22. Canggung
Naura perlahan mengunyah makanan di mulutnya, ekor matanya melirik David yang duduk di sofa kamar tempatnya di rawat. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Setelah ingatannya kembali, dan mengetahui bahwa David adalah ayah biologis putrinya membuatnya merasa canggung. Begitu pula dengan David. Ia tak berani membuka suara dan mengajak Naura mengobrol. Tidak di usir dari sini saja sudah membuatnya bersyukur. Ia tak ingin Naura merasa tidak nyaman.
David kembali sibuk dengan laptop di pangkuannya, sesekali melirik Naura yang tengah makan. Seminggu tak pergi ke kantor membuat pekerjaannya menumpuk. Meski sudah dibantu oleh Jovan, masih banyak dokumen yang harus ia kerjakan sendiri. Vano telah pergi satu jam yang lalu. Kini hanya dirinya yang menemani Naura di rumah sakit. Agnes akan datang setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Naura mengalihkan pandangannya pada pintu yang terbuka. Di sana Agnes tersenyum dan berjalan masuk, tangan kanannya memegang keranjang parcel buah. Ia menaruh keranjang buah itu di meja dan duduk di samping Naura. "Apa yang kamu rasakan sekarang?" ia bertanya dengan tatapan keibuan yang membuat Naura terenyuh.
"Sedikit tidak nyaman?" Naura menjawab dengan ragu. Ia menundukan pandangannya sambil memainkan jarinya saat mengingat mendiang ibunya. Tatapan Agnes mirip tatapan milik ibunya. Lembut dan penuh kasih sayang.
"Itu hal yang wajar." Agnes mengelus lengan Naura. "Setelah ini kamu harus banyak istirahat. Jika butuh sesuatu, mintalah pada seseorang," katanya sambil melirik David.
Naura menganggukkan kepalanya. Yang ia tahu, dokter ini adalah ibu dari David. Ia menjadi sedikit gugup saat menyadari bahwa dia merupakan nenek kandung Lala. Berbicara tentang Lala, dimana dia sekarang? "dimana Lala?" pertanyaan itu keluar dari bibirnya yang tertuju pada David.
David mengalihkan tatapannya dari laptop menuju Naura. "Lala di rumah bersama Zayyan."
Agnes mengartikan keterdiaman Naura sebagai kekhawatiran. "Tidak perlu khawatir, kamu bisa mempercayakan Lala pada Zayyan. Dia sudah bertahun-tahun menjadi tangan kanan David. Dan keluarganya turun temurun bekerja pada keluarga kami," sela Agnes sambil menyentuh tangan Naura.
Ucapan Agnes semakin membuat perasaannya tenang. Meski hanya beberapa kali bertemu Zayyan, ia mulai menaruh kepercayaan pada lelaki itu. "Berapa lama saya berada di rumah sakit?" Naura menoleh pada Agnes, meminta jawaban.
"Setengah hari. Pagi tadi kamu kejang, David segera membawamu ke rumah sakit untuk ditangani."
Naura mengangguk dan kembali bertanya, "tanggal berapa sekarang?"
"18 April," jawab Agnes, ia bangkit untuk membersihkan bekas makan Naura lalu menaruhnya di meja samping.
Naura membeku. Sudah seminggu berlalu setelah ia membuka kotak misterius itu. "Bisa tolong jelaskan apa yang terjadi selama saya tidak sadar?"
Agnes menyadari bahwa David sudah menaruh laptopnya di samping untuk fokus pada pertanyaan Naura, ia merubah posisi duduknya menjadi tegak.
"Tolong..." Naura memohon. Ia tidak mengingat satu hal pun yang terjadi seminggu belakangan ini. Ia merasa banyak hal yang berubah, terutama sikap orang-orang di sekitarnya. Sikap mereka menunjukkan bahwa ia sangat rapuh dan harus dilindungi. Naura yang terbiasa menjaga dirinya sendiri sedikit terbebani dengan hal itu.
Agnes merasa tak berhak menjelaskan apapun. Namun, kesungguhan yang terpancar dari tatapan Naura membuatnya goyah. Ia menatap David sejenak sebelum kembali menatap Naura yang menunggu penjelasannya. "Kamu mengidap depresi, Naura. Trauma itulah yang membuat otakmu menekan seluruh ingatan burukmu agar kamu tidak lagi mengingatnya. Namun, trauma tersebut muncul setelah kamu melihat sesuatu yang memicunya kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀
Fantasy❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022