Sepuluh

57.2K 4.5K 29
                                    

10. Foto pertama

David duduk tak jauh dari Naura. Perlahan hatinya menghangat melihat tawa kecil dari celah bibir merah itu saat merespon cerita pak Hegar. Bulu mata lentiknya bergerak lembut menyapu kulit mulusnya. David merasa berdebar tiap kali berada di dekat wanita itu. Rasanya cukup aneh, namun menyenangkan. Walaupun pertemuan mereka bisa dihitung oleh jari, rasanya cukup akrab. David mengumpat tertahan ketika tusuk sate tanpa sengaja melukai gusinya.

Dia mematahkan benda itu menjadi dua lalu membuangnya ke tanah dan kembali menyantap buburnya sambil memperhatikan Naura.

David terkadang merasa iri dengan kedekatan Naura dan putranya. Terkadang dia merasa bahwa dirinya ayah yang payah. Vano selalu lebih dekat dengan orang lain dibandingkan dengan nya. Sejak kecil, Vano cukup pendiam dan tidak terlalu suka menujukan emosinya, hal itu semakin membuat hubungan mereka renggang.

David meneguk segelas teh hangat kemudian menaruh gelas kosong itu di atas meja. Berada di tempat ini membuat dirinya mengenang masa lalu. Masa mudanya, teman temannya, dan kebersamaan mereka. David merindukan saat dia cukup dengan belajar dan bermain tanpa harus memikirkan urusan kantor dan lainnya. Semuanya menjadi kenangan masa muda yang menurutnya sangat indah.

Dia bangkit dan melangkah maju mendekati pak Hegar. Tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan dompet hitam berlogo perusahaan terkenal.

"Tidak usah, anggap saja jamuan dari saya," dia mendorong uang yang disodorkan David. Namun David bersikeras agar pak Hegar menerima uang itu. Pada akhirnya pak Hegar mengalah, dia berucap terimakasih dan memasukan uang tersebut ke saku bajunya.

"Kalian mau langsung pergi?" tanya pak Hegar yang di angguki oleh David.

"Bubul nya enak!" Lala mengacungkan kedua ibu jarinya. Pak Hegar tersenyum kemudian mengelus kepala Lala sayang.

Lala mendekati David, tangannya menyentuh celana training yang dipakai lelaki itu kemudian mengulurkan tangannya. David sedikit merunduk untuk meraih tubuh Lala.

Naura tersenyum singkat pada pak Hegar sebelum menyusul David. Dia berjalan beberapa langkah di belakang David. David melirik nya sekilas lalu menarik tangannya agar berjalan di sebelah lelaki itu.

Naura berdehem merasakan tangan nya kembali di genggam erat. Kali ini tubuh nya sedikit rileks. Sesekali ekor matanya mencuri pandang lalu membuang muka saat David menciduk nya. Naura sedikit geli dengan perilakunya sendiri yang seperti remaja kasmaran. Aliran darahnya memacu cepat menuju jantung dan membuatnya berdebar kencang. Dia berharap David tidak mendengar suara detak jantung nya.

"Kamu lelah?" David menghentikan langkanya. Matanya tertuju pada Naura. "Kita istirahat di sini dulu." Tangannya menunjuk bangku taman yang berjarak dua meter dari tempatnya berdiri.

Naura menggeleng. "Saya gak apa apa, kita langsung pulang aja," tolak nya cepat.

"Serius? Suara detak jantung kamu keras sekali. Kamu yakin tidak apa apa?" David menahan senyumnya, Naura sangat menggemaskan saat tersipu.

Naura mengumpat dalam hati. Sial. Hal yang dia takuti terjadi. Wajahnya semakin merah. "A-aku gak apa apa." Dia melepaskan tangannya yang masih di genggam oleh David.

"Kok di lepac!" protes Lala saat Naura sedikit menjauh dari David.

David yang menyadari keengganan di wajah Naura segera mengalihkan perhatian Lala. "Itu ada penjual es krim. Lala mau?"

Lala mengangguk semangat. Dia menarik David menuju penjual es krim. Setelah memesan tiga buah es krim, David dan Lala kembali menghampiri Naura yang masih setia berdiri di tempat yang sebelumnya. Naura berucap terimakasih seraya mengambil satu cup es krim dari tangan David.

𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang