Sembilan belas

42.2K 3.5K 19
                                    

19. Penyesalan

Vano membuka matanya saat sesuatu menghalangi cahaya matahari yang menyorot wajahnya. Ia menatap seorang gadis yang menjulang tinggi di atasnya. Angin bertiup membuat anak rambutnya jatuh ke wajahnya yang cantik. Cahaya matahari bersinar dari balik punggungnya membuatnya tampak seperti malaikat.

Vano tersadar dari kesurupannya saat gadis itu berubah posisi menjadi duduk di sebelahnya. "Boleh gue duduk di sini?"

Vano memutar matanya. "Nggak perlu nanya. Lo udah duduk," Ia membalas dengan malas, membuat gadis itu terkekeh pelan.

Sheira membenarkan posisi duduknya menjadi sedikit menyerong pada Vano. "Lo lagi ada masalah? Apa om David bangkrut sampe kelilit hutang?"

Vano berdecak, masih merasa kesal dengan gadis itu. "Prawira nggak bakal bangkrut sampai 7 generasi mendatang," katanya dengan nada kesombongan yang jelas.

"Sombong banget," sindir gadis itu, tak ayal ia tertawa. Vano tetaplah Vano. Apapun keadaannya, kesombongan adalah miliknya.

"Ngapain di sini? Panas. Enakan juga di kelas." Sheira meluruskan kakinya sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.

"Lo sendiri ngapain? bolos?" Vano balik bertanya. Punggungnya bersandar pada dinding.

Mata Sheira melotot. "Nggak, lah! Gila aja gue bolos, yang ada di gantung sama ayah!" balasnya. "Sekarang jamkos, guru guru lagi rapat,"

Sheira menyenggol lengan Vano sambil berkata, "Sebagai pengurus kelas yang baik, gue harus memperhatikan keadaan setiap anggota kelas. Siapa tau mereka lagi butuh bantuan."

"Jadi menurut lo, gue salah satunya?" Tanyanya membuat Sheira mengangguk. "Jarang banget lo bolos, dan lihat sekarang, lo ada di sini."

"Gue baik-baik aj—"

"Mata lo nggak bisa bohong," sela Sheira. Ia yakin sekali semalam Vano bergadang hingga lingkaran hitam tipis tercetak di bawah matanya. Setelah beberapa saat mengenal Vano, ia jadi mengerti bagaimana sifat lelaki itu. Dia bukan tipe orang yang tertutup ataupun terlalu terbuka. Jika sedang marah, ia akan menyendiri agar tidak menyakiti orang terdekatnya. Setelah merenungi perbuatannya dan merasa tenang, barulah ia kembali. Ia juga sedikit keras kepala dan mudah memberikan kepercayaan pada orang lain. Di balik wajahnya yang garang, hatinya cukup lembut.

Suasana hening tak membuat keduanya merasa canggung. Perasaan Vano yang sejak kemarin tidak karuan mulai membaik hanya dengan keberadaan Sheira di sisinya. Ia menutup matanya, menikmati cahaya matahari yang menyorot lembut wajahnya. Tiba tiba tubuhnya menegang, pundak kanannya terasa berat, aroma manis shampo strawberry menggelitik indra penciumannya.

Vano membuka matanya dan melirik Sheira yang bersandar di bahunya. Bibirnya berkedut menahan senyum. Matanya kembali tertutup, menikmati saat saat bahagia ini dengan tenang.

***

Pelipis David mengerut, matanya menatap tajam rekaman CCTV yang dikirimkan oleh Zayyan sesuai permintaannya semalam. Aneh. Rekaman ini tidak menunjukkan sesuatu yang mencurigakan. Hanya ada dirinya, Zayyan, Vano, Lala, kedua orang tuanya, dan juga Naura sendiri yang terlihat di rekaman tersebut. Tidak ada orang asing yang mendekati rumah Naura. Rekaman ini juga tidak terlihat telah di hapus maupun di rekayasa. Semuanya tampak asli.

𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang