Chapter 16

1.1K 81 0
                                    

1 bulan kemudian

Sudah sebulan pernikahan Shaga dan Nadhira. Semuanya terasa baik-baik saja, walau sikap Lala terkadang membuat Nadhira tidak nyaman. Di sinilah Nadhira serta Shaga malam ini, keduanya tengah berada di salah satu restoran langganan keluarga Shaga untuk makan malam. Namun, mereka hanya berdua tak ada satu keluargapun yang ikut.

"Nad?" panggil Shaga.

Nadhira yang tadinya hendak membuka ponselnya pun Ia urungkan dan menatap Shaga. "Iya, Ga? Kenapa?"

Shaga tersenyum tipis. "Maaf, ya. Maaf buat waktu yang akhir-akhir ini nggak bisa aku luangkan buat kamu. Bahkan, aku jarang banget ngajak kamu jalan-jalan keluar sekedar makan, jadi ya aku harap makan malam ini bisa menebus kesalahan aku ke kamu, walau nggak seberapa tapi aku berharap kamu ngerti," papar Shaga.

Mendengar itu, Nadhira mengulas senyum lebarnya lalu meraih kedua tangan Shaga dan mengusap lembut punggung tangan tersebut.

"Ga, aku ngerti kok keadaan kamu. Kamu nggak perlu minta maaf sama aku, kita kan udah janji bakal saling ngerti kondisi kita masing-masing yang sama-sama masih sibuk kuliah. Lagian bulan depan kamu kan lulus, ya wajar aja dong kalau kamu sibuk banget. Kamu nggak perlu khawatir soal itu, aku bisa ngertiin kamu kok," jawab Nadhira.

Shaga merasa lega, Ia senang karena sifat pengertian Nadhira tak pernah hilang sedari dulu hingga saat ini. "Makasih ya, Nad. Makasih buat semuanya."

"Iya, Ga. Sama-sama."

"Eum ... kayaknya pesenan kita masih lama deh datengnya. Aku tinggal ke kamar mandi dulu, ya?" Nadhira mengangguk.

"Iya, Ga." Shaga lantas berdiri dan beranjak pergi.

Setelah kepergian Shaga, Nadhira menghidupkan kembali ponselnya untuk sekedar berselancar di sosial media sembari menunggu Shaga dan pesanannya datang.

Selang beberapa menit, perhatiannya teralih pada ponsel Shaga yang berada di dekatnya tiba-tiba menyala tanpa suara notifikasi apapun hanya dengan getaran. Nadhira yakin jika Shaga sudah men-silentnya.

"Siapa ya?" gumamnya.

Merasa penasaran dan Ia juga punya hak untuk itu, Nadhira pun mengambil ponsel Shaga yang masih menyala tersebut lalu melihatnya.

Melihat sebuah nama yang tertera di sana, dahi Nadhira saling bertaut. "Jassy? Siapa?"

"Nad?" Suara Shaga yang tiba-tiba terdengar membuat Nadhira reflek meletakkan kembali ponsel Shaga dan menoleh ke belakang.

"Eh, Ga?"

"Ada apa? Ada yang telfon?" tanya Shaga setelah Ia duduk kembali di tempatnya.

"Eum ... enggak kok, cuma Wa aja. Wa dari ... Jassy," jawab Nadhira dengan memelankan kata Jassy.

Mendengar nama itu, Shaga langsung terdiam, tanpa mengatakan apapun Shaga membuka pesan tersebut dan ekspresinya sontak berubah setelah Ia membaca isi pesan yang dikirimkan oleh Jassy itu.

Perubahan ekspresi Shaga tersebut tentu saja dilihat baik oleh Nadhira. "Kenapa, Mas? Ada masalah?" tanya Nadhira.

"Enggak ada!"

"Kalau boleh tau, Jassy itu siap--"

"Bukan siapa-siapa, Nad. Lebih baik kamu nggak usah mikirin soal itu!"

•••

Kini, Shaga tengah duduk di meja belajarnya. Namun, fokusnya bukan terarah pada kertas-kertas di hadapannya tersebut karena pikirannya melayang memikirkan seseorang yang 1 tahun yang lalu menemaninya di saat Ia tengah terpuruk sebab perpisahannya dengan Nadhira.

Mantan jadi Manten [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang