Satu

92.6K 6K 58
                                    

01. Pertemuan

Karina, tidak. Kini dia adalah Naura. Kedua sudut bibir Naura melengkung saat matanya menatap tumpukan baju yang baru saja dia masukan ke dalam koper. Setelah empat tahun berlalu, dia berhasil mendirikan usaha catering. Semua berkat jeri payah dan juga kemampuannya dari kehidupan sebelumnya.

Naura sangat menikmati perannya sebagai seorang ibu tunggal. Dia bahkan tidak berencana mencari ayah kandung dari putrinya itu, Naura merasa bahagia meski hanya hidup berdua dengan Lala.

Ia sempat memiliki pemikiran untuk tidak menikah. Lagipula, selama ini belum ada satupun lelaki yang menarik perhatiannya. Ia terlalu sibuk membesarkan Lala dan mengurus usahanya hingga tidak memiliki waktu untuk sekedar berkencan dengan seorang pria.

"Bunda!" Suara susu seorang balita mengalihkan perhatian Naura yang tengah sibuk merapihkan barang yang akan dia bawa pindah. Bayi mungil yang empat tahun lalu lahir ke dunia, kini tumbuh menjadi balita yang hiperaktif.

"Jangan berlari, sweetheart"

"Mau jajan."

Tangan mungil itu menengadah ke depan. Senyum lebar terpatri di wajah imutnya hingga menampilkan gigi putihnya yang tersusun rapi. Mata bulatnya berkedip beberapa kali. Merayu sang bunda agar memperbolehkan nya membeli es krim.

Naura tersenyum tangannya terulur mencubit pelan pipi gembul itu. "Memang nya mau beli apa?"

"Es krim," sahut nya dengan mata berbinar. Lala tidak sabar menantikan sensasi dinginnya es krim yang meleleh di dalam mulutnya.

Naura meraih dompet dan mengeluarkan selembar uang berwarna ungu lalu memberikannya pada Lala. "Jangan makan es krim banyak banyak. Nanti sakit."

"Siap, grak!" Lala meletakkan tangan kanannya di dahi, memberi pose hormat. "Terimakasih bundahara." Kemudian gadis kecil itu berbalik, berlari kecil menemui penjual es krim yang berada tak jauh dari rumah.

Naura terkekeh merasa gemas dengan tingkah lucu putrinya itu. Dia kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Dia akan membuka cabang catering di ibukota sekaligus tinggal di kota tersebut. Tempat yang akan menjadi titik awal kehidupannya barunya.

Sore harinya, Naura dan Lala tiba di bandara. Setelah tiga tahun, untuk pertama kalinya Naura kembali menginjakkan kakinya di ibukota.

"Bun, nanti Lala nggak bisa jenguk Jamal lagi, dong."

Bibir mungil itu maju beberapa senti. Matanya berkaca kaca mengingat dia tidak akan bisa menjenguk tempat peristirahatan terakhir mendiang temannya.

"Nanti kita beli lagi Jamal yang baru."

Jangan pernah membayangkan bahwa Jamal adalah sesosok manusia. Jamal merupakan nama dari ikan cupang merah milik Lala yang minggu lalu mati setelah di beri makan es krim olehnya.

Setelah beberapa menit terus mengoceh, Lala jatuh tertidur di pangkuan Naura akibat kelelahan.
Secara mendadak, taksi yang ditumpangi oleh Naura berhenti di tengah jalan. "Ada apa, pak?"

Supir taksi itu melirik dari kaca spion. "Ada yang pingsan di depan, bu."

Gerakan tangan Naura yang tengah mengelus rambut Lala terhenti. Mata nya menatap ke arah depan, tepatnya pada seorang laki laki yang tergeletak di jalanan. "Tunggu, pak!" Naura memindahkan tubuh Lala ke kursi. Tangannya bergerak membuka pintu taksi dan keluar untuk mengecek keadaan laki laki itu.

𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang