Tujuh belas

44.7K 3.9K 59
                                    

17. Keluarga baru

Jovan berjongkok di hadapan Lala. Tangannya terulur menunggu Lala menyentuh nya. Ia mencoba tersenyum–yang terlihat sangat kaku–agar Lala tak takut lagi. Bravo! senyum konyol Jovan berhasil membuat Lala tertawa. Ia memberanikan diri keluar dari belakang tubuh David dan menaruh tangannya di telapak tangan Jovan. Senyum Jovan melebar, kini terlihat lebih natural.

Ia membawa Lala mendekat padanya. Senyumnya terus mengembang. "Jangan takut. Saya tidak menggigit. Saya janji"

Senyum Lala melebar hingga matanya menyipit. Perasaan takut yang tadi hinggap di benaknya hilang seperti tertiup angin. Bahkan, ia secara terang terangan menatap mata tajam Jovan tanpa canggung.

Tangan kecil Lala tenggelam di tangannya yang besar. Ia membolak balik dan sedikit menggoyangkan tangan itu pelan. "Sangat kecil, seperti tikus."

David dan Vano sontak tertawa. Lain hal dengan Lala yang cemberut karena disebut tikus. "Lala bukan tikus!"

Alis kanan Jovan naik, ia menggeleng tak setuju.

Matanya melotot. "Lala nggak kecil! Lala udah besar!" Ia melepaskan tangannya dari genggaman Jovan dan berkecak pinggang. Harga dirinya tersentil saat disebut kecil. "Kata bunda, Lala masih masa pertumbuhan. Jadi tunggu sampai Lala sebesar kakek!"

"Kakek?" Jovan terdiam. Ia tau dirinya sudah memiliki cucu, namun baru kali ini ada seseorang yang mempertegas bahwa dirinya sudah kakek kakek.

Lala melipat tangannya di dada, bibirnya maju beberapa senti. Matanya seperti menembakkan laser yang bisa melubangi kepala Jovan. Seakan baru menyadari sesuatu, raut wajahnya berubah menjadi sendu. Ia kembali menghadap David dan meraih punggung tangannya. "Papa, bunda mana? bunda udah sembuh, kan?"

David tersenyum singkat dan mencondongkan tubuhnya. "Lala doakan semoga bunda cepat sembuh."

"Lala kangen bunda. Lala pingin ketemu bunda. Bunda pasti sembuh, kan?"

David tersenyum sedih. Dadanya terasa sesak. Seumur hidup, ia akan terus di bayang-bayangi perasaan bersalah.
Bila waktu bisa terulang, ia ingin kembali bertemu Naura dalam keadaan baik baik. Ia tak ingin menjadi pelaku yang menghancurkan hidup Naura. Yang ia inginkan adalah menjadi lelaki yang dicintai Naura secara sukarela.

Sebelum David bisa menjawab, Agnes keluar dari kamar Naura. Ekpresinya muram. Tangannya bergerak memijat pelipisnya yang berdenyut hebat. "Vano, tolong ambilin Grandma minum." pintanya dengan suara pelan. Kepalanya benar-benar sakit. Ia yakin jika tekanan darah nya naik.

Bibirnya terkatup saat mata gelapnya menangkap keberadaan Lala di tengah suami dan putranya. Agnes menyunggingkan senyum kemudian berjongkok sambil membuka tangannya lebar lebar.

David tersenyum meyakinkan. Walau ragu, Lala tetap melangkahkan kakinya menuju Agnes yang menunggu kedatangan cucu bungsunya. Agnes tanpa ragu memeluk tubuh Lala erat sambil berbisik maaf. Lala melirik David sekilas sebelum membalas pelukan hangat Agnes. Hari ini benar benar membingungkan baginya.

"Cucu Grandma..." Agnes melepaskan pelukannya, matanya berkaca-kaca. Impiannya mempunyai cucu perempuan terkabul tanpa di duga. Lala dan Naura merupakan berkah bagi keluarga nya. Ia bersumpah takkan membiarkan kedua perempuan ini menderita lagi.

Kepala Lala sedikit miring ke kiri dengan tatapan polos, ia melirik David untuk mencari tahu siapa wanita di hadapannya.

Agnes menghapus air matanya dan menahan diri untuk tidak menyerang Lala dengan kecupan mautnya. Cucu perempuan nya benar-benar menggemaskan. "Aku Grandma Agnes, nenek nya Lala," kemudian ia menunjuk Jovan yang berdiri di belakang Lala bersama David, "yang itu Grandpa Jovan, Papanya papa David."

𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang