang kosong keluar balkon. Rintik gerimis kala itu terlihat sangat halus, tanpa suara. Kalila sempat melihat ke dalam ponselnya yang penuh dengan panggilan tak terjawab dari kedua abangnya. Kalila ingin tahu apa pemakaman Fareed sudah selesai atau belum, dan bagaimana keadaan Ale? Apa lelaki itu menemani Fareed hingga liang kuburnya? Atau malah enggan keluar kamar, sama seperti enam tahun lalu? Kalila tidak tahu.

Bukan tidak ingin tahu, tapi Kalila rasa Ale butuh ruang untuk menerima apa yang baru saja terjadi. Kalila bahkan bisa merasakan sakitnya saat tahu bahwa Fareed adalah korban yang salah sasaran. Ale pasti sedang menyalahkan dirinya, sama seperti Kalila dulu hingga saat ini. Namun terlepas dari informasi itu, Kalila juga merasa takut dalam satu waktu karena seharusnya sasaran dalam kecelakaan tersebut adalah Ale. Sebuah fakta yang tidak pernah Kalila tahu, akhirnya terungkap dengan sendirinya melalui penuturan Aksa malam tadi.

Semalam suntuk Kalila tidak bisa tidur, ia hanya duduk menunggu pesan masuk dari Ale di balkon kamarnya. Karena tidak tahan, ia akhirnya berusaha untuk menguhubungi Aksa. Kalila merasa tidak memancing apapun dalam percakapan mereka semalam, tapi Aksa tiba-tiba mengatakan bahwa Ale membakar motor seseorang beberapa waktu lalu. Kalila yang mendengar hal tersebut, berhasil mengingat kembali saat lelaki itu datang ke kamarnya dengan penuh luka.

Kalila memijat pelipisnya sebelum akhirnya ia mencium aroma roti panggang yang masuk melalui celah pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat. Kepalanya menoleh, ia baru sadar bahwa Anin sudah tidak ada di dalam sana. Tidak mungkin mbok Mar yang sedang berada di dapur, wanita paruh baya itu tahu bahwa Kalila tidak suka dengan roti tawar yang di panggang.

Kalila akhirnya turun dan menuju meja makan untuk bergabung dengan Anin. Karena langkah kakinya yang tidak terdengar oleh Anin, gadis itu terkejut saat Kalila membuka suaranya. "Tolong nggak usah panggang roti untuk gue.., gue nggak suka," katanya lemah. Kalila mengambil dua lembar roti dan membawa selai bluberi ke sofa depan TV. Saat punya waktu luang dan tidak ada orang di rumahnya, Kalila tidak ingin melewati waktunya untuk menonton Spongebob.

Keduanya makan tanpa ada yang memulai percakapan. Kalila bingung sekaligus canggung dengan situasinya saat ini. Kenapa juga ia harus mengizinkan gadis yang sedang duduk di sofa, tepat di belakangnya itu, untuk menginap di rumahnya? Ah, sial. Siapa juga yang mengira akan begini? Anin yang sadar bahwa sepertinya Kalila tidak menginginkan keberadaanya, akhirnya bangkit dari sana dan membereskan sisa makanannya. 

"Sorry kalau lo gak nyaman karena gue, La. Gue pamit, ya?" Kalila yang mendengar itu menoleh dengan posisi tangan yang tertahan di depan mulutnya. Kalila tidak bermaksud untuk mengusir Anin dari rumahnya, tapi ia juga butuh sendirian. Kalila ingin menahannya, Kalila ingin mengatakan bahwa ia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Kalila selalu ingin punya keberanian untuk mengatakan bahwa ia membutuhkan gadis itu, setidaknya untuk mendengarkan riuh dalam kepalanya.

"Hati-hati..," akhirnya hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Kalila. Saat ekor matanya melihat Anin sudah menghilang di balik pintu, kepalanya tertunduk lemah. Tangannya meraih ponsel yang berada di atas meja, ia kembali mencoba menghubungi Ale. Tapi hasilnya nihil, ponsel lelaki itu mati. Belasan pesan yang Kalila kirim semalam bahkan belum dibacanya sama sekali.

Sebuah panggilan dari Aksa kembali masuk ke dalam ponselnya. Kalila dengan cepat mengangkatnya. Suara serak lelaki itu terdengar diseberang sana, "Kalila.., Ale nggak ada di pemakaman. Gue sama yang lainnya udah cari dari tadi pagi ke semua tempat yang biasa kita datangi, dia nggak ada. Mm–mungkin lo tau dia di mana?" katanya dengan intonasi yang lebih rendah di ujung kalimat. 

EibisidiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang