Enam belas

43.9K 3.8K 211
                                    

16. Pengakuan

David menggiring sang ibu menuju salah satu ruangan yang ada di rumah Naura. Tatapan mata Agnes menelusuri sekitar, ia berdecak kagum dengan penataan furniture yang sangat pas sehingga memberi kesan hangat, ia menjadi tidak percaya jika rumah ini milik David.

David berhenti di depan sebuah pintu, ia membukanya dan mempersilahkan ibunya masuk.

Agnes hampir menjerit saat melihat seorang perempuan terbaring di atas kasur tidak sadarkan diri. Ia melirik David yang tak menunjukkan ekpresi apapun, namun matanya menyiratkan kekhawatiran. "Dia siapa? kamu apain perempuan ini, hah?!" Agnes mencengkram kerah kemeja putranya hingga membuatnya sedikit membungkuk. Matanya kembali melirik perempuan itu lalu beralih pada David.

"Mama nggak pernah ngajarin kamu untuk menjadi lelaki bajingan David Prawira!" Agnes berkata keras di depan wajah David.

David melepaskan tangan sang ibu yang mencengkram erat kerah kemejanya. "Mama tenang dulu... sekarang tolong periksa keadaan Naura, setelah itu David akan menjelaskan semuanya."

Agnes menyentuh pelipis nya yang berdenyut, ia melangkah mendekati Naura yang terbaring di tempat tidur. Wajahnya pucat dengan luka gores di pipi kanannya. Ia mengeluarkan stetoskop dari tas kerjanya dan mulai memeriksa. Dahinya berkerut, ia tampak terdiam sejenak sebelum berbalik menghadap David.

"Perempuan ini pingsan karena shock. Lalu, luka ini" Agnes menunjuk luka di pipi Naura, "dia mencakar dirinya sendiri." Ia kembali menatap David. "Kamu tau sesuatu, kan?"

David terdiam, bibirnya terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu, namun kembali tertutup saat Vano muncul dari balik pintu. "Grandma?"

Matanya melebar tak percaya dengan keberadaan cucu kesayangannya. Tak ayal ia tersenyum lebar dan merentangkan tangannya masuk ke dekapan Vano. "Ganteng nya Grandma... gimana kabar kamu?" Agnes melepaskan pelukannya dan meneliti tubuh Vano lalu mendengus, "David! makanan apa yang kamu kasih ke cucu mama sampe badannya se kurus ini. Kalo nggak bisa ngurus anak, lebih baik Vano tinggal lagi sama mama!"

Vano kelabakan, ia dengan cepat menjawab, "ini karena aku rajin olahraga. Liat!" Vano menunjukan otot bisep nya. "Lemaknya lari ke sini."

Vano sudah nyaman tinggal bersama ayahnya. David bukanlah tipe ayah pengekang, ia membebaskan Vano melakukan apa saja yang di sukainya, selama masih di batas wajar dan dalam pengawasan nya. Lain hal jika tinggal dengan neneknya, ia akan kembali menjadi bocah SD yang jika pulang telat, akan terkena ceramah panjang lebar. Membayangkan nya saja membuat Vano bergidik.

Agnes mendesah, ia menatap putranya dan cucunya bergantian dengan tatapan menyelidik. "Sebenarnya apa hubungan kalian berdua dengan perempuan ini? dan untuk apa kamu ada di sini, Devano?"

Vano menyentuh tengkuknya lalu melirik Naura yang terbaring tak sadarkan diri. Matanya terbelalak, kakinya melangkah cepat menuju ranjang yang ditempati Naura.

"Bunda kenapa?" kekhawatiran tersirat dalam nada suaranya.

"Tunggu... tadi kamu sebut wanita ini apa? BUNDA?!"

Agnes merasa akan terkena serangan jantung saat cucu nya yang sangat pemilih itu memanggil wanita asing ini bunda. Ia menyentuh kepalanya yang berdenyut, entah apa yang telah di perbuat anak dan cucu nya tanpa sepengetahuan dirinya.

𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang