Dua puluh empat

38K 3.4K 63
                                    

24. Masa lalu David

Naura mengeluh sambil menutup wajahnya karena malu. Kini dia berada di gendongan David yang tengah menuju parkiran mobil. Hari ini adalah hari kepulangannya setelah seminggu berada di rumah sakit. Ia semakin menyembunyikan wajahnya di dada David saat sekumpulan orang lewat di sampingnya sambil menatapnya terang-terangan.

Naura mendengus, sudah berkali-kali ia katakan bahwa ia bisa berjalan sendiri. Namun, David dengan tegas menentang ide itu dan bersikeras menggendongnya sampai mobil. Agnes yang berjalan di belakang terkikik geli melihat tingkah keduanya.

Sesampainya di parkiran, Naura meraih handle pintu mobil dan membukanya. David menaruh tubuh Naura di kursi samping kemudi dan membantunya mengenakan sabuk pengaman. Setelah merasa Naura aman, ia kembali menegakkan tubuhnya untuk membantu Agnes memasukkan barang-barang Naura. "Terimakasih, Ma." David menutup pintu bagasi lalu menghadap Agnes. "Mama tidak ikut bersama kami?"

"Mama masih ada pekerjaan. Kabari saat kalian tiba." Ia mengecup pipi kanan David. "Mama akan menyusul bersama papa mu."

David mengangguk dan melangkah masuk ke kursi kemudi. "Mama nggak ikut?" tanya Naura. Lima hari yang lalu, Agnes memaksanya untuk memanggilnya Mama. Dia mengancam akan marah padanya jika ia masih memanggilnya dokter ataupun tante. Naura tidak keberatan memanggil ibu David sebagai Mama. Meski awalnya canggung, pada akhirnya ia terbiasa.

"Aku udah lama nggak ngecek kantor catering. Nanti bisa antar aku ke sana?" tanya Naura.

"Kapan?"

Naura berfikir sejenak. "Besok aja setelah mas pulang kerja," jawabnya. Dia menyenderkan punggungnya pada jok mobil. Merasa rileks. Ia membuka kaca jendela, matanya terpejam menikmati semburan angin yang mengenai wajahnya.

"Tutup jendelanya."

Mata Naura terbuka. "Jangan!" Punggungnya menegak. "Aku butuh udara segar."

David tak menjawab tetapi membiarkan Naura menikmati angin yang masuk ke dalam mobil. Dia membelokkan mobilnya memasuki minimarket. "Tunggu di sini."

Naura mengangguk patuh. David melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil memasuki minimarket. Naura mengalihkan pandangan ke jalan raya untuk menghilangkan rasa bosan. Ia tak sabar ingin segera tiba di rumah.

Tiba tiba matanya menyipit, hm. Ia seperti mengenali sosok lelaki yang berdiri tak jauh dari minimarket itu. Wajahnya tidak asing, namun ia lupa dimana pernah melihatnya. Semakin ia memaksa untuk mengingat, kepalanya semakin sakit. Naura membenturkan kepalanya karena frustasi.

Naura tersentak saat pundaknya di dorong hingga menempel pada jok mobil. "Berhenti melukai dirimu sendiri!" David berkata tegas. Naura terkesiap saat tangan besarnya mengelus dahinya dengan lembut.

David menatap dahi Naura yang memerah. Ia bergerak keluar dari mobil untuk membeli obat sebelum Naura menghentikannya. "Aku nggak apa apa." Ia tak pernah mengira David akan sekhawatir ini pada hal yang menurutnya remeh. "Serius, aku baik baik aja."

"Dahi mu merah," sela David. Naura menggeleng. "Lagipula nggak sakit, kok," Naura kembali menjawab. David mengalah. Ia membenarkan posisi duduknya dan mulai mengemudi menuju rumah Naura. Naura beberapa kali menangkap David meliriknya dengan khawatir, ia acuh dan memejamkan mata untuk mencari ketenangan.

*

"Selamat datang!" Lala berseru sambil menyerahkan balon berbentuk hati ke tangan Naura lalu memeluk pinggangnya erat. "Lala kangen banget sama bunda," gumamnya dengan wajah yang terbenam di perut Naura. "Bunda jangan sakit lagi. Lala kesepian kalo bunda sakit," Lala mencengkramnya erat. Seolah takut ia akan pergi jauh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang