Chapter 17

119 6 0
                                    

Tuk tuk...

Tuk tuk...

Tuk...

Suara langkah kaki kuda itu pun memelan hingga tak lagi terdengar. Seseorang turun dari kuda berwarna putih seputih salju itu. Menginjakkan kakinya di tanah yang basah, dia lantas bergerak membawa kudanya masuk di sebuah gubuk. 

Hari sudah sangat gelap dan yang terdengar kini hanyalah suara kicauan burung hantu dan beberapa burung gagak yang terbang melewatinya.

Mendorong pelan pintu yang sudah tampak rapuh itu, tangannya tampak sangat berhati-hati agar pintu itu tidak rusak. Membiarkan kudanya masuk dan memastikan agar kudanya tidak terbentur atau menabrak sesuatu. 

Begitu kudanya masuk, dia lantas menutup pintu setelah sebelumnya memastikan tidak ada siapapun yang mengikutinya.

"Huh..."

Menghembuskan nafas beratnya, dia melepaskan jubahnya. Jubah Kerajaan yang selalu di junjung tinggi oleh siapapun. Dia menyimpan pedangnya di balik lemari kayu yang tingginya setinggi tubuhnya.

"Akan lebih baik jika itu tidak terjadi. Tapi bagaimana bisa..."

Dia menjatuhkan tubuhnya di atas tumpukan jerami. Menidurkan tubuhnya disana sembari menutup matanya dengan lengan kirinya. 

"... bagaimana bisa dia datang di waktu yang sangat tepat?"

Menghembuskan nafas beratnya lagi, dia merasa dirinya sangat lelah. Setelah berperang melawan saudaranya dan kabur dari Istana, tubuhnya terasa berat. 

Dia menurunkan lengan kirinya dan menatap langit-langit gubuk. Matanya teras perih, dia ingin sekali menangis, tapi itu tidak mungkin. Dia seorang Pangeran yang begitu di hormati, setidaknya oleh orang-orang Istana.

Seolah teringat sesuatu, dia bangun dari tidurnya dan seketika mengerang tertahan. Pandangannya jatuh pada tubuhnya sendiri. Membuka kain yang melilit tubuhnya, dia berdecih. 

Luka yang baru saja ia dapatkan itu terbuka dan mengeluarkan begitu banyak darah. Padahal sebelumnya dia sudah memastikan untuk menutup lukanya dengan benar. tapi sepertinya dia terlalu banyak bergerak.

Dia berdiri, berjalan menghampiri lemari kayu itu dan membukanya. Matanya langsung tertuju pada sekotak obat yang sengaja ia simpan dalam lemari itu untuk situasi seperti ini. 

Tangannya bergerak meraih kotak obat itu. Namun belum sampai tangannya menyentuh kotak obat itu, terdengar suara ketukan dari luar. Niatnya untuk mengambil kotak itu pun ia urungkan. Dia kembali menutup lemari itu dan segera melilit kembali lukanya dengan kain yang dipenuhi darah itu.

Dengan tertatih, dia melangkah mengambil pedang yang ia sembunyikan di balik lemari. Matanya yang setajam elang itu terus tertuju pada pintu gubuknya. Bunyi ketukan semakin kuat dan ia semakin yakin bahwa ada seseorang yang telah mengetahui keberadaannya disini.

Perlahan, tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri pintu. Begitu dia telah berdiri tepat di depan pintu itu, tangan kirinya meraih gagang pintu itu dan bersiap untuk membukanya sedangkan tangan kanannya sudah siap dengan pedangnya.

Kriittt..!

Pintu itu terbuka dan kemudian...

Syattt..!!



7 PRINCE (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang