20. Kenangan yang kembali
Warning! terdapat adegan pelecehan.
—
Naura tersenyum puas setelah menyelesaikan pekerjaan terakhirnya. Ia tak sabar ingin segera pulang dan berbaring di kasur kesayangannya. Ia bekerja sebagai staf di salah satu hotel. Hidup merantau di kota besar menuntutnya mengambil pekerjaan yang berbanding terbalik dengan riwayat pendidikannya.
Naura berjalan keluar dari kamar yang baru selesai ia benahi. Matanya menangkap sesosok lelaki yang berjalan gontai sambil meringis. Raut wajah Naura berubah, ia segera menghampiri lelaki itu untuk menanyakan keadaannya. "Pak? Anda tidak apa apa?" Naura bertanya dengan khawatir. Kedua tangannya menahan pundak tegap lelaki itu agar tidak terjatuh.
Lelaki itu menggeram keras hingga membuat Naura mundur selangkah. Kepalanya mendongak dan menatap Naura dengan mata yang menggelap. Nafasnya memburu menahan sesuatu yang sangat berbahaya. Dia menghempas tangan Naura di pundaknya dan berjalan sempoyongan dengan berpegangan pada tembok.
Naura meyakini ada yang tidak beres. Otaknya berteriak, menyuruhnya segera pergi. "Saya permisi." Belum sempat Naura berbalik, pergelangan tangannya di tarik hingga wajahnya membentur dada bidang lelaki itu. Tubuhnya menegang saat tangan besarnya meremas pinggangnya. Dia mendorong pundaknya, menjauhkan tubuhnya darinya.
Dia semakin melingkarkan kedua lengannya di pinggang ramping Naura. Menarik tubuh Naura agar semakin menempel padanya. Nyaman. Tubuh Naura sangat hangat dan pas di lengannya.
Jantung Naura berpacu cepat. Dia merasa suasana disekitarnya berubah. Alarm tanda berbahaya di kepalanya berbunyi kencang. Ia berontak agar terlepas dari liitan lelaki yang memeluknya erat.
Dia menggeram rendah.
"Lepas, pak! Ini pelecehan!"
Naura semakin panik. Tubuhnya bergetar karena takut. Dia berusaha melepaskan diri. Namun tenaga lelaki itu terlalu besar hingga membuatnya kewalahan.
Wajahnya mendekat, ia mengecup bibir Naura sekilas lalu bergerak membopong Naura di pundaknya. Dia tidak menghiraukan teriakan dan pukulan yang di berikan perempuan itu. Kaki jenjangnya melangkah cepat menuju kamar hotel yang terbuka.
Suasana sekitar sangat sepi, Dia membawa Naura ke kamar yang baru saja Naura benahi, kemudian mengunci pintu dan menaruh tubuh Naura di kasur lalu mengukungnya. Kepalanya terasa sangat pening. Suhu tubuhnya juga meningkat. Dia bergerak gelisah. Mata nya melirik seorang perempuan yang menangis di bawahnya, memohon agar dilepaskan.
"Tolong, tolong buka pintunya!" Dia berusaha mendorong lelaki itu agar menyingkir dari tubuhnya.
Naura menatap lelaki di atasnya dengan takut. Sungguh. Ia sangat takut. "Tolong lepaskan saya. Saya minta maaf jika memiliki salah kepada bapak, tapi tolong lepaskan saya..."
Sisi lain dari dirinya berteriak agar melepaskan perempuan itu. Namun saat matanya bersitatap dengan manik coklat miliknya, kewarasannya hilang. Nafsu setan mulai menguasainya. Dia tidak tahan.
Kepalanya menelusup di perpotongan leher jenjang perempuan itu. Hidung nya menghirup rakus aroma buah bercampur kayu manis dari tubuhnya. Bibirnya memberikan kecupan ringan di sepanjang kulit mulusnya. Pria itu—David. Seperti predator kelaparan yang siap menerkam mangsanya.
Tanpa diketahui siapapun, seseorang berdiri tak jauh dari kamar yang ditempati Naura dan David. Ia menyeringai dan pergi dari sana.
*
Naura terisak di lantai sambil menyentuh perutnya. Setelah kejadian malam itu, ia tak pernah kembali ke hotel, ia hanya menitipkan surat resign dan segera meninggalkan kota tersebut. Kejadian hari itu meneror nya setiap malam. Membuatnya takut menutup mata. Terlebih ketika makhluk tak berdosa tumbuh di perutnya, ia semakin tak tahu harus bagaimana.
Untungnya, Naura memiliki tabungan yang cukup untuk menghidupinya hingga anaknya lahir. Keberadaan anak itu sedikit mengurangi rasa sakitnya. Namun selalu menjadi pengingat bahwa malam itu pernah terjadi. Ia seorang diri di kota yang tak pernah di datanginya.
Teror malam itu semakin menguasai dirinya. Ia histeris, memukul perutnya dan menyalahkan anak yang dikandungnya. Naura berbeda, ini bukan lagi dirinya.
Saat Naura hampir pingsan, pintu rumahnya di dobrak dari luar. Ia merasa tubuhnya diangkat dan dibawa pergi. Ia tak mengingat apapun lagi setelah itu, seakan ingatannya terkunci rapat di bagian terdalam.
*
Naura melihat dirinya sendiri. Berdiri di ruang kosong yang hampa. Kakinya bergerak untuk menjelajahi ruang tak berujung ini. Sebuah suara terdengar, memanggil namanya berulang kali. Naura merasakan sakit kepala yang hebat. Ia terduduk tak kuasa menahan rasa sakit tersebut. Ia menangis terisak. Mengingat seluruh kenangan yang menyakitkan itu.
"Bangunlah!"
Naura mendongak dengan wajah yang penuh air mata. Ia melihat seorang wanita yang amat mirip dengannya sedang tersenyum dan bergerak untuk berlutut di hadapannya. Ia menyentuh tangannya lalu mengelusnya dengan penuh kasih sayang. "Sudah saatnya kamu bahagia. Lepaskan semua yang ada di sini." Ia menunjuk dadanya, membuat perasaan nya menjadi tenang.
"Naura, banyak orang yang mencintaimu. Banyak orang yang sedang menunggumu saat ini."
"Bangunlah untuk orang orang yang kamu cintai. Berdamailah dengan dirimu sendiri."
Wanita itu kembali tersenyum lembut lalu mendorong pundaknya pelan. Tubuhnya di selimuti kabut tebal yang menutupi pandangannya. Membuatnya tersentak bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐔𝐍𝐃𝐀
Fantasy❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022